Senin, 02 April 2012

SUMBER PEMBIAYAAN PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pada zaman pasca modern atau globalisasi sekarang ini, sebagian manusia cenderung mengutamakan kesejahteraan materi dibandingkan kesejahteraan rohani, bidang ekonomi menjadi perhatian yang sangat besar, tidak banyak orang yang mementingkan peningkatan spiritual. Kecendrungan tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh perkembangan budaya terutama dalam bidang teknologi, kesenian, dan pariwisata serta ekonomi, berbagai produk baru yang semakin canggih ditawarkan, dan hal-hal yang lain yang berkenaan dengan perekonomian sehingga situasi seperti ini membuat kebanyakan orang berusaha mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya.
Masalah pendidikan sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari masalah ekonomi. Baik secara langsung maupun tidak langsung, kontribusi pendidikan terhadap ekonomi dan pembangunan harus diakui. Dengan demikian, tidak selamanya pendidikan dianggap sebagai konsumsi atau pembiayaan. Sudah saatnya pendidikan harus dipandang sebagai investasi, yang secara jangka panjang kontribusinya dapat dirasakan.
Suatu lembaga akan dapat berfungsi dengan baik jika memiliki sistem manajemen yang didukung oleh SDM, dana dan sarana-prasarana. Sekolah sebagai satuan pendidikan juga harus memiliki tenaga (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga administratif, laboran, pustakawan, dan teknisi sumber belajar), sarana dan prasarana, serta biaya yang mencakup biaya investasi (biaya untuk keperluan pengadaan tanah, pengadaan bangunan, alat pendidikan, termasuk buku-buku dan biaya operasional, baik untuk personil maupun nonpersonil). Biaya untuk personil antara lain untuk kesejahteraan dan pengembangan profesi, sedangkan untuk biaya nonpersonil berupa pengadaan bahan dan ATK, pemeliharaan dan untuk kegiatan pembelajaran.
Suatu sekolah untuk memiliki tenaga kependidikan yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi kebutuhan memerlukan biaya rekruitmen, penempatan, penggajian, pendidikan dan latihan, serta mutasi. Dalam usaha pengadaan sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran tentu saja diperlukan dana yang tidak sedikit, bahkan setelah diadakan maka diperlukan dana untuk perawatan, pemeliharaan, dan pendayagunaannya. Meskipun ada tenaga, ada sarana dan prasarana, untuk memanfaatkan dan mendayagunakan secara optimal perlu biaya operasional baik untuk bahan dan ATK habis pakai, biaya pemeliharaan, maupun pengembangan personil agar menguasai kompetensi yang dipersyaratkan. Dari uraian di atas jelas bahwa untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah tentu saja sangat memerlukan biaya dalam setiap kegiatannya.
Biaya pendidikan merupakan komponen sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa  adanya dukungan biaya. Dalam konteks perencaaan pendidikan, pemahaman tentang anatomi dan problematika pembiayaan pendidikan sangat diperlukan. Berdasarkan pemahaman ini, dapat dikembangkan kebijakan pembiayaan pendidikan yang lebih tepat dan adil serta mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Pasal 46 Undang-Undang No.20 Tahun 2003, menyatakan pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat . Terhadap pencapaian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan UNDP, menunjukan bahwa pembiayaan pendidikan di suatu Negara terbukti dapat memberikan pengaruh sangat positif dan signifikan terhadap kinerja pendidikan nasional. Dampak rendahnya anggaran pendidikan di Indonesia adalah tidak meratanya kesempatan belajar bagi anak-anak Indonesia, khususnya anak-anak dari keluarga miskin dan kurang mampu.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas , maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.     Apa Landasan Ekonomi dalam pendidikan ?
2.     Bagaimana sistem pembiayaan pendidikan?
3.     Darimana sumber-sumber biaya dan penggunaanya?


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Peran Ekonomi Dalam Pendidikan
Pemerintah Indonesia mengutamakan pembangunan ekonomi. Kalau dahulu alasannya ekonomi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, maka kini di samping alasan itu, ekonomi juga dirasakan sangat penting agar tidak kalah bersaing dengan negara lain dalam era globalisasi saat ini. Berbagai kebijaksanaan dan peraturan baru dibuat. Frekuensi munculnya kebijaksanaan dan peraturan-peraturannya ini cukup banyak dan jelas berbeda sekali dengan frekuensi munculnya kebijakan dan peraturan-peraturan baru di bidang lain. Akan tetapi karena banyaknya kebijaksanaan dan peraturan yang dibuat, maka banyak sekali timbul ketidak harmonisan antar para pengusaha dalam menjalankan roda ekonomi yang berdampak pada krisis ekonomi berkepanjangan. Oleh sebab itu di era globalisasi sekarang ini, dalam keterpurukan ekonomi di Indonesia diharapkan dapat diterapkan kebijaksanaan dan peraturan yang baru untuk memperbaiki perekonomian bangsa sehingga rakyat yang menderita dapat dengan segera menikmati hasil perekonomian kita yang mapan di masa yang akan datang, baik bagi perekonomian yang bersifat makro maupun mikro.
Perkembangan lain yang sangat menggembirakan adalah terlaksananya sistem ganda dalam dunia pendidikan, hal ini berlangsung baik di lembaga pendidikan yaitu kerjasama sekolah dengan pihak usahawan dalam proses belajar mengajar. Kemajuan pembangunan perekonomian secara makro dapat juga berdampak timbulnya sekolah-sekolah unggul yang memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap karena dibiayai dan dimiliki oleh mayoritas orang-orang yang perekonomiannya mapan. Walaupun kebijakan dan program sekolah ini tidak sama dengan yang lain, diharapkan agar tidak terdapat pilih-kasih dalam menerima para siswa, artinya calon siswa dari latar belakang manapun hendaklah dapat diberikan kesempatan dalam menempuh pendidikan di sekolah unggulan tersebut dan yang paling penting adalah dapat menghasilkan output yang bermutu serta tidak menyimpang dengan tujuan pendidikan nasional Negara kita.
Menurut Mutrofin (1996), negara-negara maju hubungannya antara pendidikan dengan pembangunan ekonomi sangatlah jelas, dimana sistem pendidikan diorientasikan kepada kebutuhan ekonomi yang didasari pada teknologi tinggi, fleksibilitas dan mobilitas angkatan kerja. Dalam masa pembangunan di Negara kita sekarang ini, pengembangan ekonomi mendapat tempat strategis, dengan munculnya Link and Match, kebijaksanaan ini meminta dunia pendidikan menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang sesuai dengan pasaran kerja, mencakup mutu, dan jumlah serta jenisnya.

B.    Ekonomi Pendidikan
Peranan ekonomi dalam pendidikan cukup menentukan tetapi bukan sebagai pemegang peranan penting. Fungsi ekonomi dalam pendidikan adalah menunjang kelancaran proses pendidikan, bukan merupakan modal yang dikembangkan dan juga mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Disini peran ekonomi dalam sekolah juga merupakan salah satu bagian dari sumber pendidikan yang membuat anak mampu  mengembangkan afeksi, psikomotoris, dan kognisi, juga peran lain sebagai materi pelajaran dalam  masalah ekonomi dalam kehidupan manusia. Dalam memajukan dunia pendidikan tidak terlepas dari sumber dana pendidikan, baik dari pemerintah, lembaga-lembaga sosial dan masyarakat. Setelah dana ini diperoleh harus dikelola secara professional, baik dengan SP4 (Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran) dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kebutuhan yang sah.
Kegunaan ekonomi dalam pendidikan adalah :
1.   Untuk membeli keperluan pendidikan yang tak dapat dibuat sendiri seperti prasarana dan sarana, media, alat peraga dan sebagainya.
2.   Membiayai semua perlengkapan gedung, seperti air, listrik telpon.
3.   Membayar jasa dari segala kegiatan pendidikan, dan meningkatkan motivasi kerja serta meningkatkan gairah kerja para personalia pendidikan.

C.    Pembiayaan Pendidikan
Dalam perspektif politik, sebelum berlakunya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sistem pendidikan Nasional mengacu pada UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana pendanaan tidak diatur secara khusus. Namun, dalam UU No. 20 tahun 2003, Pembiayaan Pendidikan sudah diatur secara khusus dalam Bab XIII.
Dalam mengelola dan merencanakan sumber dana maka ada tiga macam perencanaan biaya pendidikan yaitu:
1.     Perencanaan secara tradisional, yaitu merencanakan masing-masing pendidikan, masing-masing pendidikan tersebut ditentukan biayanya.
2.     SP4, pengaturan jenis-jenis kegiatan dalam pendidikan diatur dalam sistem, alokasi dana disusun berdasarkan realita dan semua kegiatan ditujukan pada pencapaian target pendidikan.
3.     ZBB (Zero Base Budgeting), hanya diatur untuk satu tahun anggaran.
Biaya merupakan harga sumber daya yang dikonsumsi untuk mencapai tujuan.  Dalam pembentukan biaya pada setiap kegiatan haruslah memperhatikan:
1.     Perubahan harga di pasar, dan perubahan jumlah barang yang diperlukan.
2.     Pertambahan jumlah siswa, dan peningkatan standar pendidikan
3.     Tingkat umur peserta didik.
Secara filosofis, pendidikan adalah sebagai penerang, pembebas dari kemiskinan dan berbagai belenggu lainnya. Proses pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, namun juga merupakan suatu investasi.
Pusat perhatian mendasar konsep ekonomi adalah bagaimana mengalokasikan sumber-sumber yang terbatas untuk mencapai tujuan yang beraneka ragam yang mungkin tak terhingga jumlahnya. Pertimbangan ekonomis didasarkan pada kemampuan anggaran, sedangkan pertimbangan politis didasarkan pada tujuan masyarakat secara menyeluruh (Fattah, 1999). Masalah efisiensi dan relevansi berkaitan langsung dengan pendidikan. Konsep pembiayaan harus dilihat dari segi kualitasnya, dimana setiap upayanya dan pengorbanan yang diberikan untuk suatu tindakan dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dan bermutu.
Biasanya biaya-biaya pendidikan diselidiki secara detil dengan menekankan perbedaan antara biaya sosial dan pribadi, dan antara total, rata-rata dan biaya marginal. Biaya pribadi dipikul oleh unit rumah tangga, sedangkan biaya sosial meliputi biaya-biaya pribadi dan biaya yang menyangkut antar anggota masyarakat secara luas.
Pendekatan yang digunakan selama ini adalah seluruh biaya yang dianggarkan oleh pemerintah dibagi dengan jumlah sekolah atau siswa sehingga menghasilkan satuan biaya pendidikan per-siswa atau per-sekolah. Pendekatan seperti ini sangat bergantung pada dana pemerintah. Kelemahan dari pendekatan ini adalah satuan biaya akan berubah-ubah tergantung pada kemampuan pemerintah.
Keseluruhan fungsi administrasi dan manajemen itu dapat dibagi menjadi dua klasifikasi utama yaitu : (1) fungsi-fungsi organik,yaitu semua fungsi yang mutlak harus dijalankan oleh administrasi dan manajemen. (2) fungsi pelengkap, yaitu semua fungsi yang meskipun tidak mutlak dijalankan oleh organisasi, namun sebaliknya dilaksanakan karena pelaksanaan fungsi-fungsi itu dengan baik akan meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan.
1.      Perencanaan Pembiayaan Pendidikan
Perencaanaan adalah suatu unsur yang esensial dalam proses administrasi (manajemen). Perencanaan adalah fungsi dasar manajemen yang berhubungan dengan masa depan mencakup perubahan dan ketidakpastian maka perencanaan harus dilakukan/ dimulai sebelum pelaksanaan, agar mencapai sesuatu yang efektif pentingnya perencanaan.
Anggaran sebagai rencana manajemen dalam berorganisasi dapat berjalan efektif jika didukung oleh semua tingkatan yaitu dengan mempertimbangkan aspek-aspek perilaku manusia, antara lain :
a. Partisipasi penyusunan anggaran yaitu keikutsertaan semua komponen dalam penyusunan anggaran.
b. Kejelasan sasaran anggaran yaitu sejauh mana anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik sehingga dapat dipahami oleh para pelaksana.
c. Pencapaian sasaran anggaran bisa terwujud dengan syarat sasaran anggaran diterima dengan jelas oleh manajer yang bertanggung jawab untuk pencapaiannya.
d. Keadilan Negara, aspek keadilan dalam tingkat kesulitan  anggaran sesuai dengan teori keadilan.
2. Pelaksanaan Pembiayaan Pendidikan yaitu pengorganisasian pembiayaan pendidikan dan penggerakan pembiayaan pendidikan.
3. Pengendalian pembiayaan pendidikan
Dalam pelaksanaan pendidikan, khususnya pada saat mengelola pembiayaan pendidikan harus memiliki konsep efisiensi dan produktif. Ada 3 konsep produktivitas yang memiliki penekanan berbeda yaitu :
a.      Produktivitas menekan pada pemanfaatan sumber daya, yang sering kali diikuti dengan pengurangan biaya dan rasionalisasi modal, fokus utamanya adalah pada produksi.
b.      Kualitas lebih  menekankan aspek kepuasan pelanggan dan pendapatan. Fokus utamanya adalah customer utility.
c.      Profitabilitas merupakan hasil dari hubungan antara penghasilan (income), biaya, dan modal yang digunakan.
Secara formal, produktivitas adalah suatu ukuran ringkas atas kuantitas dan kualitas kinerja dengan penggunaan sumber daya yang ditetapkan. Ada dua ukuran produktivitas yaitu : (1) ukuran produktivitas parsial dan (2) ukuran produktivitas total. Ukuran produktivitas parsial bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan secara efisien input tunggal, sedangkan ukuran produktivitas total bertujuan untuk menilai efisiensi dari seluruh input. Sekolah yang produktif secara akal sehat adalah sekolah yang “baik” dan “efektif”.

D.    Sumber-Sumber Biaya Pendidikan dan Penggunaanya
Sumber pembiayaan merupakan ketersedian sejumlah uang atau barang dan jasa bagi penyelenggara pendidikan. Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut sangat dirasakan khususnya dalam pelaksanaan MBS yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggung jawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.
Sumber pembiayaan merupakan ketersediaan sejumlah uang atau barang dan jasa yang dinyatakan dalam bentuk uang bagi penyelenggara pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan, pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembahasan manajemen pendidikan karena pembiayaan merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar mengajar di sekolah atau lembaga pendidikan lain bersama komponen-komponen pendukung lainnya.
Dalam teori dan praktek pendanaan pendidikan dikenal beberapa biaya pendidikan:
1.    Biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak lansung (indirect cost) biaya lansung adalah segala pengeluaran yang secara lansung menunjang penyelenggaan pendidikan, biaya tidak lansung adalah pengeluaran yang secara tidak lansung menunjang proses pendidikan tetapi memungkinkan proses pendidikan tersebut terjadi di sekolah, misalnya biaya hidup siswa, biaya transportasi ke sekolah, biaya jajan, biaya kesehatan dan harga kesempatan(oportunitiniti cost).
2.    Biaya pribadi (privet cost) dan biaya sosial (social cost). Biaya pribadi adalah pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau dikenal juga pengeluaran rumah tangga (household expenditure). Biaya sosial adalah biaya yang di keluarkan oleh masyarakat untuk pendidikan baik melalui sekolah maupun melalui pajak yang di himpun oleh pemerintah kemudian disalurkan dan digunakan untuk membiayai pendidikan. Biaya yang dikeluarkan pemerintah pada dasarnya termasuk biaya sosial.
3.    Biaya dalam bentuk uang (moneteri cost) dan bukan uang (non-moneteri cost) dalam kenyataannya, ketiga kategori biaya pendidikan tersebut dapat ”bertumpang tindih” misalnya ada biaya pribadi dan sosial yang bersifat lansung dan tidak lansung serta berupa uang dan bukan uang dan ada juga biaya lansung dan tidak lansung serta biaya pribadi dan sosial yang dalam bentuk uang maupun bukan uang.
Menurut Mulyasa (2004: 48), sumber pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan kepada tiga sumber, sumber-sumber tersebut antara lain:
1.     Pemerintah (pemerintah pusat dan daerah).
2.     Orang tua/ peserta didik.
3.     Masyarakat.
Dalam UU Nomor 20 tahun 2003, pendanaan pendidikan sudah diatur secara khusus dalam Bab XIII:
a.      Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat.
b.     Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
c.      Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
1.     Pembiayaan dari pemerintah.
Sumber utama pembiayaan pendidikan adalah dari pemerintah, baik dari Pemerintah Pusat maupun dari Pemerintah Daerah. Sumber Dari Pemerintah Pusat dan Daerah berupa APBN dan APBD melalui DAU dan DAK, dana BOS dan block grant. Sumber-sumber pendapatannya berasal dari:
a.      Sumber daya alam, seperti hasil dari eksplorasi tambang emas, minyak, gas, batu bara, hasil hutan, hasil kelautan dan sebagainya.
b.     Hasil industri/ perusahaan BUMN, BUMD, industri, pariwisata dan sebagainya.
c.      Pajak bumi dan bangunan, kekayaan, penghasilan perorangan, pendapatan penjualan, kendaraan bermotor dan sebagainya.
Saat ini, pembiayaan pendidikan oleh Negara Indonesia dari APBN adalah 20% dan program- program bantuan pemerintah untuk sekolah ataupun untuk siswa sudah banyak yang dicanangkan. Khusus untuk Daerah Aceh, Pengalokasian dana bagi pendidikan dirasakan sudah sangat baik dan maksimal. Hal tersebut terlihat pada perhatian yang sangat tinggi dari pemerintah Aceh melalui Qanun Nomor 5 Pasal 17 tahun 2008 yang menyatakan bahwa:
  1. Pengelolaan tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi yang merupakan pendapatan dalam APBA untuk pendidikan.
  2. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus yang merupakan pendapatan dalam APBA untuk pendidikan.
  3. Pengaturan alokasi dana pendidikan antara Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/ kota.
  4. Penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan yang berwawasan keunggulan sesuai kewenangannya.
  5. Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.
  6. Bantuan dana pendidikan kepada satuan dan/ atau lembaga pendidikan tinggi yang dilakukan secara langsung dalam bentuk hibah (block grant).

Dalam penjelasan Qanun No. 5 tahun 2008 diperjelas lagi bahwa dari semua dana bagi hasil minyak dan bumi di tingkat provinsi, maksimal 40% dialokasikan untuk pendidikan, sedangkan di tingkat kabupaten/ kota maksimal 60%. Mengenai besarnya dana untuk pendidikan dijelaskan dalam BAB XI tentang Pendanaan Pendidikan, pasal (43) yang menegaskan:
a.      Pendanaan pendidikan di Aceh merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat.
b.     Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/ kota memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja kabupaten/kota (APBK) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan di Aceh. Pemerintah Aceh akan memberikan tunjangan khusus kepada kelompok ini. Keputusan itu tertulis pada Pasal (38) ayat (2): Setiap guru yang bertugas di daerah terpencil atau di sekolah luar biasa (SLB) memperoleh tunjangan khusus yang besarannya ditetapkan dalam keputusan Gubernur.

Berdasarkan peraturan-peraturan pemerintah yang telah disebutkan di atas, tunjangan untuk pendidikan seharusnya sudah cukup memadai. Namun karena pelaksanaannya yang belum tepat, pendidikan kita dapat dikatakan masih ketinggalan jika dibandingkan dengan Negara lain. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, dan masih banyaknya kebocoran dana pendidikan di mana-mana dan system yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga target pendidikan yang seharusnya sudah berkembang dengan cepat, dirasakan sekarang hanya berjalan dengan lambat.
2.     Orang Tua/ keluarga
Pembiayaan dari orang tua atau keluarga biasanya dapat berupa SPP, iuran komite dan biaya pengembangan peserta didik secara pribadi.
3.     Masyarakat
Biaya yang berasal dari masyarakat berupa sumbangan dari perorangan, lembaga, kelompok pengusaha, penyandang modal dan sebagainya.


4.     Sumber sumber lainnya
Sumber-sumber lainnya dari biaya pendidikan dapat diperoleh dari bantuan luar negri, pinjaman dari Negara lainnya, pemberian  block grant/ hibah dari lembaga-lembaga asing ataupun bantuan dalam negeri berbentuk yayasan dan swadana yayasan bakti sosial maupun yayasan lainnya.
Sumber-sumber pendanaan pendidikan harus ditentukan berdasarkan atas prinsip keadilan, kecukupan dan keberlangsungan (Pasal 47 ayat 1 UU Sisdiknas). Keadilan yang sebenarnya adalah keadilan proporsional dinamis yaitu setiap penyumbang atau yang berkewajiban membiayai pendidikan seharusnya sesuai dengan kondisi ekonominya. Kecukupan yang dimaksud adalah dana yang dihimpun untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai mutu yang diharapkan dan sesuai dengan standar pendidikan nasional. Sedangkan berkelanjutan memiliki makna bahwa pendidikan dilaksanakan secara terus-menerus dengan sumber dana yang juga terus mengalir dan tidak pernah berhenti.
Dalam pengelolaannya, dana pendidikan harus digunakan secara efektif dan efisien. Adapun faktor utama dalam menentukan tingkat keefesienannya adalah dalam penggunaan uang, proses kegiatan pendidikan, dan hasil kegiatan yang telah dilakukan. Penggunaan dana secara efektif adalah jika dengan dana tersebut, tujuan dari kegiatan pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dapat dicapai dengan relatif sempurna.

E.    Pengalokasian Dana Pendidikan
Permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia adalah pemerataan, mutu, relevansi,  efektivitas manajemen, dan manajemen pendidikan yang semuanya terkendala pada penggunaan anggaran/ biaya yang dikeluarkan dan yang dilaksanakan setengah sentralistik dan setengah otonomi, dipandang kurang mendorong terjadinya demokratisasi pengelolaan pendidikan, terutama dalam kebutuhan pembiayaan pendidikan di daerah, sekolah, peserta didik dan pengelola pendidikan.
Kebutuhan dana untuk kegiatan operasional secara rutin dan pengembangan program pendidikan secara berkelanjutan sangat dirasakan setiap pengelola lembaga pendidikan. semakin banyak kegiatan yang dilakukan maka semakin banyak dana yang dibutuhkan. Untuk itu kreativitas setiap pengelola pendidikan dalam menggali dana dari berbagai sumber akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan program pendidikan baik rutin maupun pengembangan di lembaga yang bersangkutan.
Tujuan Manajemen Keuangan Pendidikan:
·       Dalam perspektif administrasi publik, tujuan manajemen keuangan pendidikan adalah membantu pengelolaan sumber keuangan organisasi pendidikan serta menciptakan mekanisme pengendalian yang tepat, bagi pengambilan keputusan keuangan yang dalam pencapaian tujuan organisasi pendidikan yang transparan, akuntabel dan efektif.
·       Pengendalian yang baik terhadap administrasi manajemen keuangan pendidikan akan memberikan pertanggungjawaban sosial yang baik kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder)
Untuk itu, dibutuhkan informasi tentang sumber-sumber pembiayaan pendidikan agar biaya yang ada dapat digunakan secara efisien dan efektif dalam pengelolaan biaya pendidikan di Indonesia.
F.     Efisiensi dan Efektivitas Pembiayaan Pendidikan
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relatif terhadap harganya. Dalam dunia pendidikan, suatu pendidikan yang efisien dan efektif cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien dengan pengelolaan yang efektif. Program pendidikan yang efektif dan efisien adalah mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan tercapai tujuan yang tidak mengalami hambatan.
1.     Efektivitas
Efektif adalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi (characterized by qualitative outcomes). Manajemen pembiayaan dikatakan memenuhi prinsip efektif apabila kegiatan yang dilakukan dapat mengatur biaya aktivitas dalam rangka mencapai tujuan kualitatif outcomes sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Efektivitas biaya adalah kemampuan mencapai sasaran dan target sesuai dengan yang direncanakan.
Prinsip-prinsip untuk menilai efektivitas adalah:
a.      Menilai efektivitas yang berkaitan dengan problem tujuan dan alat untuk memproses input menjadi output.
b.     Sistem yang dibandingkan harus sama/ homogeny. Misalnya tingkat pendidikan, kecakapan, sosial ekonomi dan sebagainya.
c.      Mempertimbangkan semua output. Misal jumlah siswa lulus dan kualitas kelulusan.
d.     Korelasi diharapkan bersifat kualitas, hubungan antara alat proses dan output harus berkualitas.
2.     Efisiensi
Efisiensi adalah kemampuan menggunakan biaya dengan baik dan tepat. Pembiayaan dikatakan efisien manakala pencapaian sasaran atau target diperoleh dengan pengorbanan yang lebih kecil atau dengan biaya yang minimum.
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiencycharacterized by quantitif uotputs”. Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan kuadran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya, perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a.      Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga, dan biaya. Kegiatan ini dapat dikatan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga, dan biaya sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
b.     Dilihat dari segi hasil kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan masyarakat secara memuaskan dengan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. Dalam dunia pendidikan, terdapat beberapa model Pembiayaan:
1.     Model Dana Bantuan Murni (Flat Grant Model). Merupakan uang bantuan negara yang dibagikan pada sekolah di daerah tanpa memperhitungkan pertimbangan kemampuan pembayaran pajak daerah setempat, yang didasarkan pada jumlah siswa yang harus dididik.
2.     Model Landasan Perencanaan (Foundation Plan Model)
Negara tanpa mempertimbangkan kekayaan & pajak daerah memberikan dana kepada daerah yang miskin lebih banyak untuk setiap siswanya dibandingkan dengan daerah yang makmur. Tujuannya adalah untuk menjaga sekolah dari kehancuran lebih parah (pada daerah yang miskin).
3.     Model Perencanaan Pokok Jaminan Pajak (Guaranted Tax Base Plan)
Model ini dibatasi dengan menentukan penafsiran penilaian per siswa yang menjadi jaminan negara diperuntukkan bagi wilayah sekolah setempat. Bantuan negara menjadi berbeda antara apa yang diterima daerah per-siswa dengan jaminan negara per-siswa. Pembagian presentasenya sangat tinggi di sekolah distrik yang miskin, dan rendah di sekolah distrik yang kaya/ sejahtera.
4.     Model Persamaan Persentase (Persentage Equalizing Model)
Model ini dikembangkan tahun 1920-an, lebih banyak memberikan sumbangan yang dibutuhkan pada tiap murid & guru ke daerah-daerah yang kurang makmur. Dalam program yang sama, jumlah pembayaran yang disetujui dihitung bagi setiap siswa, tiap guru, atau bagian lain yang di butuhkan. Jumlah yang diperlukan berubah-ubah tiap bagian sesuai keperluan.
5.     Model Perencanaan Persamaan Kemampuan (Power Equalizing Plan)
Model ini menghendaki distrik yang kaya membayar pajak sekolah yang dikumpulkan kembali ke negara. Selanjutnya negara menggunakan uang dari sekolah distrik yang kaya itu untuk meningkatkan bantuan sekolah pada distrik yang lebih miskin.
6.     Model Pendanaan Negara Sepenuhnya (Full State Funding Model)
Model ini merupakan rencana yang dirancang untuk mengeliminir perbedaan local dalam hal pembelanjaan dan perpajakan. Pendanaan sekolah akan dikumpulkan ditingkat negara dan diberikan ke sekolah distrik dengan dasar yang sama. Asas keadilan tentang perlakuan terhadap siswa dan pembayar pajak, serta pembiayaan pendidikan berdasarkan tingkat kekayaan yang dimiliki. Untuk menghindari banyaknya anak pada masyarakat miskin meninggalkan pendidikan sehingga muncul masalah pengangguran dan kesejahteraan bagi generasi penerusnya.
7.     Model Sumber Pembiayaan (The Resources Cost Model)
Model ini dikembangkan Hambers dan Parrish yang menyediakan suatu proses penentuan pembiayaan pendidikan yang mencerminkan kebutuhan berbeda dari kondisi ekonomi di setiap daerah. Model ini tidak bersangkutan dengan pendapatan pajak maupun kekayaan suatu daerah.
8.     Model Surat Bukti/ Penerimaan (Models of Choice and Voucher Plans)
Model ini memberikan dana untuk pendidikan langsung kepada individu atau institusi rumah tangga berdasarkan permintaan pendidikan. Mereka diberikan surat bukti penerimaan dana untuk bersekolah melalui sistem voucher yang mencerminkan subsidi langsung kepada pihak yang membutuhkan yaitu murid.
9.     Model Rencana Bobot Siswa (Weight Student Plan). Adalah model yang mempertimbangkan siswa-siswa berdasarkan proporsinya. Contoh siswa yang cacat, siswa program kejuruan atau siswa yang pandai dua bahasa.
10.   Model Berdasarkan Pengalaman (Historic Funding). Model ini sering disebut Incrementalism, dimana biaya yang diterima satu sekolah mengacu pada penerimaan tahun yang lalu, dengan hanya penyesuaian.
11.  Model Berdasarkan Usulan (Bidding Model). Model ini sekolah mengajukan usulan pada sumber dana dengan berbagai acuan, kemudian sumber dana meneliti usulan yang masuk, dan menyesuaikan dengan kriteria.
12.  Model Berdasarkan Kebijaksanaan (Descretion Model). Model ini penyandang dana melakukan studi terlebih dahulu untuk mengetahui komponen-komponen apa yang perlu dibantu berdasarkan prioritas pada suatu tempat dari hasil eksplorasinya.
Dalam perkembangan perencanaan dan penggunaan pembiayaan pendidikan dikenal model:
1.     Model Sentralistik, model ini menggunakan dua program yaitu pembangunan dan rutin.
2.     Model Desentralisasi. Perencanaan pembiayaan dilakukan di tingkat pusat dan daerah.
Bentuk-bentuk dana pusat dan daerah:
1.     Dana alokasi umum bersifat Blok Grant untuk mengatasi masalah ketimpang horizontal.
2.     Dana bagi hasil dana pertimbangan untuk mengetasi masalah ketimpangan vertical.
3.     Dana alokasi khusus sifatnya khusus atau Spesific Grant untuk memenuhi biaya khusus
4.     Dana kontijensi adalah dana bantuan bagi daerah yang kekurangan anggaran dari DAU dan bagi hasil.


Biaya operasi satuan pendidikan meliputi:
·       Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.
·       Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai.
·       Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Biaya dan ekonomi pendidikan merupakan komponen yang sagat penting dalam penyelenggarakan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan biaya. dalam konteks perencanaan pendidikan pembiayaan pendidikan baik pada tingkat makro maupun pada tingkat mikro sangatlah di perlukan, berdasarkan pemahaman ini, dapatlah di kembangkan kebijakan pembiayaan pendidikan yang lebih tepat serta mengarah pada pencapaian tujuan.
Pada era otonomi sekarang ini, alokasi dana atau perhatian dari pemerintah sudah dirasakan cukup. Namun, masih banyak persoalan-persoalan pendidikan lainnya yang turut mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia saat ini. Perhatian di bidang pendidikan moral merupakan suatu hal yang sangat penting. Karena dengan moral yang tinggi, suatu bangsa akan dapat membangun dirinya ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan harapan.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Masalah pembiayaan harus di pecahan secara bersama, jika ingin mendapatkan peluang yang maksimal bagi semua penyelenggara pendidikan agar dapat berkembang. Pembiayaan mandiri merupakan cara pemecahan yang sangat hakiki bagi penyelenggara pendidikan yang benar-benar ingin berkembang dan keluar dari masalah pembiayaan. Jika berkaitan dengan masalah pendanaan, maka sebaiknya menggunakan sistem manajemen terbuka agar semua keadaan lembaga pendidikan yang baik dan buruk dapat diketahui dengan cepat dan dapat dicari solusi terbaik
B.    Saran
Sumber pembiayaan pendidikan yang melimpah tidak menjadi jaminan bagi peningkatan mutu. Jika penggunaan dana tidak direncanakan, salah sasaran, salah pengelolaan, tidak ada pengawasan, akuntabilitas rendah, sanksi yang tidak tegas yang diberikan bagi penyeleweng, ketimpangan dalam dunia pendidikan akan selalu terjadi yang mengakibatkan tidak tepatnya sasaran pendidikan. Karena itu, pendidikan moral dirasakan sangat penting ditanamkan guna menghindari penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2009. Sekilas tentang qanun penyelenggaraan pendidikan di Aceh. http://www.idlo.org/docNews/308DOC1.pdf.
Arifin, Anwar. 2006. Format Baru Pengelolaan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Fattah, Nanang. 2004. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hamadah, Zulfiah. 2003. Sumber-Sumber, Efisiensi dan Efektivitas pembiayaan Pendidikan.
Hasbullah. 2007. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT. RjaGrafindo Persada.
Kotler, Philip and Karen F.A. Fox. 1985. Strategic Marketing for Educational Institutions. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Mulyasa, E. 2004. Manajemen Berbasis sekolah. Bandung: PT. Remaja Rodakarya.
Mutrofin (1996). Pendidikan, Ekonomi dan SDM Produktif Transformasi Pendidikan di Indonesia dan Tantangannya di masa depan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
Ruslan, Agus. Dana Pendidikan Si Amerika Serikat. http://re-searchengines.com/agusruslan2-6-07-3.html
Samroni, Imam. 2009. Mewaspadai inflasi biaya pendidikan. http://imamsamroni.wordpress.com/2009/08/31/mewaspadai-inflasi-biaya-pendidikan/.
Sholeh, Munawar. 2007. Cita-Cita Realita Pendidikan. Jakarta: Institute for Public Education.
Supriadi. 2003. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Thomas, J. Alan, tt. The Productive School. New York:  Jhon Wiley dan Sons, Inc.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 2006. UU RI No. 20 Tahun 2003. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar