BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada zaman pasca modern atau globalisasi
sekarang ini, sebagian manusia cenderung mengutamakan kesejahteraan materi
dibandingkan kesejahteraan rohani, bidang ekonomi menjadi perhatian yang sangat
besar, tidak banyak orang yang mementingkan peningkatan spiritual. Kecendrungan
tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh perkembangan budaya terutama dalam
bidang teknologi, kesenian, dan pariwisata serta ekonomi, berbagai produk baru
yang semakin canggih ditawarkan, dan hal-hal yang lain yang berkenaan dengan
perekonomian sehingga situasi seperti ini membuat kebanyakan orang berusaha
mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya.
Masalah pendidikan
sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari masalah ekonomi. Baik secara langsung
maupun tidak langsung, kontribusi pendidikan terhadap ekonomi dan pembangunan
harus diakui. Dengan demikian, tidak
selamanya pendidikan dianggap sebagai konsumsi atau pembiayaan. Sudah saatnya
pendidikan harus dipandang sebagai investasi, yang secara jangka panjang
kontribusinya dapat dirasakan.
Suatu
lembaga akan dapat berfungsi dengan baik jika memiliki sistem manajemen yang
didukung oleh SDM, dana dan sarana-prasarana. Sekolah sebagai satuan pendidikan
juga harus memiliki tenaga (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga
administratif, laboran, pustakawan, dan teknisi sumber belajar), sarana dan
prasarana, serta biaya yang mencakup biaya investasi (biaya untuk keperluan
pengadaan tanah, pengadaan bangunan, alat pendidikan, termasuk buku-buku dan
biaya operasional, baik untuk personil maupun nonpersonil). Biaya untuk
personil antara lain untuk kesejahteraan dan pengembangan profesi, sedangkan
untuk biaya nonpersonil berupa pengadaan bahan dan ATK, pemeliharaan dan untuk kegiatan
pembelajaran.
Suatu
sekolah untuk memiliki tenaga kependidikan yang berkualitas dengan jumlah yang
mencukupi kebutuhan memerlukan biaya rekruitmen, penempatan, penggajian,
pendidikan dan latihan, serta mutasi. Dalam usaha pengadaan sarana dan
prasarana untuk menunjang proses pembelajaran tentu saja diperlukan dana yang
tidak sedikit, bahkan setelah diadakan maka diperlukan dana untuk perawatan,
pemeliharaan, dan pendayagunaannya. Meskipun ada tenaga, ada sarana dan
prasarana, untuk memanfaatkan dan mendayagunakan secara optimal perlu biaya
operasional baik untuk bahan dan ATK habis pakai, biaya pemeliharaan, maupun
pengembangan personil agar menguasai kompetensi yang dipersyaratkan. Dari
uraian di atas jelas bahwa untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah tentu
saja sangat memerlukan biaya dalam setiap kegiatannya.
Biaya
pendidikan merupakan komponen sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan biaya. Dalam konteks
perencaaan pendidikan, pemahaman tentang anatomi dan problematika pembiayaan
pendidikan sangat diperlukan. Berdasarkan pemahaman ini, dapat dikembangkan
kebijakan pembiayaan pendidikan yang lebih tepat dan adil serta mengarah pada
pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif.
Pasal
46 Undang-Undang No.20 Tahun 2003, menyatakan pendanaan pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
masyarakat . Terhadap pencapaian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan
UNDP, menunjukan bahwa pembiayaan pendidikan di suatu Negara terbukti dapat
memberikan pengaruh sangat positif dan signifikan terhadap kinerja pendidikan
nasional. Dampak rendahnya anggaran pendidikan di Indonesia adalah tidak
meratanya kesempatan belajar bagi anak-anak Indonesia, khususnya anak-anak dari
keluarga miskin dan kurang mampu.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas , maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa
Landasan Ekonomi dalam pendidikan ?
2.
Bagaimana
sistem pembiayaan pendidikan?
3.
Darimana
sumber-sumber biaya dan penggunaanya?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Peran Ekonomi Dalam
Pendidikan
Pemerintah
Indonesia mengutamakan pembangunan ekonomi. Kalau dahulu alasannya ekonomi
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, maka kini di samping alasan
itu, ekonomi juga dirasakan sangat penting agar tidak kalah bersaing dengan
negara lain dalam era globalisasi saat ini. Berbagai kebijaksanaan dan
peraturan baru dibuat. Frekuensi munculnya kebijaksanaan dan peraturan-peraturannya
ini cukup banyak dan jelas berbeda sekali dengan frekuensi munculnya kebijakan
dan peraturan-peraturan baru di bidang lain.
Akan tetapi karena banyaknya kebijaksanaan dan peraturan yang dibuat, maka
banyak sekali timbul ketidak harmonisan antar para pengusaha dalam menjalankan
roda ekonomi yang berdampak pada krisis ekonomi berkepanjangan. Oleh sebab itu
di era globalisasi sekarang ini, dalam keterpurukan ekonomi di Indonesia
diharapkan dapat diterapkan kebijaksanaan dan peraturan yang baru untuk
memperbaiki perekonomian bangsa sehingga rakyat yang menderita dapat dengan
segera menikmati hasil perekonomian kita yang mapan di masa yang akan datang,
baik bagi perekonomian yang bersifat makro maupun mikro.
Perkembangan lain yang
sangat menggembirakan adalah terlaksananya sistem ganda dalam dunia pendidikan,
hal ini berlangsung baik di lembaga pendidikan yaitu kerjasama sekolah dengan
pihak usahawan dalam proses belajar mengajar. Kemajuan pembangunan perekonomian
secara makro dapat juga berdampak timbulnya sekolah-sekolah unggul yang
memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap karena dibiayai dan dimiliki oleh
mayoritas orang-orang yang perekonomiannya mapan. Walaupun kebijakan dan
program sekolah ini tidak sama dengan yang lain, diharapkan agar tidak terdapat
pilih-kasih dalam menerima para siswa, artinya calon siswa dari latar belakang manapun
hendaklah dapat diberikan kesempatan dalam menempuh pendidikan di sekolah
unggulan tersebut dan yang paling penting adalah dapat menghasilkan output yang bermutu serta tidak
menyimpang dengan tujuan pendidikan nasional Negara kita.
Menurut Mutrofin (1996), negara-negara maju
hubungannya antara pendidikan dengan pembangunan ekonomi sangatlah jelas,
dimana sistem pendidikan diorientasikan kepada kebutuhan ekonomi yang didasari
pada teknologi tinggi, fleksibilitas dan mobilitas angkatan kerja. Dalam masa
pembangunan di Negara kita sekarang ini, pengembangan ekonomi mendapat tempat
strategis, dengan munculnya Link and Match, kebijaksanaan ini meminta dunia
pendidikan menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang sesuai dengan pasaran kerja,
mencakup mutu, dan jumlah serta jenisnya.
B. Ekonomi Pendidikan
Peranan ekonomi dalam pendidikan cukup
menentukan tetapi bukan sebagai pemegang peranan penting. Fungsi ekonomi dalam
pendidikan adalah menunjang kelancaran proses pendidikan, bukan merupakan modal
yang dikembangkan dan juga mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Disini peran
ekonomi dalam sekolah juga merupakan salah satu bagian dari sumber pendidikan
yang membuat anak mampu mengembangkan afeksi, psikomotoris, dan
kognisi, juga peran lain sebagai materi pelajaran dalam masalah ekonomi dalam kehidupan manusia.
Dalam memajukan dunia pendidikan tidak terlepas dari sumber dana pendidikan,
baik dari pemerintah, lembaga-lembaga sosial dan masyarakat. Setelah dana ini
diperoleh harus dikelola secara professional, baik dengan SP4 (Sistem
Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran) dan dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan kebutuhan yang sah.
Kegunaan ekonomi dalam pendidikan adalah :
1.
Untuk membeli keperluan
pendidikan yang tak dapat dibuat sendiri seperti prasarana dan sarana, media,
alat peraga dan sebagainya.
2.
Membiayai semua perlengkapan gedung, seperti
air, listrik telpon.
3.
Membayar jasa dari
segala kegiatan pendidikan, dan meningkatkan motivasi kerja serta meningkatkan
gairah kerja para personalia pendidikan.
C. Pembiayaan Pendidikan
Dalam
perspektif politik, sebelum berlakunya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, sistem pendidikan Nasional mengacu pada UU No. 2 tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana pendanaan tidak diatur secara
khusus. Namun, dalam UU No. 20 tahun 2003, Pembiayaan Pendidikan sudah diatur
secara khusus dalam Bab XIII.
Dalam mengelola dan
merencanakan sumber dana maka ada tiga macam perencanaan biaya pendidikan
yaitu:
1.
Perencanaan secara tradisional, yaitu merencanakan
masing-masing pendidikan, masing-masing pendidikan tersebut ditentukan
biayanya.
2.
SP4, pengaturan jenis-jenis kegiatan dalam
pendidikan diatur dalam sistem, alokasi dana disusun berdasarkan realita dan
semua kegiatan ditujukan pada pencapaian target pendidikan.
3.
ZBB (Zero
Base Budgeting), hanya diatur untuk satu tahun anggaran.
Biaya merupakan harga
sumber daya yang dikonsumsi untuk mencapai tujuan. Dalam pembentukan biaya pada setiap kegiatan
haruslah memperhatikan:
1.
Perubahan harga di
pasar, dan perubahan jumlah barang yang diperlukan.
2.
Pertambahan jumlah
siswa, dan peningkatan standar pendidikan
3.
Tingkat umur peserta
didik.
Secara filosofis, pendidikan adalah
sebagai penerang, pembebas dari kemiskinan dan berbagai belenggu lainnya.
Proses pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu
bentuk konsumsi semata-mata, namun juga merupakan suatu investasi.
Pusat perhatian mendasar konsep ekonomi
adalah bagaimana mengalokasikan sumber-sumber yang terbatas untuk mencapai
tujuan yang beraneka ragam yang mungkin tak terhingga jumlahnya. Pertimbangan
ekonomis didasarkan pada kemampuan anggaran, sedangkan pertimbangan politis
didasarkan pada tujuan masyarakat secara menyeluruh (Fattah, 1999). Masalah
efisiensi dan relevansi berkaitan langsung dengan pendidikan. Konsep pembiayaan
harus dilihat dari segi kualitasnya, dimana setiap upayanya dan pengorbanan
yang diberikan untuk suatu tindakan dapat memberikan hasil yang lebih tinggi
dan bermutu.
Biasanya biaya-biaya pendidikan
diselidiki secara detil dengan menekankan perbedaan antara biaya sosial dan
pribadi, dan antara total, rata-rata dan biaya marginal. Biaya pribadi dipikul
oleh unit rumah tangga, sedangkan biaya sosial meliputi biaya-biaya pribadi dan
biaya yang menyangkut antar anggota masyarakat secara luas.
Pendekatan yang digunakan selama ini
adalah seluruh biaya yang dianggarkan oleh pemerintah dibagi dengan jumlah
sekolah atau siswa sehingga menghasilkan satuan biaya pendidikan per-siswa atau
per-sekolah. Pendekatan seperti ini sangat bergantung pada dana pemerintah.
Kelemahan dari pendekatan ini adalah satuan biaya akan berubah-ubah tergantung
pada kemampuan pemerintah.
Keseluruhan
fungsi administrasi dan manajemen itu dapat dibagi menjadi dua klasifikasi
utama yaitu : (1) fungsi-fungsi organik,yaitu
semua fungsi yang mutlak harus dijalankan oleh administrasi dan manajemen. (2) fungsi pelengkap, yaitu semua fungsi
yang meskipun tidak mutlak dijalankan oleh organisasi, namun sebaliknya
dilaksanakan karena pelaksanaan fungsi-fungsi itu dengan baik akan meningkatkan
efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan.
1.
Perencanaan
Pembiayaan Pendidikan
Perencaanaan
adalah suatu unsur yang esensial dalam proses administrasi (manajemen). Perencanaan
adalah fungsi dasar manajemen yang berhubungan dengan masa depan mencakup
perubahan dan ketidakpastian maka perencanaan harus dilakukan/ dimulai sebelum
pelaksanaan, agar mencapai sesuatu yang efektif pentingnya perencanaan.
Anggaran
sebagai rencana manajemen dalam berorganisasi dapat berjalan efektif jika didukung
oleh semua tingkatan yaitu dengan mempertimbangkan aspek-aspek perilaku
manusia, antara lain :
a.
Partisipasi penyusunan anggaran yaitu keikutsertaan semua komponen dalam penyusunan
anggaran.
b.
Kejelasan sasaran anggaran yaitu sejauh mana anggaran ditetapkan secara jelas
dan spesifik sehingga dapat dipahami oleh para pelaksana.
c.
Pencapaian sasaran anggaran bisa terwujud dengan syarat sasaran anggaran
diterima dengan jelas oleh manajer yang bertanggung jawab untuk pencapaiannya.
d.
Keadilan Negara, aspek keadilan dalam tingkat kesulitan anggaran sesuai dengan teori keadilan.
2.
Pelaksanaan Pembiayaan Pendidikan yaitu pengorganisasian pembiayaan pendidikan
dan penggerakan pembiayaan pendidikan.
3. Pengendalian
pembiayaan pendidikan
Dalam
pelaksanaan pendidikan, khususnya pada saat mengelola pembiayaan pendidikan
harus memiliki konsep efisiensi dan produktif. Ada 3 konsep produktivitas yang memiliki
penekanan berbeda yaitu :
a.
Produktivitas menekan pada
pemanfaatan sumber daya, yang sering kali diikuti dengan pengurangan biaya dan
rasionalisasi modal, fokus utamanya adalah pada produksi.
b.
Kualitas lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan dan
pendapatan. Fokus utamanya adalah customer utility.
c.
Profitabilitas merupakan hasil dari
hubungan antara penghasilan (income), biaya, dan modal yang digunakan.
Secara
formal, produktivitas adalah suatu ukuran ringkas atas kuantitas dan kualitas
kinerja dengan penggunaan sumber daya yang ditetapkan. Ada dua ukuran produktivitas yaitu : (1)
ukuran produktivitas parsial dan (2) ukuran produktivitas total. Ukuran
produktivitas parsial bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan secara efisien
input tunggal, sedangkan ukuran produktivitas total bertujuan untuk menilai
efisiensi dari seluruh input. Sekolah yang produktif secara akal sehat adalah
sekolah yang “baik” dan “efektif”.
D.
Sumber-Sumber
Biaya Pendidikan dan Penggunaanya
Sumber pembiayaan
merupakan ketersedian sejumlah uang atau barang dan jasa bagi penyelenggara
pendidikan. Keuangan dan pembiayaan merupakan
salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi
pengelolaan pendidikan. Hal tersebut sangat dirasakan khususnya dalam
pelaksanaan MBS yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggung jawabkan pengelolaan dana
secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.
Sumber pembiayaan merupakan ketersediaan
sejumlah uang atau barang dan jasa yang dinyatakan dalam bentuk uang bagi
penyelenggara pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan, pembiayaan
merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam pembahasan manajemen pendidikan karena pembiayaan merupakan
komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses
belajar mengajar di sekolah atau lembaga pendidikan lain bersama
komponen-komponen pendukung lainnya.
Dalam teori dan praktek pendanaan
pendidikan dikenal beberapa biaya pendidikan:
1. Biaya
langsung (direct cost) dan biaya
tidak lansung (indirect cost) biaya
lansung adalah segala pengeluaran yang secara lansung menunjang penyelenggaan
pendidikan, biaya tidak lansung adalah pengeluaran yang secara tidak lansung
menunjang proses pendidikan tetapi memungkinkan proses pendidikan tersebut
terjadi di sekolah, misalnya biaya hidup siswa, biaya transportasi ke sekolah,
biaya jajan, biaya kesehatan dan harga kesempatan(oportunitiniti cost).
2. Biaya
pribadi (privet cost) dan biaya
sosial (social cost). Biaya pribadi
adalah pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau dikenal juga pengeluaran
rumah tangga (household expenditure).
Biaya sosial adalah biaya yang di keluarkan oleh masyarakat untuk pendidikan
baik melalui sekolah maupun melalui pajak yang di himpun oleh pemerintah kemudian
disalurkan dan digunakan untuk membiayai pendidikan. Biaya yang dikeluarkan
pemerintah pada dasarnya termasuk biaya sosial.
3. Biaya
dalam bentuk uang (moneteri cost) dan
bukan uang (non-moneteri cost) dalam
kenyataannya, ketiga kategori biaya pendidikan tersebut dapat ”bertumpang
tindih” misalnya ada biaya pribadi dan sosial yang bersifat lansung dan tidak
lansung serta berupa uang dan bukan uang dan ada juga biaya lansung dan tidak
lansung serta biaya pribadi dan sosial yang dalam bentuk uang maupun bukan
uang.
Menurut Mulyasa (2004: 48), sumber
pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan kepada
tiga sumber, sumber-sumber tersebut antara lain:
1. Pemerintah
(pemerintah pusat dan daerah).
2. Orang
tua/ peserta didik.
3. Masyarakat.
Dalam UU Nomor 20 tahun 2003, pendanaan
pendidikan sudah diatur secara khusus dalam Bab XIII:
a.
Pendanaan pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat.
b. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan,
kecukupan, dan keberlanjutan.
c.
Pengelolaan dana pendidikan
berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas
publik.
1. Pembiayaan
dari pemerintah.
Sumber utama pembiayaan pendidikan adalah dari
pemerintah, baik dari Pemerintah Pusat maupun dari Pemerintah Daerah. Sumber
Dari Pemerintah Pusat dan Daerah berupa APBN dan APBD melalui DAU dan DAK, dana
BOS dan block grant. Sumber-sumber
pendapatannya berasal dari:
a.
Sumber daya alam, seperti hasil
dari eksplorasi tambang emas, minyak, gas, batu bara, hasil hutan, hasil
kelautan dan sebagainya.
b.
Hasil industri/ perusahaan
BUMN, BUMD, industri, pariwisata dan sebagainya.
c.
Pajak bumi dan bangunan,
kekayaan, penghasilan perorangan, pendapatan penjualan, kendaraan bermotor dan
sebagainya.
Saat ini, pembiayaan pendidikan oleh Negara Indonesia dari
APBN adalah 20% dan program- program bantuan pemerintah
untuk sekolah ataupun untuk siswa sudah banyak yang dicanangkan. Khusus untuk Daerah Aceh, Pengalokasian dana bagi
pendidikan dirasakan sudah sangat baik dan maksimal. Hal tersebut terlihat pada
perhatian yang sangat tinggi dari pemerintah Aceh melalui Qanun Nomor 5 Pasal
17 tahun 2008 yang menyatakan bahwa:
- Pengelolaan tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi yang merupakan pendapatan dalam APBA untuk pendidikan.
- Pengelolaan Dana Otonomi Khusus yang merupakan pendapatan dalam APBA untuk pendidikan.
- Pengaturan alokasi dana pendidikan antara Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/ kota.
- Penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan yang berwawasan keunggulan sesuai kewenangannya.
- Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.
- Bantuan dana pendidikan kepada satuan dan/ atau lembaga pendidikan tinggi yang dilakukan secara langsung dalam bentuk hibah (block grant).
Dalam penjelasan Qanun No. 5 tahun 2008 diperjelas lagi bahwa dari
semua dana bagi hasil minyak dan bumi di tingkat provinsi, maksimal 40% dialokasikan
untuk pendidikan, sedangkan di tingkat kabupaten/ kota maksimal 60%. Mengenai
besarnya dana untuk pendidikan dijelaskan dalam BAB XI tentang Pendanaan Pendidikan,
pasal (43) yang menegaskan:
a.
Pendanaan
pendidikan di Aceh merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota,
dan masyarakat.
b. Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/ kota memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja kabupaten/kota (APBK) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan di Aceh. Pemerintah Aceh akan memberikan tunjangan khusus
kepada kelompok ini. Keputusan itu tertulis pada Pasal (38) ayat (2): Setiap guru yang bertugas di daerah terpencil atau di sekolah luar
biasa (SLB) memperoleh
tunjangan khusus yang besarannya ditetapkan
dalam keputusan Gubernur.
Berdasarkan peraturan-peraturan pemerintah yang telah disebutkan
di atas, tunjangan untuk pendidikan seharusnya sudah cukup memadai. Namun
karena pelaksanaannya yang belum tepat, pendidikan kita dapat dikatakan masih
ketinggalan jika dibandingkan dengan Negara lain. Banyak faktor-faktor yang
mempengaruhinya, seperti kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan, dan masih banyaknya kebocoran dana pendidikan di mana-mana dan
system yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga target pendidikan
yang seharusnya sudah berkembang dengan cepat, dirasakan sekarang hanya
berjalan dengan lambat.
2. Orang
Tua/ keluarga
Pembiayaan dari
orang tua atau keluarga biasanya dapat berupa SPP, iuran komite dan biaya
pengembangan peserta didik secara pribadi.
3. Masyarakat
Biaya yang
berasal dari masyarakat berupa sumbangan dari perorangan, lembaga, kelompok
pengusaha, penyandang modal dan sebagainya.
4. Sumber
sumber lainnya
Sumber-sumber lainnya
dari biaya pendidikan dapat diperoleh dari bantuan luar negri, pinjaman dari
Negara lainnya, pemberian block grant/ hibah dari lembaga-lembaga
asing ataupun bantuan dalam negeri berbentuk yayasan dan swadana yayasan bakti
sosial maupun yayasan lainnya.
Sumber-sumber pendanaan pendidikan
harus ditentukan berdasarkan atas prinsip keadilan, kecukupan dan
keberlangsungan (Pasal 47 ayat 1 UU Sisdiknas). Keadilan yang sebenarnya adalah
keadilan proporsional dinamis yaitu setiap penyumbang atau yang berkewajiban
membiayai pendidikan seharusnya sesuai dengan kondisi ekonominya. Kecukupan
yang dimaksud adalah dana yang dihimpun untuk memenuhi kebutuhan yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai mutu yang
diharapkan dan sesuai dengan standar pendidikan nasional. Sedangkan
berkelanjutan memiliki makna bahwa pendidikan dilaksanakan secara terus-menerus
dengan sumber dana yang juga terus mengalir dan tidak pernah berhenti.
Dalam pengelolaannya, dana
pendidikan harus digunakan secara efektif dan efisien. Adapun faktor utama
dalam menentukan tingkat keefesienannya adalah dalam penggunaan uang, proses
kegiatan pendidikan, dan hasil kegiatan yang telah dilakukan. Penggunaan dana
secara efektif adalah jika dengan dana tersebut, tujuan dari kegiatan
pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dapat dicapai dengan
relatif sempurna.
E. Pengalokasian Dana Pendidikan
Permasalahan yang dihadapi dunia
pendidikan Indonesia adalah pemerataan, mutu, relevansi, efektivitas manajemen, dan manajemen
pendidikan yang semuanya terkendala pada penggunaan anggaran/ biaya yang
dikeluarkan dan yang dilaksanakan setengah sentralistik dan setengah otonomi,
dipandang kurang mendorong terjadinya demokratisasi pengelolaan pendidikan,
terutama dalam kebutuhan pembiayaan pendidikan di daerah, sekolah, peserta
didik dan pengelola pendidikan.
Kebutuhan dana untuk kegiatan operasional
secara rutin dan pengembangan program pendidikan secara berkelanjutan sangat
dirasakan setiap pengelola lembaga pendidikan. semakin banyak kegiatan yang
dilakukan maka semakin banyak dana yang dibutuhkan. Untuk itu kreativitas
setiap pengelola pendidikan dalam menggali dana dari berbagai sumber akan
sangat membantu kelancaran pelaksanaan program pendidikan baik rutin maupun
pengembangan di lembaga yang bersangkutan.
Tujuan Manajemen Keuangan Pendidikan:
· Dalam perspektif administrasi publik,
tujuan manajemen keuangan pendidikan adalah membantu pengelolaan sumber
keuangan organisasi pendidikan serta menciptakan mekanisme pengendalian yang
tepat, bagi pengambilan keputusan keuangan yang dalam pencapaian tujuan organisasi
pendidikan yang transparan, akuntabel dan efektif.
· Pengendalian yang baik terhadap
administrasi manajemen keuangan pendidikan akan memberikan pertanggungjawaban
sosial yang baik kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder)
Untuk itu, dibutuhkan informasi tentang
sumber-sumber pembiayaan pendidikan agar biaya yang ada dapat digunakan secara
efisien dan efektif dalam pengelolaan biaya pendidikan di Indonesia.
F. Efisiensi dan Efektivitas Pembiayaan Pendidikan
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan
efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat
efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relatif terhadap harganya.
Dalam dunia pendidikan, suatu pendidikan yang efisien dan efektif cenderung
ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang
sudah ditata secara efisien dengan pengelolaan yang efektif. Program pendidikan
yang efektif dan efisien adalah mampu menciptakan keseimbangan antara
penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan tercapai tujuan yang
tidak mengalami hambatan.
1. Efektivitas
Efektif adalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi (characterized by qualitative outcomes). Manajemen pembiayaan dikatakan memenuhi prinsip efektif apabila kegiatan yang dilakukan dapat mengatur biaya aktivitas dalam rangka mencapai tujuan kualitatif outcomes sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Efektivitas biaya adalah kemampuan mencapai sasaran dan target sesuai dengan yang direncanakan.
Efektif adalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi (characterized by qualitative outcomes). Manajemen pembiayaan dikatakan memenuhi prinsip efektif apabila kegiatan yang dilakukan dapat mengatur biaya aktivitas dalam rangka mencapai tujuan kualitatif outcomes sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Efektivitas biaya adalah kemampuan mencapai sasaran dan target sesuai dengan yang direncanakan.
Prinsip-prinsip untuk menilai efektivitas
adalah:
a. Menilai efektivitas yang berkaitan dengan
problem tujuan dan alat untuk memproses input menjadi output.
b. Sistem yang dibandingkan harus sama/ homogeny. Misalnya
tingkat pendidikan, kecakapan, sosial ekonomi dan sebagainya.
c. Mempertimbangkan semua output. Misal jumlah siswa lulus dan kualitas
kelulusan.
d. Korelasi diharapkan bersifat kualitas, hubungan antara alat proses
dan output harus berkualitas.
2. Efisiensi
Efisiensi adalah kemampuan menggunakan biaya dengan baik dan tepat. Pembiayaan dikatakan efisien manakala pencapaian sasaran atau target diperoleh dengan pengorbanan yang lebih kecil atau dengan biaya yang minimum.
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency “characterized by quantitif uotputs”. Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan kuadran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya, perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
Efisiensi adalah kemampuan menggunakan biaya dengan baik dan tepat. Pembiayaan dikatakan efisien manakala pencapaian sasaran atau target diperoleh dengan pengorbanan yang lebih kecil atau dengan biaya yang minimum.
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency “characterized by quantitif uotputs”. Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan kuadran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya, perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a. Dilihat dari segi penggunaan waktu,
tenaga, dan biaya. Kegiatan ini dapat dikatan efisien kalau penggunaan waktu,
tenaga, dan biaya sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
b. Dilihat dari segi hasil kegiatan dapat
dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu
memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Tingkat efisiensi dan efektivitas yang
tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan masyarakat secara memuaskan
dengan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. Dalam
dunia pendidikan, terdapat beberapa model Pembiayaan:
1. Model Dana Bantuan Murni (Flat Grant Model). Merupakan uang
bantuan negara yang dibagikan pada sekolah di daerah tanpa memperhitungkan
pertimbangan kemampuan pembayaran pajak daerah setempat, yang didasarkan pada
jumlah siswa yang harus dididik.
2. Model Landasan Perencanaan (Foundation Plan Model)
Negara tanpa mempertimbangkan kekayaan & pajak daerah memberikan dana kepada daerah yang miskin lebih banyak untuk setiap siswanya dibandingkan dengan daerah yang makmur. Tujuannya adalah untuk menjaga sekolah dari kehancuran lebih parah (pada daerah yang miskin).
Negara tanpa mempertimbangkan kekayaan & pajak daerah memberikan dana kepada daerah yang miskin lebih banyak untuk setiap siswanya dibandingkan dengan daerah yang makmur. Tujuannya adalah untuk menjaga sekolah dari kehancuran lebih parah (pada daerah yang miskin).
3. Model Perencanaan Pokok Jaminan Pajak (Guaranted Tax Base Plan)
Model ini dibatasi dengan menentukan penafsiran penilaian per siswa yang menjadi jaminan negara diperuntukkan bagi wilayah sekolah setempat. Bantuan negara menjadi berbeda antara apa yang diterima daerah per-siswa dengan jaminan negara per-siswa. Pembagian presentasenya sangat tinggi di sekolah distrik yang miskin, dan rendah di sekolah distrik yang kaya/ sejahtera.
Model ini dibatasi dengan menentukan penafsiran penilaian per siswa yang menjadi jaminan negara diperuntukkan bagi wilayah sekolah setempat. Bantuan negara menjadi berbeda antara apa yang diterima daerah per-siswa dengan jaminan negara per-siswa. Pembagian presentasenya sangat tinggi di sekolah distrik yang miskin, dan rendah di sekolah distrik yang kaya/ sejahtera.
4. Model Persamaan Persentase (Persentage Equalizing Model)
Model ini dikembangkan tahun 1920-an, lebih banyak memberikan sumbangan yang dibutuhkan pada tiap murid & guru ke daerah-daerah yang kurang makmur. Dalam program yang sama, jumlah pembayaran yang disetujui dihitung bagi setiap siswa, tiap guru, atau bagian lain yang di butuhkan. Jumlah yang diperlukan berubah-ubah tiap bagian sesuai keperluan.
Model ini dikembangkan tahun 1920-an, lebih banyak memberikan sumbangan yang dibutuhkan pada tiap murid & guru ke daerah-daerah yang kurang makmur. Dalam program yang sama, jumlah pembayaran yang disetujui dihitung bagi setiap siswa, tiap guru, atau bagian lain yang di butuhkan. Jumlah yang diperlukan berubah-ubah tiap bagian sesuai keperluan.
5. Model Perencanaan Persamaan Kemampuan (Power Equalizing Plan)
Model ini menghendaki distrik yang kaya membayar pajak sekolah yang dikumpulkan kembali ke negara. Selanjutnya negara menggunakan uang dari sekolah distrik yang kaya itu untuk meningkatkan bantuan sekolah pada distrik yang lebih miskin.
Model ini menghendaki distrik yang kaya membayar pajak sekolah yang dikumpulkan kembali ke negara. Selanjutnya negara menggunakan uang dari sekolah distrik yang kaya itu untuk meningkatkan bantuan sekolah pada distrik yang lebih miskin.
6. Model Pendanaan Negara Sepenuhnya (Full State Funding Model)
Model ini merupakan rencana yang dirancang untuk mengeliminir perbedaan local dalam hal pembelanjaan dan perpajakan. Pendanaan sekolah akan dikumpulkan ditingkat negara dan diberikan ke sekolah distrik dengan dasar yang sama. Asas keadilan tentang perlakuan terhadap siswa dan pembayar pajak, serta pembiayaan pendidikan berdasarkan tingkat kekayaan yang dimiliki. Untuk menghindari banyaknya anak pada masyarakat miskin meninggalkan pendidikan sehingga muncul masalah pengangguran dan kesejahteraan bagi generasi penerusnya.
Model ini merupakan rencana yang dirancang untuk mengeliminir perbedaan local dalam hal pembelanjaan dan perpajakan. Pendanaan sekolah akan dikumpulkan ditingkat negara dan diberikan ke sekolah distrik dengan dasar yang sama. Asas keadilan tentang perlakuan terhadap siswa dan pembayar pajak, serta pembiayaan pendidikan berdasarkan tingkat kekayaan yang dimiliki. Untuk menghindari banyaknya anak pada masyarakat miskin meninggalkan pendidikan sehingga muncul masalah pengangguran dan kesejahteraan bagi generasi penerusnya.
7. Model Sumber Pembiayaan (The Resources Cost Model)
Model ini dikembangkan Hambers dan Parrish yang menyediakan suatu proses penentuan pembiayaan pendidikan yang mencerminkan kebutuhan berbeda dari kondisi ekonomi di setiap daerah. Model ini tidak bersangkutan dengan pendapatan pajak maupun kekayaan suatu daerah.
Model ini dikembangkan Hambers dan Parrish yang menyediakan suatu proses penentuan pembiayaan pendidikan yang mencerminkan kebutuhan berbeda dari kondisi ekonomi di setiap daerah. Model ini tidak bersangkutan dengan pendapatan pajak maupun kekayaan suatu daerah.
8. Model Surat
Bukti/ Penerimaan (Models of Choice and
Voucher Plans)
Model ini memberikan dana untuk pendidikan langsung kepada individu atau institusi rumah tangga berdasarkan permintaan pendidikan. Mereka diberikan surat bukti penerimaan dana untuk bersekolah melalui sistem voucher yang mencerminkan subsidi langsung kepada pihak yang membutuhkan yaitu murid.
Model ini memberikan dana untuk pendidikan langsung kepada individu atau institusi rumah tangga berdasarkan permintaan pendidikan. Mereka diberikan surat bukti penerimaan dana untuk bersekolah melalui sistem voucher yang mencerminkan subsidi langsung kepada pihak yang membutuhkan yaitu murid.
9. Model Rencana Bobot Siswa (Weight
Student Plan). Adalah model yang mempertimbangkan siswa-siswa berdasarkan
proporsinya. Contoh siswa yang cacat, siswa program kejuruan atau siswa yang
pandai dua bahasa.
10. Model Berdasarkan Pengalaman
(Historic Funding). Model ini sering
disebut Incrementalism, dimana biaya
yang diterima satu sekolah mengacu pada penerimaan tahun yang lalu, dengan
hanya penyesuaian.
11. Model Berdasarkan Usulan (Bidding Model). Model ini sekolah
mengajukan usulan pada sumber dana dengan berbagai acuan, kemudian sumber dana
meneliti usulan yang masuk, dan menyesuaikan dengan kriteria.
12. Model Berdasarkan Kebijaksanaan (Descretion Model). Model ini penyandang
dana melakukan studi terlebih dahulu untuk mengetahui komponen-komponen apa
yang perlu dibantu berdasarkan prioritas pada suatu tempat dari hasil
eksplorasinya.
Dalam perkembangan perencanaan dan
penggunaan pembiayaan pendidikan dikenal model:
1. Model Sentralistik, model ini menggunakan
dua program yaitu pembangunan dan rutin.
2. Model Desentralisasi. Perencanaan
pembiayaan dilakukan di tingkat pusat dan daerah.
Bentuk-bentuk dana pusat dan daerah:
1. Dana alokasi umum bersifat Blok Grant
untuk mengatasi masalah ketimpang horizontal.
2. Dana bagi hasil dana pertimbangan untuk
mengetasi masalah ketimpangan vertical.
3. Dana alokasi khusus sifatnya khusus atau
Spesific Grant untuk memenuhi biaya khusus
4. Dana kontijensi adalah dana bantuan bagi
daerah yang kekurangan anggaran dari DAU dan bagi hasil.
·
Gaji
pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.
·
Bahan
atau peralatan pendidikan habis pakai.
·
Biaya
operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan
sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan
lain sebagainya.
Biaya dan ekonomi pendidikan merupakan komponen yang
sagat penting dalam penyelenggarakan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses
pendidikan tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan biaya. dalam konteks
perencanaan pendidikan pembiayaan pendidikan baik pada tingkat makro maupun
pada tingkat mikro sangatlah di perlukan, berdasarkan pemahaman ini, dapatlah
di kembangkan kebijakan pembiayaan pendidikan yang lebih tepat serta mengarah
pada pencapaian tujuan.
Pada era otonomi sekarang ini, alokasi dana atau
perhatian dari pemerintah sudah dirasakan cukup. Namun, masih banyak
persoalan-persoalan pendidikan lainnya yang turut mempengaruhi kualitas
pendidikan di Indonesia
saat ini. Perhatian di bidang pendidikan moral merupakan suatu hal yang sangat
penting. Karena dengan moral yang tinggi, suatu bangsa akan dapat membangun
dirinya ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan harapan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masalah pembiayaan harus di pecahan
secara bersama, jika ingin mendapatkan peluang yang maksimal bagi semua
penyelenggara pendidikan agar dapat berkembang. Pembiayaan mandiri merupakan
cara pemecahan yang sangat hakiki bagi penyelenggara pendidikan yang benar-benar
ingin berkembang dan keluar dari masalah pembiayaan. Jika berkaitan dengan
masalah pendanaan, maka sebaiknya menggunakan sistem manajemen terbuka agar
semua keadaan lembaga pendidikan yang baik dan buruk dapat diketahui dengan
cepat dan dapat dicari solusi terbaik
B.
Saran
Sumber pembiayaan pendidikan yang
melimpah tidak menjadi jaminan bagi peningkatan mutu. Jika penggunaan dana
tidak direncanakan, salah sasaran, salah pengelolaan, tidak ada pengawasan,
akuntabilitas rendah, sanksi yang tidak tegas yang diberikan bagi penyeleweng,
ketimpangan dalam dunia pendidikan akan selalu terjadi yang mengakibatkan tidak
tepatnya sasaran pendidikan. Karena itu, pendidikan moral dirasakan sangat
penting ditanamkan guna menghindari penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.
2009. Sekilas tentang qanun penyelenggaraan pendidikan di Aceh. http://www.idlo.org/docNews/308DOC1.pdf.
Arifin,
Anwar. 2006. Format Baru Pengelolaan Pendidikan. Jakarta:
Pustaka Indonesia.
Aswandi.2009.
Mahalnya
Biaya Pendidikan. http://dian-manajemenpendidikan.
blogspot.com/2009/05/mahalnya-biaya-pendidikan atau-biaya.html.
Fattah,
Nanang. 2004. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hamadah,
Zulfiah. 2003. Sumber-Sumber, Efisiensi dan Efektivitas pembiayaan Pendidikan.
Hasbullah.
2007. Otonomi Pendidikan. Jakarta:
PT. RjaGrafindo Persada.
Kotler, Philip and Karen F.A.
Fox. 1985. Strategic Marketing for Educational Institutions. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Mulyasa,
E. 2004. Manajemen Berbasis sekolah. Bandung: PT. Remaja Rodakarya.
Mutrofin
(1996). Pendidikan, Ekonomi dan SDM Produktif Transformasi
Pendidikan di Indonesia dan Tantangannya di masa depan. Jakarta: IKIP
Muhammadiyah Jakarta Press.
Ruslan,
Agus. Dana Pendidikan Si Amerika Serikat. http://re-searchengines.com/agusruslan2-6-07-3.html
Samroni,
Imam. 2009. Mewaspadai inflasi biaya pendidikan. http://imamsamroni.wordpress.com/2009/08/31/mewaspadai-inflasi-biaya-pendidikan/.
Sholeh,
Munawar. 2007. Cita-Cita Realita Pendidikan. Jakarta: Institute for Public Education.
Supriadi. 2003. Satuan Biaya
Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Thomas, J. Alan, tt. The
Productive School. New York:
Jhon Wiley dan Sons, Inc.
Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional. 2006. UU RI No. 20 Tahun 2003. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar