Senin, 02 April 2012

Efisiensi dan Efektivitas Pembiayaan Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pada zaman pasca modern atau globalisasi sekarang ini, sebagian manusia cenderung mengutamakan kesejahteraan materi dibandingkan kesejahteraan rohani, bidang ekonomi menjadi perhatian yang sangat besar, tidak banyak orang yang mementingkan peningkatan spiritual. Kecendrungan tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh perkembangan budaya terutama dalam bidang teknologi, kesenian, dan pariwisata serta ekonomi, berbagai produk baru yang semakin canggih ditawarkan, dan hal-hal yang lain yang berkenaan dengan perekonomian sehingga situasi seperti ini membuat kebanyakan orang berusaha mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya.
Masalah pendidikan sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari masalah ekonomi. Baik secara langsung maupun tidak langsung, kontribusi pendidikan terhadap ekonomi dan pembangunan harus diakui. Dengan demikian, tidak selamanya pendidikan dianggap sebagai konsumsi atau pembiayaan. Sudah saatnya pendidikan harus dipandang sebagai investasi, yang secara jangka panjang kontribusinya dapat dirasakan.
Suatu lembaga akan dapat berfungsi dengan baik jika memiliki sistem manajemen yang didukung oleh SDM, dana dan sarana-prasarana. Sekolah sebagai satuan pendidikan juga harus memiliki tenaga (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga administratif, laboran, pustakawan, dan teknisi sumber belajar), sarana dan prasarana, serta biaya yang mencakup biaya investasi (biaya untuk keperluan pengadaan tanah, pengadaan bangunan, alat pendidikan, termasuk buku-buku dan biaya operasional, baik untuk personil maupun nonpersonil). Biaya untuk personil antara lain untuk kesejahteraan dan pengembangan profesi, sedangkan untuk biaya nonpersonil berupa pengadaan bahan dan ATK, pemeliharaan dan untuk kegiatan pembelajaran.
Suatu sekolah untuk memiliki tenaga kependidikan yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi kebutuhan memerlukan biaya rekruitmen, penempatan, penggajian, pendidikan dan latihan, serta mutasi. Dalam usaha pengadaan sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran tentu saja diperlukan dana yang tidak sedikit, bahkan setelah diadakan maka diperlukan dana untuk perawatan, pemeliharaan, dan pendayagunaannya. Meskipun ada tenaga, ada sarana dan prasarana, untuk memanfaatkan dan mendayagunakan secara optimal perlu biaya operasional baik untuk bahan dan ATK habis pakai, biaya pemeliharaan, maupun pengembangan personil agar menguasai kompetensi yang dipersyaratkan. Dari uraian di atas jelas bahwa untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah tentu saja sangat memerlukan biaya dalam setiap kegiatannya.
Biaya pendidikan merupakan komponen sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa  adanya dukungan biaya. Dalam konteks perencaaan pendidikan, pemahaman tentang anatomi dan problematika pembiayaan pendidikan sangat diperlukan. Berdasarkan pemahaman ini, dapat dikembangkan kebijakan pembiayaan pendidikan yang lebih tepat dan adil serta mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Pasal 46 Undang-Undang No.20 Tahun 2003, menyatakan pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat . Terhadap pencapaian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan UNDP, menunjukan bahwa pembiayaan pendidikan di suatu Negara terbukti dapat memberikan pengaruh sangat positif dan signifikan terhadap kinerja pendidikan nasional. Dampak rendahnya anggaran pendidikan di Indonesia adalah tidak meratanya kesempatan belajar bagi anak-anak Indonesia, khususnya anak-anak dari keluarga miskin dan kurang mampu.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas , maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.     Bagaimana efisiensi dan efektivitas pembiayaan pendidikan?
2.     Darimana sumber-sumber biaya dan penggunaanya?


BAB  II
PEMBAHASAN
A.    Efisiensi dan Efektivitas Pembiayaan Pendidikan
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relatif terhadap harganya. Dalam dunia pendidikan, suatu pendidikan yang efisien dan efektif cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien dengan pengelolaan yang efektif. Program pendidikan yang efektif dan efisien adalah mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan tercapai tujuan yang tidak mengalami hambatan.
1.     Efektivitas
Efektif adalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi (characterized by qualitative outcomes). Manajemen pembiayaan dikatakan memenuhi prinsip efektif apabila kegiatan yang dilakukan dapat mengatur biaya aktivitas dalam rangka mencapai tujuan kualitatif outcomes sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Efektivitas biaya adalah kemampuan mencapai sasaran dan target sesuai dengan yang direncanakan.
Prinsip-prinsip untuk menilai efektivitas adalah:
a.      Menilai efektivitas yang berkaitan dengan problem tujuan dan alat untuk memproses input menjadi output.
b.     Sistem yang dibandingkan harus sama/ homogeny. Misalnya tingkat pendidikan, kecakapan, sosial ekonomi dan sebagainya.
c.      Mempertimbangkan semua output. Misal jumlah siswa lulus dan kualitas kelulusan.
d.     Korelasi diharapkan bersifat kualitas, hubungan antara alat proses dan output harus berkualitas.
2.     Efisiensi
Efisiensi adalah kemampuan menggunakan biaya dengan baik dan tepat. Pembiayaan dikatakan efisien manakala pencapaian sasaran atau target diperoleh dengan pengorbanan yang lebih kecil atau dengan biaya yang minimum.
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiencycharacterized by quantitif uotputs”. Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan kuadran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya, perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a.      Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga, dan biaya. Kegiatan ini dapat dikatan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga, dan biaya sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
b.     Dilihat dari segi hasil kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan masyarakat secara memuaskan dengan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. Dalam dunia pendidikan, terdapat beberapa model Pembiayaan:
1.     Model Dana Bantuan Murni (Flat Grant Model). Merupakan uang bantuan negara yang dibagikan pada sekolah di daerah tanpa memperhitungkan pertimbangan kemampuan pembayaran pajak daerah setempat, yang didasarkan pada jumlah siswa yang harus dididik.
2.     Model Landasan Perencanaan (Foundation Plan Model)
Negara tanpa mempertimbangkan kekayaan & pajak daerah memberikan dana kepada daerah yang miskin lebih banyak untuk setiap siswanya dibandingkan dengan daerah yang makmur. Tujuannya adalah untuk menjaga sekolah dari kehancuran lebih parah (pada daerah yang miskin).
3.     Model Perencanaan Pokok Jaminan Pajak (Guaranted Tax Base Plan)
Model ini dibatasi dengan menentukan penafsiran penilaian per siswa yang menjadi jaminan negara diperuntukkan bagi wilayah sekolah setempat. Bantuan negara menjadi berbeda antara apa yang diterima daerah per-siswa dengan jaminan negara per-siswa. Pembagian presentasenya sangat tinggi di sekolah distrik yang miskin, dan rendah di sekolah distrik yang kaya/ sejahtera.
4.     Model Persamaan Persentase (Persentage Equalizing Model)
Model ini dikembangkan tahun 1920-an, lebih banyak memberikan sumbangan yang dibutuhkan pada tiap murid & guru ke daerah-daerah yang kurang makmur. Dalam program yang sama, jumlah pembayaran yang disetujui dihitung bagi setiap siswa, tiap guru, atau bagian lain yang di butuhkan. Jumlah yang diperlukan berubah-ubah tiap bagian sesuai keperluan.
5.     Model Perencanaan Persamaan Kemampuan (Power Equalizing Plan)
Model ini menghendaki distrik yang kaya membayar pajak sekolah yang dikumpulkan kembali ke negara. Selanjutnya negara menggunakan uang dari sekolah distrik yang kaya itu untuk meningkatkan bantuan sekolah pada distrik yang lebih miskin.
6.     Model Pendanaan Negara Sepenuhnya (Full State Funding Model)
Model ini merupakan rencana yang dirancang untuk mengeliminir perbedaan local dalam hal pembelanjaan dan perpajakan. Pendanaan sekolah akan dikumpulkan ditingkat negara dan diberikan ke sekolah distrik dengan dasar yang sama. Asas keadilan tentang perlakuan terhadap siswa dan pembayar pajak, serta pembiayaan pendidikan berdasarkan tingkat kekayaan yang dimiliki. Untuk menghindari banyaknya anak pada masyarakat miskin meninggalkan pendidikan sehingga muncul masalah pengangguran dan kesejahteraan bagi generasi penerusnya.
7.     Model Sumber Pembiayaan (The Resources Cost Model)
Model ini dikembangkan Hambers dan Parrish yang menyediakan suatu proses penentuan pembiayaan pendidikan yang mencerminkan kebutuhan berbeda dari kondisi ekonomi di setiap daerah. Model ini tidak bersangkutan dengan pendapatan pajak maupun kekayaan suatu daerah.
8.     Model Surat Bukti/ Penerimaan (Models of Choice and Voucher Plans)
Model ini memberikan dana untuk pendidikan langsung kepada individu atau institusi rumah tangga berdasarkan permintaan pendidikan. Mereka diberikan surat bukti penerimaan dana untuk bersekolah melalui sistem voucher yang mencerminkan subsidi langsung kepada pihak yang membutuhkan yaitu murid.
9.     Model Rencana Bobot Siswa (Weight Student Plan). Adalah model yang mempertimbangkan siswa-siswa berdasarkan proporsinya. Contoh siswa yang cacat, siswa program kejuruan atau siswa yang pandai dua bahasa.
10.   Model Berdasarkan Pengalaman (Historic Funding). Model ini sering disebut Incrementalism, dimana biaya yang diterima satu sekolah mengacu pada penerimaan tahun yang lalu, dengan hanya penyesuaian.
11.  Model Berdasarkan Usulan (Bidding Model). Model ini sekolah mengajukan usulan pada sumber dana dengan berbagai acuan, kemudian sumber dana meneliti usulan yang masuk, dan menyesuaikan dengan kriteria.
12.  Model Berdasarkan Kebijaksanaan (Descretion Model). Model ini penyandang dana melakukan studi terlebih dahulu untuk mengetahui komponen-komponen apa yang perlu dibantu berdasarkan prioritas pada suatu tempat dari hasil eksplorasinya.
Dalam perkembangan perencanaan dan penggunaan pembiayaan pendidikan dikenal model:
1.     Model Sentralistik, model ini menggunakan dua program yaitu pembangunan dan rutin.
2.     Model Desentralisasi. Perencanaan pembiayaan dilakukan di tingkat pusat dan daerah.
Bentuk-bentuk dana pusat dan daerah:
1.     Dana alokasi umum bersifat Blok Grant untuk mengatasi masalah ketimpang horizontal.
2.     Dana bagi hasil dana pertimbangan untuk mengetasi masalah ketimpangan vertical.
3.     Dana alokasi khusus sifatnya khusus atau Spesific Grant untuk memenuhi biaya khusus
4.     Dana kontijensi adalah dana bantuan bagi daerah yang kekurangan anggaran dari DAU dan bagi hasil.


Biaya operasi satuan pendidikan meliputi:
·       Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.
·       Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai.
·       Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Biaya dan ekonomi pendidikan merupakan komponen yang sagat penting dalam penyelenggarakan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan biaya. dalam konteks perencanaan pendidikan pembiayaan pendidikan baik pada tingkat makro maupun pada tingkat mikro sangatlah di perlukan, berdasarkan pemahaman ini, dapatlah di kembangkan kebijakan pembiayaan pendidikan yang lebih tepat serta mengarah pada pencapaian tujuan.
Pada era otonomi sekarang ini, alokasi dana atau perhatian dari pemerintah sudah dirasakan cukup. Namun, masih banyak persoalan-persoalan pendidikan lainnya yang turut mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia saat ini. Perhatian di bidang pendidikan moral merupakan suatu hal yang sangat penting. Karena dengan moral yang tinggi, suatu bangsa akan dapat membangun dirinya ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan harapan.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Masalah pembiayaan harus di pecahan secara bersama, jika ingin mendapatkan peluang yang maksimal bagi semua penyelenggara pendidikan agar dapat berkembang. Pembiayaan mandiri merupakan cara pemecahan yang sangat hakiki bagi penyelenggara pendidikan yang benar-benar ingin berkembang dan keluar dari masalah pembiayaan. Jika berkaitan dengan masalah pendanaan, maka sebaiknya menggunakan sistem manajemen terbuka agar semua keadaan lembaga pendidikan yang baik dan buruk dapat diketahui dengan cepat dan dapat dicari solusi terbaik
B.    Saran
Sumber pembiayaan pendidikan yang melimpah tidak menjadi jaminan bagi peningkatan mutu. Jika penggunaan dana tidak direncanakan, salah sasaran, salah pengelolaan, tidak ada pengawasan, akuntabilitas rendah, sanksi yang tidak tegas yang diberikan bagi penyeleweng, ketimpangan dalam dunia pendidikan akan selalu terjadi yang mengakibatkan tidak tepatnya sasaran pendidikan. Karena itu, pendidikan moral dirasakan sangat penting ditanamkan guna menghindari penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2009. Sekilas tentang qanun penyelenggaraan pendidikan di Aceh. http://www.idlo.org/docNews/308DOC1.pdf.
Arifin, Anwar. 2006. Format Baru Pengelolaan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Aswandi.2009. Mahalnya Biaya Pendidikan. http://dian-manajemenpendidikan. blogspot.com/2009/05/mahalnya-biaya-pendidikan atau-biaya.html.
Fattah, Nanang. 2004. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hamadah, Zulfiah. 2003. Sumber-Sumber, Efisiensi dan Efektivitas pembiayaan Pendidikan.
Hasbullah. 2007. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT. RjaGrafindo Persada.
Kotler, Philip and Karen F.A. Fox. 1985. Strategic Marketing for Educational Institutions. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Mulyasa, E. 2004. Manajemen Berbasis sekolah. Bandung: PT. Remaja Rodakarya.
Mutrofin (1996). Pendidikan, Ekonomi dan SDM Produktif Transformasi Pendidikan di Indonesia dan Tantangannya di masa depan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
Ruslan, Agus. Dana Pendidikan Si Amerika Serikat. http://re-searchengines.com/agusruslan2-6-07-3.html
Samroni, Imam. 2009. Mewaspadai inflasi biaya pendidikan. http://imamsamroni.wordpress.com/2009/08/31/mewaspadai-inflasi-biaya-pendidikan/.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 2006. UU RI No. 20 Tahun 2003. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar