BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manajemen
Sumber Daya Manusia diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya
manusia dalam organisasi. Tujuannya adalah memberikan kepada organisasi
satuan kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen
personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya perusahaan
mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi, dan memelihara karyawan
dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas).
Manajemen
sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang
lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat
menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Bagian
atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia
atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department. Menurut
A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang
berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan
dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang
tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Pengembangan
dan evaluasi karyawan (Development and evaluation) yang bekerja pada
organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan
tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga kerja yang
ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta
meningkatkan kinerja yang ada. Dalam
rangka mengevaluasi program pengembangan SDM itulah, maka sejumlah pakar dan lembaga yang menyelenggarakan program PSDM telah
berhasil menyusun model-model evaluasi PSDM. Model-model evaluasi PSDM tersebut
lebih mengemukakan adanya cara untuk mengevaluasi program dari PSDM dan
menentukan informasi apa yang harus dijaring. Sebagai contoh, apakah evaluator
akan mempergunakan model evaluasi umum atau khusus yang tergantung pada
kebutuhan organisasi dalam mengevaluasi program HRD-nya.
Terdapat tujuh model evaluasi pengembangan SDM. Namun, ketujuh model evaluasi PSDM diatas, penulis akan memfokuskan pada
model kelima, yaitu model evalusi Saratoga Institute. Saratoga institute
mengembangkan empat level pendekatan evaluasi Program HRD, yang meliputi:
a. Kepuasan pelatihan (training
satisfaction)
b. Perubahan pembelajaran (learning
change)
c. Perubahan perilaku (behavior
change)
d.
Perubahan organisasi (organizational change)
1.2 Perumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah penelitian ini dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
Apakah model evaluasi Saratoga
Institute dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat mengevaluasi
keberhasilan dari program pengembangan SDM?
1.3 Pembatasan
Masalah
Agar kedalaman dan keluasan dalam analisis ini lebih terfokus, maka
analisis ini dibatasi pada pembahasan model evaluasi Saratoga Institute.
1.4 Tujuan
Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui apakah model evaluasi Saratoga
Institute dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat mengevaluasi keberhasilan
dari program pengembangan SDM.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian
Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM)
Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) atau disebut
juga dengan Human Resources Development (HRD)
dalah suatu proses pembelajaran yang disengaja dan dilakukan untuk waktu
tertentu dengan tujuan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kompetensi,
sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mengembangkan kinerja SDM yang
kemudian akan berimbas pada kinerja organisasi.
Definisi tersebut diatas mempunyai sejumlah dimensi yang
memerlukan penjelasan sebagai berikut:
a.
Proses pembelajaran
Suatu proses
kegiatan belajar dan mengajar merupakan aktivitas mensinergikan kurikulum,
peserta belajar, instruktur, materi ajar, metode pembelajaran, prasarana dan
sarana, dan tehnik informasi belajar.
b.
Disengaja
PSDM dilaksanakan
dengan sengaja, artinya direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi. Namun,
dalam kehidupan sehari-hari banyak kegiatan belajar yang dilakukan secara tidak
sengaja, seperti menonton televisi, membaca koran, dan lain sebagainya.
Kegiatan yang tidak disengaja ini juga merupakan suatu bagian dari PSDM yang
dilakukan tanpa disengaja.
c.
Mengembangkan kinerja
HRD merupakan
investasi dalam bidang SDM-anggaran, tenaga, waktu, fasilitas, social cost yang dapat dihitung return on investment (ROI) dalam bentuk
peningkatan kinerja para pegawai yang kemudian akan meningkatkan kinerja
organisasi/perusahaan yang bersangkutan.
d.
Dalam waktu tertentu
HRD akan semakin
mahal harganya dan akan semakin besar investasinya, karena program ini bisa
dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu, bisa dalam satu hari, seminggu,
sebulan, atau sampai dengan tiga tahun.
2.2 Model Evaluasi PSDM
Sejumlah pakar
dan lembaga yang menyelenggarakan program PSDM telah berhasil menyusun
model-model evaluasi PSDM. Model-model evaluasi PSDM tersebut lebih
mengemukakan adanya cara untuk mengevaluasi program dari PSDM dan menentukan
informasi apa yang harus dijaring. Sebagai contoh, apakah evaluator akan
mempergunakan model evaluasi umum atau khusus yang tergantung pada kebutuhan
organisasi dalam mengevaluasi program HRD-nya.
Berikut ini merupakan tujuh model evalusi khusus untuk
program HRD, yakni sebagai berikut:
1.
Model evalusi Kirkpatrick
2.
Brinkerhoff Six-Stage Evalution
Model
3.
Model evaluasi The Bell System
4.
Model evaluasi CIRO
5.
Model evaluasi Saratoga
Institute
6.
Model evaluasi IBM
7.
Model evaluasi Xerox
Dari ketujuh model evaluasi PSDM diatas, penulis akan memfokuskan
pada model kelima, yaitu model evalusi Saratoga Institute.
2.3 Model Evaluasi
Saratoga Institute
Saratoga institute mengembangkan empat
level pendekatan evaluasi Program HRD, yang meliputi:
a. Kepuasan pelatihan (training
satisfaction)
b. Perubahan pembelajaran (learning
change)
c. Perubahan perilaku (behavior
change)
d.
Perubahan organisasi (organizational change)
Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Saratoga Institute
dievaluasi dengan mempergunakan keempat level tersebut setiap tahunnya melalui Saratoga Institute Human Resource
Effectiveness Survey. Hasil akhir dari survei adalah Return On Investment (ROI) dalam kaitannya dengan perubahan
organisasi.
2.3.1 Kepuasan pelatihan (training
satisfaction)
2.3.1.1 Pengertian Pelatihan
Pada
umumnya semakin berkembang perusahaan, semakin banyak pula tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk menggerakkan kegiatan operasionalnya. Bukan hanya jumlah
penambahan tenaga kerja yang dibutuhkan, namun perusahaan juga pasti
menginginkan peningkatan kualitas dan keahlian tenaga kerjanya dalam menghadapi
persaingan yang semakin ketat, pengusaha harus mampu mempertahankan bahkan
meningkatkan efisiensi dan efektifitas. Seorang tenaga kerja mampu
menyelesaikan tugasnya jika telah memiliki kecakapan dan keterampilan.
Kecakapan dan keterampilan merupakan hasil dari sistem pelatihan. Dengan
mengikuti program pelatihan, tenaga kerja dimungkinkan dapat mengalami
peningkatan kemampuan.
Menurut
Dessker, pelatihan adalah proses mengajar keterampilan yang dibutuhkan karyawan
baru untuk melakukan pekerjaannya. Selanjutnya menurut Handoko, pelatihan
dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan, dan tehnik
pelaksanaan kerja tertentu, terinci, dan rutin. Nasution menjelaskan bahwa
pelatihan adalah suatu proses belajar mengajar dengan mempergunakan tehnik dan
metode tertentu, guna meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja
seseorang (karyawan atau sekelompok orang). Terakhir menurut Cushway, pelatihan
adalah proses mengajarkan keahlian dan memberikan pengetahuan yang perlu serta
sikap supaya mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan standar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan umum dari pelatihan adalah untuk
memperbaiki efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam melaksanakan
pekerjaan dan mencari sasaran program kerja yang telah ditetapkan. Efisiensi
dan efektifitas kerja karyawan dapat dicapai dengan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya.
Agar
pelatihan dapat menghasilkan peningkatan kinerja yang baik, maka pelatihan
harus merupakan bagian dari program yang sistematis dan terencana. Menurut
Cushway dalam pelaksanaannya, program pelatihan diselenggarakan dengan berbagai
tahapan-tahapan, antara lain sebagai berikut:
a.
Analisis kebutuhan pelatihan
b.
Program pelatihan, terencana
sesuai dengan kebutuhan
c.
Penerapan program pelatihan
d.
Evaluasi keefektifan pelatihan
yang ada
2.3.1.2 Komponen Pelatihan
Dalam beberapa definisi yang telah
diungkapkan oleh beberapa ahli, peneliti dapat merangkum bahwa pelatihan
merupakan sebuah proses untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
a. Pengetahuan (knowledge)
Menurut
Sulistiani dan Rosidah, pengetahuan adalah akumulasi hasil proses pendidikan
baik yang diperoleh secara formal ataupun non formal yang memberikan kontribusi
pada seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan
atau menyelesaikan pekerjaan.
b. Keterampilan (Skill)
Menurut
Kreitner dan Kinicki, keterampilan adalah kapasitas khusus untuk memanipulasi
objek secara fisik.
c. Sikap (Attitude)
Menurut
Sulistiani dan Rosidah, sikap merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan. Jika
kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya
dengan perilaku kerja seseorang, maka akan menguntungkan.
Menurut
Mar’at, ada tiga komponen sikap sebagai berikut:
a. Komonene kognisi yang hubungannya dengan beliefs, ide, dan konsep
b. Komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang
c. Kompoen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku
2.3.1.3 Analisis Kebutuhan Pelatihan
Analisis kebutuhan pelatihan
merupakan langkah pertama yang menjadi acuan langkah-langkah berikutnya. Inti
dari analisis ini adalah memindahi penghalang untuk mencapai sasaran,
mengidentifikasi gejala, mengumpulkan bukti, menganalisis penyebab kegagalan kinerja
SDM, dan menyepakati kebutuhan pelatihan dengan manajemen operasional.
Menurut Simamora,
analisis-analisis kebutuhan pelatihan dilaksanakan pada tiga level, yaitu:
1.
Analisis organisasional
Merupakan pemeriksaan jenis-jenis permasalahan yang dialami
perusahaan, dan dimana permasalahan itu berada di dalam perusahaan.
mengidentifikasi kelemahan umum, apa yang dimiliki keseluruhan atau bagian dari
organisasi yang mempengaruhi sasaran pencapaian organisasi.
2.
Analisis Operasional
Merupakan proses yang menentukan perilaku yang diisyaratkan dari
pemegang jabatan dan standar-standar kinerja yang harus dipenuhi. Analisis ini
berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap apa yang dibutuhkan untuk
menjalankan peran dalam pekerjaan.
3.
Analisis Personalia
Memiliki tujuan untuk memeriksa seberapa baik individu karyawan
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka. Dalam analisis ini, berisis kinerja di
dalam perusahaan. tuntutan kinerja inin bukan hanya kinerja yang segera
dibutuhkan, melainkan juga mencakup tanggung jawab baru atau perubahan tanggung
jawab.
2.3.1.4 Metode Pelatihan
Menurut Handoko, program pelatihan dapat dikategorikan menjadi dua,
yaitu Metode praktis (on the job
training) serta tehnik-tehnik
presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job training). Metode praktis (on the job training) merupakan metode yang paling banyak
digunakan, dimana karyawan dilatih dengan pekerjaan baru dengan supervise
langsung oleh pelatih yang berpengalaman. Terdapat lima tehnik yang dapat
dilakukan dalam on the job training, yaitu;
1.
Rotasi jabatan
Memberikan kepada karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian
organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam keterampilan manajerial.
2.
Latihan instruksi pekerjaan
Petunjuk-petunjuk pekerjaan diberikan langsung pada pekerjaan dan digunakan
untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka sekarang.
3.
Magang
Suatu proses terstruktur diaman seseorang menjadi pekerja yang
terampil melalui kombinasi dari pelajaran di kelas dan pelatihan langsung di
pekerjaan.
4.
Coaching (atasan memberikan pengarahan
kepada karyawan)
5.
Penugasan sementara
Penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota
panitia tertentu untuk jangka waktu yang telah ditetapkan.
2.3.2 Perubahan pembelajaran (learning change)
Dalam
rangka mengembangkan keterampilan, bakat, dan kemampuan SDM, maka pihak
perusahaan yang diwakili oleh HRD dapat memberikan program pelatihan kepada
setiap karyawan secara bergantian. Namun pada kenyataannya, pembelajaran itu
sendiri telah terjadi sebelum pelaksanaan pelatihan dilakukan, dimana para
peserta pelatihan sudah memiliki pengetahuan, keterampilan yang sesuai dengan
bakat dan keahliannya masing-masing. Dengan diadakannya program pelatihan untuk
karyawan, maka diharapkan ada suatu perubahan yang dapat lebih mengembangkan
pengetahuan karyawana yang bersangkutan antara sebelum dan setelah dilakukan
pelatihan. Adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan, maka
diharapkan akan terjadi peningkatan kinerja karyawan pada perusahaan atau
organisasi tempat mereka bekerja.
2.3.3 Perubahan perilaku (behavior change)
Tujuan pelatihan adalah untuk
memberikan bekal bagi setiap karyawan agar memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan sikap sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Diharapkan setelah
mengikuti pelatihan, terjadi perubahan dalam perilaku karyawan, yang ditandai
dengan adanya peningkatan dalam kinerja karyawan pada perusahaan yang
bersangkutan dan akan memberikan kontribusi terhadap pekerjaan yang sesuai
dengan latar belakang keahliannya.
2.3.4 Perubahan organisasi (organizational change)
Perubahan
merupakan suatu kegiatan yang membuat sesuatu hal menjadi berbeda atau
tidak sama. Organisasi dalam hal ini juga banyak melakukan perubahan dalam
melakukan kegiatannya. Tetapi, kegiatan perubahan yang dapat diklasifikasikan
dalam konteks perubahan organisasi adalah perubahan dalam organisasi yang
terencana, bersifat pro-aktif dan dilakukan secara sengaja serta berorientasi
sasaran, bukan perubahan yang terjadi karna suatu kebetulan.
Pada
dasarnya, ada dua hal yang menjadi sasaran dari perubahan terencana tersebut,
yaitu perubahan dalam mengupayakan perbaikan kemanapun organisasi untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan dalam mengupayakan
perubahan perilaku karyawan. Jika suatu organisasi ingin tetap eksis dalam kegiatannya, organisasi
harus menanggapi perubahan lingkungan dan mengambil langkah-langkah perubahan
yang diperlukan dalam diri organisasi itu sendir, termasuk di dalamnya adalah
para karyawan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Keunggulan
kompetitif suatu organisasi dapat dicapai dengan berbagai macam cara, salah
satunya dengan memiliki SDM yang memiliki keunggulan kompetitif pula, yaitu
para karyawan yang memiliki akses dan mampu menerapkan pengetahuan dalam
mengambil keputusan. SDM
adalah aset atau unsur yang paling penting di antara unsur-unsur organisasi
lainnya. SDM penting
dikarenakan mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi dan
merupakan pengeluaran pokok organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Di sisi lain, SDM penting sebab merupakan penggerak/motor terhadap sumber
daya-sumber daya lain dalam organisasi. Untuk itu, perusahaan
dituntut untuk melakukan pengembangan
berkesinambungan terhadap kuantitas dan kualitas "stock" pengetahuan
mereka melalui pelatihan kepada SDM.
Melalui metode evaluasi Saratoga institute, maka dapat
diketahui apakah program pelatihan SDM telah berhasil sesaui dengan yang
diharapkan. Hal ini dapat diukur dengan emapat pendekatan, yaitu:
a. Kepuasan pelatihan (training
satisfaction)
b. Perubahan pembelajaran (learning
change)
c. Perubahan perilaku (behavior
change)
d.
Perubahan organisasi (organizational change)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar