Senin, 02 April 2012

MSDM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Manajemen Sumber Daya Manusia diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi. Tujuannya adalah memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya perusahaan mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi, dan memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas).
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department. Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Pengembangan dan evaluasi karyawan (Development and evaluation) yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta meningkatkan kinerja yang ada. Dalam rangka mengevaluasi program pengembangan SDM itulah, maka sejumlah pakar dan lembaga yang menyelenggarakan program PSDM telah berhasil menyusun model-model evaluasi PSDM. Model-model evaluasi PSDM tersebut lebih mengemukakan adanya cara untuk mengevaluasi program dari PSDM dan menentukan informasi apa yang harus dijaring. Sebagai contoh, apakah evaluator akan mempergunakan model evaluasi umum atau khusus yang tergantung pada kebutuhan organisasi dalam mengevaluasi program HRD-nya.
Terdapat tujuh model evaluasi pengembangan SDM. Namun, ketujuh model evaluasi PSDM diatas, penulis akan memfokuskan pada model kelima, yaitu model evalusi Saratoga Institute. Saratoga institute mengembangkan empat level pendekatan evaluasi Program HRD, yang meliputi:
a.    Kepuasan pelatihan (training satisfaction)
b.    Perubahan pembelajaran (learning change)
c.    Perubahan perilaku (behavior change)
d.   Perubahan organisasi (organizational change)

1.2    Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
Apakah model evaluasi Saratoga Institute dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat mengevaluasi keberhasilan dari program pengembangan SDM?

1.3    Pembatasan Masalah
Agar kedalaman dan keluasan dalam analisis ini lebih terfokus, maka analisis ini dibatasi pada pembahasan model evaluasi Saratoga Institute.

1.4    Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui apakah model evaluasi Saratoga Institute dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat mengevaluasi keberhasilan dari program pengembangan SDM.










BAB II
ISI

2.1 Pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM)
Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) atau disebut juga dengan Human Resources Development (HRD) dalah suatu proses pembelajaran yang disengaja dan dilakukan untuk waktu tertentu dengan tujuan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kompetensi, sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mengembangkan kinerja SDM yang kemudian akan berimbas pada kinerja organisasi.
Definisi tersebut diatas mempunyai sejumlah dimensi yang memerlukan penjelasan sebagai berikut:
a.    Proses pembelajaran
Suatu proses kegiatan belajar dan mengajar merupakan aktivitas mensinergikan kurikulum, peserta belajar, instruktur, materi ajar, metode pembelajaran, prasarana dan sarana, dan tehnik informasi belajar.
b.   Disengaja
PSDM dilaksanakan dengan sengaja, artinya direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi. Namun, dalam kehidupan sehari-hari banyak kegiatan belajar yang dilakukan secara tidak sengaja, seperti menonton televisi, membaca koran, dan lain sebagainya. Kegiatan yang tidak disengaja ini juga merupakan suatu bagian dari PSDM yang dilakukan tanpa disengaja.
c.    Mengembangkan kinerja
HRD merupakan investasi dalam bidang SDM-anggaran, tenaga, waktu, fasilitas, social cost yang dapat dihitung return on investment (ROI) dalam bentuk peningkatan kinerja para pegawai yang kemudian akan meningkatkan kinerja organisasi/perusahaan yang bersangkutan.
d.   Dalam waktu tertentu
HRD akan semakin mahal harganya dan akan semakin besar investasinya, karena program ini bisa dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu, bisa dalam satu hari, seminggu, sebulan, atau sampai dengan tiga tahun.


2.2 Model Evaluasi PSDM
              Sejumlah pakar dan lembaga yang menyelenggarakan program PSDM telah berhasil menyusun model-model evaluasi PSDM. Model-model evaluasi PSDM tersebut lebih mengemukakan adanya cara untuk mengevaluasi program dari PSDM dan menentukan informasi apa yang harus dijaring. Sebagai contoh, apakah evaluator akan mempergunakan model evaluasi umum atau khusus yang tergantung pada kebutuhan organisasi dalam mengevaluasi program HRD-nya.
Berikut ini merupakan tujuh model evalusi khusus untuk program HRD, yakni sebagai berikut:
1.   Model evalusi Kirkpatrick
2.   Brinkerhoff Six-Stage Evalution Model
3.   Model evaluasi The Bell System
4.   Model evaluasi CIRO
5.   Model evaluasi Saratoga Institute
6.   Model evaluasi IBM
7.   Model evaluasi Xerox
Dari ketujuh model evaluasi PSDM diatas, penulis akan memfokuskan pada model kelima, yaitu model evalusi Saratoga Institute.

2.3 Model Evaluasi Saratoga Institute
Saratoga institute mengembangkan empat level pendekatan evaluasi Program HRD, yang meliputi:
a.    Kepuasan pelatihan (training satisfaction)
b.    Perubahan pembelajaran (learning change)
c.    Perubahan perilaku (behavior change)
d.   Perubahan organisasi (organizational change)
Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Saratoga Institute dievaluasi dengan mempergunakan keempat level tersebut setiap tahunnya melalui Saratoga Institute Human Resource Effectiveness Survey. Hasil akhir dari survei adalah Return On Investment (ROI) dalam kaitannya dengan perubahan organisasi.


2.3.1 Kepuasan pelatihan (training satisfaction)
2.3.1.1 Pengertian Pelatihan
Pada umumnya semakin berkembang perusahaan, semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menggerakkan kegiatan operasionalnya. Bukan hanya jumlah penambahan tenaga kerja yang dibutuhkan, namun perusahaan juga pasti menginginkan peningkatan kualitas dan keahlian tenaga kerjanya dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, pengusaha harus mampu mempertahankan bahkan meningkatkan efisiensi dan efektifitas. Seorang tenaga kerja mampu menyelesaikan tugasnya jika telah memiliki kecakapan dan keterampilan. Kecakapan dan keterampilan merupakan hasil dari sistem pelatihan. Dengan mengikuti program pelatihan, tenaga kerja dimungkinkan dapat mengalami peningkatan kemampuan.
Menurut Dessker, pelatihan adalah proses mengajar keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru untuk melakukan pekerjaannya. Selanjutnya menurut Handoko, pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan, dan tehnik pelaksanaan kerja tertentu, terinci, dan rutin. Nasution menjelaskan bahwa pelatihan adalah suatu proses belajar mengajar dengan mempergunakan tehnik dan metode tertentu, guna meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang (karyawan atau sekelompok orang). Terakhir menurut Cushway, pelatihan adalah proses mengajarkan keahlian dan memberikan pengetahuan yang perlu serta sikap supaya mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan standar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan umum dari pelatihan adalah untuk memperbaiki efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dan mencari sasaran program kerja yang telah ditetapkan. Efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dapat dicapai dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya.
Agar pelatihan dapat menghasilkan peningkatan kinerja yang baik, maka pelatihan harus merupakan bagian dari program yang sistematis dan terencana. Menurut Cushway dalam pelaksanaannya, program pelatihan diselenggarakan dengan berbagai tahapan-tahapan, antara lain sebagai berikut:
a.      Analisis kebutuhan pelatihan
b.     Program pelatihan, terencana sesuai dengan kebutuhan
c.      Penerapan program pelatihan
d.     Evaluasi keefektifan pelatihan yang ada

2.3.1.2 Komponen Pelatihan
              Dalam beberapa definisi yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli, peneliti dapat merangkum bahwa pelatihan merupakan sebuah proses untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
a.    Pengetahuan (knowledge)
Menurut Sulistiani dan Rosidah, pengetahuan adalah akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal ataupun non formal yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan.
b.   Keterampilan (Skill)
Menurut Kreitner dan Kinicki, keterampilan adalah kapasitas khusus untuk memanipulasi objek secara fisik.
c.    Sikap (Attitude)
Menurut Sulistiani dan Rosidah, sikap merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya dengan perilaku kerja seseorang, maka akan menguntungkan.

Menurut Mar’at, ada tiga komponen sikap sebagai berikut:
a.    Komonene kognisi yang hubungannya dengan beliefs, ide, dan konsep
b.   Komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang
c.    Kompoen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku

2.3.1.3 Analisis Kebutuhan Pelatihan
              Analisis kebutuhan pelatihan merupakan langkah pertama yang menjadi acuan langkah-langkah berikutnya. Inti dari analisis ini adalah memindahi penghalang untuk mencapai sasaran, mengidentifikasi gejala, mengumpulkan bukti, menganalisis penyebab kegagalan kinerja SDM, dan menyepakati kebutuhan pelatihan dengan manajemen operasional.
              Menurut Simamora, analisis-analisis kebutuhan pelatihan dilaksanakan pada tiga level, yaitu:
1.   Analisis organisasional
Merupakan pemeriksaan jenis-jenis permasalahan yang dialami perusahaan, dan dimana permasalahan itu berada di dalam perusahaan. mengidentifikasi kelemahan umum, apa yang dimiliki keseluruhan atau bagian dari organisasi yang mempengaruhi sasaran pencapaian organisasi.
2.   Analisis Operasional
Merupakan proses yang menentukan perilaku yang diisyaratkan dari pemegang jabatan dan standar-standar kinerja yang harus dipenuhi. Analisis ini berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap apa yang dibutuhkan untuk menjalankan peran dalam pekerjaan.
3.   Analisis Personalia
Memiliki tujuan untuk memeriksa seberapa baik individu karyawan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka. Dalam analisis ini, berisis kinerja di dalam perusahaan. tuntutan kinerja inin bukan hanya kinerja yang segera dibutuhkan, melainkan juga mencakup tanggung jawab baru atau perubahan tanggung jawab.

2.3.1.4  Metode Pelatihan
Menurut Handoko, program pelatihan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu Metode praktis (on the job training) serta tehnik-tehnik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job training). Metode praktis (on the job training) merupakan metode yang paling banyak digunakan, dimana karyawan dilatih dengan pekerjaan baru dengan supervise langsung oleh pelatih yang berpengalaman. Terdapat lima tehnik yang dapat dilakukan dalam on the job training, yaitu;
1.   Rotasi jabatan
Memberikan kepada karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam keterampilan manajerial.
2.   Latihan instruksi pekerjaan
Petunjuk-petunjuk pekerjaan diberikan langsung pada pekerjaan dan digunakan untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka sekarang.
3.   Magang
Suatu proses terstruktur diaman seseorang menjadi pekerja yang terampil melalui kombinasi dari pelajaran di kelas dan pelatihan langsung di pekerjaan.
4.   Coaching (atasan memberikan pengarahan kepada karyawan)
5.   Penugasan sementara
Penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang telah ditetapkan.

2.3.2   Perubahan pembelajaran (learning change)
Dalam rangka mengembangkan keterampilan, bakat, dan kemampuan SDM, maka pihak perusahaan yang diwakili oleh HRD dapat memberikan program pelatihan kepada setiap karyawan secara bergantian. Namun pada kenyataannya, pembelajaran itu sendiri telah terjadi sebelum pelaksanaan pelatihan dilakukan, dimana para peserta pelatihan sudah memiliki pengetahuan, keterampilan yang sesuai dengan bakat dan keahliannya masing-masing. Dengan diadakannya program pelatihan untuk karyawan, maka diharapkan ada suatu perubahan yang dapat lebih mengembangkan pengetahuan karyawana yang bersangkutan antara sebelum dan setelah dilakukan pelatihan. Adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan, maka diharapkan akan terjadi peningkatan kinerja karyawan pada perusahaan atau organisasi tempat mereka bekerja.

2.3.3   Perubahan perilaku (behavior change)
Tujuan pelatihan adalah untuk memberikan bekal bagi setiap karyawan agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Diharapkan setelah mengikuti pelatihan, terjadi perubahan dalam perilaku karyawan, yang ditandai dengan adanya peningkatan dalam kinerja karyawan pada perusahaan yang bersangkutan dan akan memberikan kontribusi terhadap pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang keahliannya.

2.3.4   Perubahan organisasi (organizational change)
Perubahan merupakan suatu kegiatan yang membuat sesuatu hal menjadi berbeda atau tidak sama. Organisasi dalam hal ini juga banyak melakukan perubahan dalam melakukan kegiatannya. Tetapi, kegiatan perubahan yang dapat diklasifikasikan dalam konteks perubahan organisasi adalah perubahan dalam organisasi yang terencana, bersifat pro-aktif dan dilakukan secara sengaja serta berorientasi sasaran, bukan perubahan yang terjadi karna suatu kebetulan.
Pada dasarnya, ada dua hal yang menjadi sasaran dari perubahan terencana tersebut, yaitu perubahan dalam mengupayakan perbaikan kemanapun organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan dalam mengupayakan perubahan perilaku karyawan. Jika suatu organisasi ingin tetap eksis dalam kegiatannya, organisasi harus menanggapi perubahan lingkungan dan mengambil langkah-langkah perubahan yang diperlukan dalam diri organisasi itu sendir, termasuk di dalamnya adalah para karyawan.



























BAB III
PENUTUP

3.1        Kesimpulan
Keunggulan kompetitif suatu organisasi dapat dicapai dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan memiliki SDM yang memiliki keunggulan kompetitif pula, yaitu para karyawan yang memiliki akses dan mampu menerapkan pengetahuan dalam mengambil keputusan. SDM adalah aset atau unsur yang paling penting di antara unsur-unsur organisasi lainnya. SDM penting dikarenakan mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi  dan merupakan pengeluaran pokok organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Di sisi lain, SDM penting sebab merupakan penggerak/motor terhadap sumber daya-sumber daya lain dalam organisasi. Untuk itu, perusahaan dituntut untuk melakukan pengembangan berkesinambungan terhadap kuantitas dan kualitas "stock" pengetahuan mereka melalui pelatihan kepada SDM.
Melalui metode evaluasi Saratoga institute, maka dapat diketahui apakah program pelatihan SDM telah berhasil sesaui dengan yang diharapkan. Hal ini dapat diukur dengan emapat pendekatan, yaitu:
a.    Kepuasan pelatihan (training satisfaction)
b.    Perubahan pembelajaran (learning change)
c.    Perubahan perilaku (behavior change)
d.   Perubahan organisasi (organizational change)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar