A.
LANDASAN ILMU PENDIDIKAN
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang
dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan.
1.
Landasan Hukum Kata landasan dalam hukum berarti
melandasi atau mendasari atau titik tolak.Pasal – pasal yang bertalian dengan
pendidikan dalam Undang – Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan
Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan
tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap – tiap warga Negara berhak
mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu system pengajar Pasal 32 pada Undang – Undang Dasar
berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.an nasional, yang
diatur dengan Undang – Undang.
2.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pertama – tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 5.
Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 5 berbunyi
: Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
3.
Landasan FilsafatFilsafat pendidikan ialah hasil
pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar – akarnya mengenai
pendidikanAgar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap,
berikut akan dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang
dominan di dunia ini. Aliran itu ialah :a. Esensialis2. Parenialis3.
Progresivis4. Rekonstruksionis5. Eksistensialis
4.
Landasan Sejarah Sejarah adalah keadaan masa
lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh
konsep – konsep tertentu. Sejarah
pendidikan di Indonesia.Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara
Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juga cukup
panjang.
B. TEORI PENDIDIKAN
1. Teori Koneksionisme
Edward Lee Thorndike
adalah tokoh psikologi yang mampu memberikan pengaruh besar terhadap
berlangsungnya proses pembelajaran. Teorinya dikenal dengan teori
Stimulus-Respons. Menurutnya, dasar belajar adalah asosiasi antara stimulus (S)
de¬ngan respons (R). Stimulus akan memberi kesan ke-pada pancaindra, sedangkan
respons akan mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Asosiasi seperti itu
disebut Connection. Prinsip itulah yang kemudian disebut sebagai teori
Connectionism.
Setelah percobaan itu
diulang-ulang, ternyata tingkah laku kucing untuk keluar dari kandang menjadi
semakin efisien. Itu berarti, kucing dapat memilih atau menyeleksi antara
respons yang berguna dan yang tidak. Respons yang berhasil untuk membuka pintu,
yaitu menyentuh tali akan dibuat pembiasaan, sedangkan respons lainnya
dilupakan. Eksperimen itu menunjukkan adanya hubungan kuat antara stimulus dan
respons.
Thorndike merumuskan hasil eksperimennya
ke dalam tiga hukum dasar (Suwardi, 2005: 34-36), sebagai berikut:
a. Hukum Kesiapan (The Law of Readiness)
Hukum ini
memberikan keterangan mengenai kesiapan seseorang merespons (menerima atau
menolak) terhadap suatu stimulan. Pertama, bila sese¬orang sudah siap melakukan
suatu tingkah laku, pelaksanaannya akan memberi kepuasan baginya sehingga tidak
akan melakukan tingkah laku lain. Contoh, peserta didik yang sudah benar-benar
siap menempuh ujian, dia akan puas bila ujian itu benar-benar dilaksanakan.
b. Hukum Latihan
(The Law of Exercise)
Hukum ini dibagi
menjadi dua, yaitu hukum penggunaan (the law of use), dan hukum bukan
penggunaan (the law of disuse). Hukum penggunaan menyatakan bahwa dengan
latihan berulang-ulang, hubungan stimulus dan respons akan makin kuat.
Sedangkan hukum bukan penggunaan menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan
respons akan semakin melemah jika latihan dihentikan.
c. Hukum Akibat
(The Law of Effect)
Hubungan
stimulus-respons akan semakin kuat, jika akibat yang ditimbulkan memuaskan.
Sebaliknya, hubungan itu akan semakin lemah, jika yang dihasilkan tidak
memuaskan. Maksudnya, suatu perbuatan yang diikuti dengan akibat yang
menyenangkan akan cenderung untuk diulang. Tetapi jika akibatnya tidak
menyenangkan, akan cenderung ditinggalkan atau dihentikan. Hubungan ini erat
kaitannya dengan pemberian hadiah (reward) dan sanksi (pun¬ishment).
2. Teori Classical Conditionins
Tokoh yang
mengemukakan teori ini adalah Ivan Petrovich Pavlov, warga Rusia yang hidup
pada tahun 1849-1936. Teorinya adalah tentang condi¬tioned reflects. Pavlov
mengadakan penelitian secara intensif mengenai kelenjar ludah. Penelitian yang
dilakukan Pavlov menggunakan anjing sebagai objeknya. Anjing diberi stimulus
dengan makanan dan isyarat bunyi, dengan asumsi bahwa suatu ketika anjing akan
merespons stimulan berdasarkan kebiasaan.
Prinsip belajar
menurut Pavlov adalah sebagai berikut:
a. Belajar
adalah pembentukan kebiasaan dengan cara menghubungkan/ mempertautkan antara
perangsang (stimulus) yang lebih kurang dengan perangsang yang lebih lemah.
b. Proses
belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan lingkungan.
c. Belajar
adalah membuat perubahan-perubahan pada organisme/individu.
d. Setiap
perangsang akan menimbulkan aktivitas otak.
e. Semua
aktivitas susunan saraf pusat diatur oleh eksitasi dan inhibitasi.
C.
DEFINISI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NASIONAL SESUAI DGN UU NO. 20 / 2003
PENGERTIAN PENDIDIKAN
1. Batasan
tentang Pendidikan
Definisi pendidikan menurut para
ahli, diantaranya adalah :
Menurut Juhn Dewey, pendidikan
adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi
di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin
pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan
kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari
orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
Untuk mengatahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita telah
memiliki rumusan formal dan
operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang
SISDIKNAS, yakni:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Batasan tentang pendidikan yang
dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang
lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang
digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
a. Pendidikan sebagai Proses
transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi
budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu
generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses
transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi
yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran,
rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b. Pendidikan sebagai Proses
Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan
pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan
sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses
pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka
yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah
dewasa atas usaha sendiri.
c. Pendidikan sebagai Proses
Penyiapan Warganegara
Pendidikan sebagai penyiapan
warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali
peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan sebagai Penyiapan
Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyimpana
tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga
memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting
dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia
1.
Usaha sadar dan terencana.
Pendidikan
sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah
proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja
intelektual). Oleh karena itu, di setiap
level manapun, kegiatan pendidikan
harus disadari dan direncanakan, baik
dalam tataran nasional (makroskopik), regional/provinsi dan kabupaten kota
(messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun operasional (proses pembelajaran oleh guru).
2. Mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya
Pada pokok
pikiran yang kedua ini saya melihat adanya pengerucutan istilah pendidikan
menjadi pembelajaran. Jika dilihat
secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting
pendidikan formal semata (persekolahan).
Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran
kedua ini, saya menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah
pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental) dan humanis, yaitu
berusaha mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang
bergaya behavioristik. Selain itu, saya
juga melihat ada dua kegiatan (operasi) utama dalam
pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, dan (b) mewujudkan proses pembelajaran.
3
Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pokok pikiran
yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan
sekaligus menggambarkan pula
tujuan pendidikan nasional kita , yang
menurut hemat saya sudah demikian
lengkap. Di sana tertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan
sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan
pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi
pendidikan yang mencari keseimbangan
diantara ketiga dimensi tersebut.
1. Pendidikan
Menurut = UU Sisdiknas
Judul Buku =
Dasar Konsep Pendidikan Moral
Tahun 2003, Hal
1
Penerbit =
ALFABETA
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
2. Pendidikan Menurut = Carter V. Good
Judul Buku = Dasar Konsep Pendidikan Moral
Tahun 1977, Hal 1
Penerbit = ALFABETA
Uraian
Pendidikan adalah proses perkembangan
kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam
masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu
lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat mencapai
kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.
3. Pendidikan Menurut = Godfrey Thomson
Judul Buku = Dasar Konsep Pendidikan Moral
Tahun 1977, Hal 2
Penerbit = ALFABETA
Uraian
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas
individu untuk menghasilkan perubahan yang tepat didalam kebiasaan tingkah
lakunya, pikiranya dan perasaannya.
4. Pendidikan Menurut = UNESCO
Judul Buku = Dasar Konsep Pendidikan Moral
Tahun 1999, Hal 2
Penerbit = ALFABETA
Uraian
UNESCO menyebutkan bahwa: “education is now
engaged is preparinment for a tife
Society which does not yet exist” atau
bahwa pendidikan itu sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu
tipe masyarakat yang masih belum ada. Konsep system pendidikan mungkin saja berubah
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan nilai-nilai kebudayaan
(transfer of culture value). Konsep pendidikan saat ini tidak dapat dilepaskan
dari pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa
lalu,sekarang,dan masa datang.
5. Pendidikan Menurut = Thedore Brameld
Judul Buku = Dasar Konsep Pendidikan Moral
Tahun 1999, Hal 2
. Pendidikan menurut: Juhn Dewey
Uraian
Menurut Juhn Dewey Pendidikan adalah suatu
proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam
pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula
terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan
social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum
dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
8. Uraian
Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan
adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat
(behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau
perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.
4 ILMU KEJIWAAN PENDIDIKAN
5 KASUS TAWURAN , BOLOS , MALES
BELAJAR, PENYIMPANGAN PRILAKU APA YG
SALKAH DENGAN SISTEM PENDIDIKAN
Banyak faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya
perilaku menyimpang, baik berasal dari dalam diri individu, maupun dari
pengaruh luar diri individu tersebut. Sebagai contoh, dalam studi Lewin
mengungkapkan bahwa 90 % anak-anak yang bersifat jujur berasal dari keluarga
yang keadaannya stabil dan harmonis, sedagkan 75 % anak-anak pembohong berasal
dari keluarga yang tidak harmonis atau disebut broken home. Adapun
factor-faktor yang penyebab terjadinya perilaku menyimpang dijelaskan sebagai
berikut.
a. Faktor
dari diri Individu
1) Potensi
kecerdasan yang rendah
2) Mempunyai
masalah yang kompleks dan tidak dapat ditanggulangi diri
3) Mengalami
kesalahan beradaptasi di lingkungan tempat tinggal
4) Tidak
menemukan figure yang tepat untuk dijadikan pedoman dalam berkehidupan
sehari-hari.
b. Faktor
dari luar individu
1) Lingkungan
keluarga
a) Kekacauan
dalam kehidupan keluarga (broken home)
b) Kurangnya
pengawasan dari orang tua
c) Kesalahan
cara orang tua dalam mendidik
d) Tidak
mendapat perlakuan yang sesuai dalam keluarga
2) Lingkungan
sekolah
a) Longgarnya
disiplin sekolah
b) Kealahan dalam
sistem pendidikan sekolah
c) Perlakuan
guru yang tidak adil terhadap siswa
d) Kecenderungan
sekolah memandang kontribusi orang tua
e) Perlakuan
otoriter yang diterapkan guru-guru sekolah
3) Lingkungan
masyarakat
a) Kurangya
partisipasi masyarakat dalam menanggulangi perilaku menyimpang remaja
dilingkungan masyarakat
b) Kemajuan
teknologi informasi yang pesat menyebabkan kebablasan informasi bagi remaja
c) Banyaknya
masyarakat yang cenderung mencontohkan perbuatan yang dilarang dan bahkan
kriminal
d) Kerusakan
moral dalam komplek tempat tinggal
JAWABAN UAS
1.KEBIJAKAN DESENTRALISASI
DAN OTORISASI PENDIDIKAN , 6 ISU
PENDIDIKAN NASIONAL
A. DESENTRALISASI DAN OTORISASI PENDIDIKAN
Kebijakan Majamen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah
satu bentuk desentralisasi pengelolaan pendidikan yang dipilih dengan tujuan
untuk memandirikan sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan. Kebijakan ini
diimplementasikan dengan menerapkan pembelajaran aktif kreatif efektif dan
menyenangkan, manajemen yang transparan dan dengan melibatkan peran serta
masyarakat (BP3). Dalam implementasinya, kebijakan MBS memerlukan kesiapan
sumber daya manusia (Kepala Sekolah, Guru dan BP3), sarana prasarana dan
pembiayaan.
Peningkatan kualitas pendidikan sangat menekankan pentingnya
peranan sekolah sebagai pelaku dasar utama yang otonom, dan peranan orang tua
dan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan. Sekolah perlu diberikan
kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi
lingkungan dan dan kebutuhan pelanggan. Sekolah sebagai institusi otonom
diberikan peluang untuk mengelolah dalam proses koordinasi untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan. Konsep pemikiran tersebut telah mendorong munculnya
pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu yang berbasis sekolah.
Pendekatan inilah yang dikenal dengan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah (school based quality management/school based quality improvement).
Desentralisasi Pendidikan dan Kewenangan Sekolah
Otonomi daerah di bidang pendidikan secara tegas telah
dinyatakan dalam PP Nomor 25 tahun 2000 yang mengatur pembagian kewenangan
pemerintah pusat dan propinsi. Pemeritah pusat hanya menangani penetapan
standar kompetensi siswa, pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil
belajar nasional, penetapan standar materi pelajaran pokok, pedoman pembiayaan
pendidikan, persyaratan penerimaan, perpindahan dan sertivikasi siswa, kalender
pendidikan dan jumlah jam belajar efektif. Untuk propinsi, kewenangan terbatas
pada penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dari masyarakat minoritas,
terbelakang dan tidak mampu, dan penyediaan bantuan pengadaan buku mata
pelajaran pokok/modul pendidikan bagi siswa.
Semua urusan pendidikan di luar kewenangan pemerintah pusat
dan propinsi tersebut sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah daerah tingkat II.
Ini berarti bahwa tugas dan beban PEMDA tingkat II dalam menangani layanan
pendidikan amat besar dan berat terutama bagi daerah yang capacity building dan
sumberdaya pendidikannya kurang. Karena itu, otonomi daerah bidang pendidikan
bukan hanya ditujukan bagi daerah tingkat II tetapi juga dibebankan bagi
sekolah sebagai penyelenggara pendidikan terdepan dan dikontrol oleh
stakeholders pendidikan (orangtua, tokoh masyarakat, dunia usaha dan industri,
Dewan Perwakilan Rakyat, serta LSM pendidikan).
Sebagai Konsekuensi kebijakan ini, maka pelaksanaan
konsepesi school-based Management (Manajemen Berbasis Sekolah) dan
community-based education(pendidikan berbasis masyarakat) merupakan suatu
keharusan dalam penyelenggaraan pendidikan dalam era otonomi daerah.
School-based management sebagai konsepsi dasar manajemen pendidikan masa kini
merupakan konsep manajemen sekolah yang memberikan kewenangan dan kepercayaan
yang luas lagi, sekolah berdasarkan profesionalisme untuk menata organisasi
sekolah. Mencari, mengembangkan, dan mendayagunakan resources pendidikan yang
tersedia, dan memperbaiki kinerja sekolah dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan sekolah yang bersangkutan. Sebagian besar sekolah swasta sebenarnya
telah melaksanakan konsepsi ini walaupun sebagian dari mereka masih perlu
meningkatkan diri dalam upaya mencapai produktivitas sekolah yang
diinginkan[1].
Konsep peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah muncul
dalam kerangka pendekatan manajemen berbasis sekolah. Pada hakekatnya MBS akan
membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yaitu, pertama,
kemajuan program pendidikan dan pelayanan kepada siswa-orang tua, siswa dan
masyarakat. Kedua, kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi[2].
Model MBS menempatkan sekolah sebagai lembaga yang memiliki
kewenangan dalam menerapkan kebijakan, misi, tujuan, sasaran, dan strategi yang
berdampak terhadap kinerja sekolah. Keinerja sekolah akan sangat ditentukan
oleh kebijakan yang ditetapkan oleh sekolah yang menyangkut pengembangan
kurikulum. Namun demikian, dalam merumuskan kebijakan, sekolah mengacu kepada
kebijakan pusat dan memperhatikan aspirasi yang berkembang dari local state
melalui dewan sekolah (school council)[3].
Dewan Sekolah dan BP3
Upaya peningkatan partisipasi orang tua dan masyarakat dalam
pengelolaan dan peningkatan mutu sekolah dikukuhkan dengan mencantumkan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah dalam bagian ketiga pasal 56
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan
Nasional[4].
Dasar hukum utama pembentukan Komite Sekolah untuk pertama
kalinya adalah Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional (Propenas), Rumusan Propenas tentang pembentukan Komite Sekolah
kemudian dijabarkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002
yang merupakan acuan utama pembentukan Komite Sekolah. Disebutkan sebagai acuan
karena pembentukan Komite Sekolah di berbagai satuan pendidikan atau kelompok
satuan pendidikan disesuaikan dengan kondisi di masing-masing satuan pendidikan
atau kelompok satuan pendidikan. Demikian pula sebutan Komite Sekolah dapat
berbeda di setiap satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan[5]. Namun
demikian ada prinsip yang harus difahami dalam pembentukan Komite
Sekolah.Secara terinci pelaksanaan pasal 56 UU ini dijelaskan dalam Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 044/U/2002[6]. Prinsip
yang dimaksud adalah transparan, akuntabel dan demokratis
2. SEBUTKAN & URAIKAN
PRINSIP 2 KEPEMIMPINAN DAN UNSUR
UNSUR KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN.
Prinsip – prinsip kepemimpinan :
1. Mampu menjadi teladan yang baik
2. Memiliki rasa tanggung jawab
3. Berani mengambil desisi an bersedia menerima resiko
4. Ciptakan sense of belonging dari para bawahan dan
ciptakan sense of participation.
5. Ciptakan kerjasama yang baik di kalangan anggota.
PRINSIP- PRINSIP DASAR KEPEMIMPINAN
Prinsip, sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama
berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk
membangun dirinya atau organisasi. Menurut Stephen R. Covey (1997), prinsip
adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip
menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak
dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung
kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan,
sikap yang bijaksana, dan kekuatan. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan
kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Coney) sebagai berikut:
1. Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar
sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar.
Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
2. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab
prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan
utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada
pelayanan yang baik.
3. Membawa energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan
energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung
kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun
hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu
yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus
dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;
a. Percaya pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf
bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan
yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.
b. Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya.
Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan
olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara
kehidupan dunia dan akherat.
c. Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam
hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala
konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan,
mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung
pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan
kebebasan.
d. Sinergi
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan
satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya.
Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut
The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja
kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara
perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang
atasan, staf, teman sekerja.
e. Latihan mengembangkan diri sendiri
Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri
untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada
proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang
berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2) memperluas materi melalui belajar
dan pengalaman; (3) mengajar materi kepada orang lain; (4) mengaplikasikan
prinsip-prinsip; (5) memonitoring hasil; (6) merefleksikan
kepada hasil; (7) menambahkan pengetahuan baru yang
diperlukan materi; (8) pemahaman baru; dan (9) kembali menjadi diri sendiri
lagi.
Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena
beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya: (1) kemauan dan
keinginan sepihak; (2) kebanggaan dan penolakan; dan (3) ambisi pribadi. Untuk
mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus.
Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang
dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Hukum alam tidak dapat dihindari dalam proses pengembangan
pribadi. Perkembangan intelektual seseorang seringkali lebih cepat dibanding
perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencapai
keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor pengendali dalam
kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari belajar mendengar.
Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan memahami orang lain.
Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih pendengaran adalah
bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan mendorong. Dalam
proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan diri, diikuti dengan
memenuhi keinginan orang.
Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari
pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan
untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk menciptakan
ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat
dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip karena seorang
pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga
emosional (IQ, EQ dan SQ).
- Bahwa Seorang Pemimpin:
1. Memiliki orientasi hidup pada masa depan, namun selalu
belajar dari masa lalu 2. Ia menggunakan perpaduan antara pikiran dan hati
dalam menghadapi problem 3. Ia memiliki motivasi kuat untuk meningkatkan
kualitas diri, namun ia selalu bersyukur atas segalanya 4. Ia bekerja keras
namun dengan cara yang cerdas 5. Ia mengambil keputusan dan bertindak cepat,
namun juga tepat
TIGA UNSUR DASAR KEPEMIMPINAN
* 1. INTEGRITAS
* 2. HATI HAMBA
* 3. MAU MENJADI
PENGURUS
(STEWARDSHIP)
INTEGRITAS
1. MEMPERLIHATKAN
INTEGRIATAS DIRI PADA TINDAKAN DALAM MENGEJAR TUJUAN
2. MENJALANI
KHIDUPAN YANG SEIMBANG DAN UTUH DAN SELALU MEMBERIKAN KESEMPATAN PADA SEMUA
ORANG UNTUK MELAKUKAN APA YANG IA LAKUKAN
3. TIDAK
MENGAHARPKAN PENGIKUTNYA BERLAKU LEBIH BAIK
4. KECUALI PARA
PEMIMPINI ITU TELAH TERLEBIH DAHULU MENGEMBANGKAN DIRINYA
5. INTEGRITAS
PRIBADI DAN PROFESIONAL DAPAT DIUKUR DENGAN MUDAH BERDASARKAN SEMANGAT PEMIMPIN
UNTUK MENCAPAI SESUATU BERDASARKAN DEFINISI KESUKSESAN DARI PEMIMPIN ITU
SENDIRI
KETIKA PEMIMPIN TERMOTIVASI OLEH INTEGRITASNYA
MAKA IA AKAN:
1. LEBIH MAMPU
MENOLONG ANGGOTA TIM UNTUK MELIHAT BERBAGAI KEMUNGKINAN, MENGEMBANGKAN JALAN
KEARAH SUKSES DAN HASIL YANG BAIK
2. MENGEMBANGKAN
DAN MEMELIHARA SIKAP DAN KEBIASAAN YANG POSITIF DAN PRODUKTIF ANGGOTA TIM
3. MEMOTIVASI DAN
MEMANFAATKAN POTENSI DEMI KESUKSESAN
4. MENERIMA DAN
MENYERAP TANGGUNGJAWAB UTK MOTIVASI DIRI
5. MEMAHAMI BAHWA
IA BERTANGGUNG JAWAB MEMBANTU ORANG LAIN UNTUKMENGHADIRKAN YANG TERBAIK DALAM
DIRI ORANG ITU
MENGUKUR INTEGRITAS
1. PEMAMHAMAN AKAN
KONSEKUENSI JANGKA PANJANG
2. PERJUANGAN KERAS
YANG BERMANFAAT ATAU TIDAK
HATI HAMBA
* ORANG-ORANG BERHASIL DI SEPANJANG LANGKAH KEHIDUPAN INI
MEMILIKI SASARAN YANG SAMA, YAITU MELAYANI ORANG LAIN
* SIKAP HATI SEORANG HAMBA YANG DIMILIKINYA TELAH MENJADI
SIKAP NILAI UTAMA SEHINGGA MENJADI PONDASI YANG KOKOH
PEMIMPIN YANG SOMBONG DAN KERAS KEPALA
MENGANGGAP KEPEMIMPINAN BERDASARKAN NILAI-NILAI MERUPAKAN
ALTERNATIF YANG LEMAH BAGI STRATEGI YANG BERBOBOT, BERFOKUS PADA POTENSI
NILAI-NILAI, KONTRIBUSI DAN KEPUASAN
MAU JADI PENGURUS
( STEWARDSHIP
n PEMIMPIN YANG JUGA MENJADI SEORANG PENGURUS TIDAK HANYA
MEMENTINGKAN LABA RUGI ORGANISASI, NAMUN JUGA MEMBERI PERHATIAN PADA
HARTA-HARTA ORGANISASI YANG TAK TERNILAI DAN TAK BERWUJUD.
n BAKAT GABUNGAN SELURUH ANGGOTA TIM DIAKUI SEBAGAI INTI
ATAU ESENSI MANUSIA DALAM SETIAP PERUSAAN ATAU ORGANISASI.
PEMIMPIN EFEKTIF
l ADALAH PEMIMPIN YANG BERKOMITMEN SUNGGUH-SUNGGUH KALAU
DIRINYA SANGGGUP MENEMPATKAN KESEJAHTERAAN ANGGOTA TIM DI ATAS
KESEJAHTERAANNYA, DI ATAS KEUNTUNGAN YANG DIPEROLEHNYA DAN DI ATAS KEPENTINGAN
PRIBADINYA
l PEMEIMPIN YANG EFEKTIF AKAN MENGINVESTASIKAN WAKTU, UANG
DAN PERHATIAN DENGAN MENGEMBANGKAN, MEMLIHARA DAN MENJAGA KESTABILAN SERTA POTENSI
KESUKSESAN DALAM JANGKA PANJANG YANG ADA DI DALAM DIRI ANGGOTA TIM.
PEMIMPIN YANG SUKSES
* PERCAYA BAHWA
PEKERJAAN MENGURUS MERUPAKAN BAGIAN YANG VITAL DAN PERMANEN DARI UPAYA
MANAJEMEN YANG DILAKUKANNYA
TIGA TINGKAT KEMITRAAN PENGURUS
1. TINGKATAN SIKAP
MEMPERLIHATKAN SIKAP EMPATI DAN PEDULI KEPADA ANGOTA
TIM
1. TINGKATAN
KEYAKINAN
MENGGABUNGKAN RASA INGIN TAHU, PENGETAHUAN, SERTA
MINATNYA SAMPAI KEDASR HATINYA
1. TINGKATAN SALING
MENERIMA
SETIAP ANGGOTA TIM DITERIMA DENGAN SEGALA APA ADANYA,
KEKURANGAN DAN KELEMAHAN MANUSIAWINYA.
KETIKA PEMIMPIN MEMUSATKAN PERHATIAN PADA KETERAMPILAN
SELAIN MENGEMBANGKAN POTENSI ANGGOTA TIMNYA DALAM SETIAP SEGI KEHIDUPAN,
HASILNYA ADALAH PERSIS SEPERTI YANG DIKEHENDAKI PEMIMPIN, YAITU KEPERCAYAAN (
TRUST ), KOMITMEN DAN LOYALITAS YANG MENINGKAT
NILAI SEBAGAI PONDASI YANG SANGAT PENTING
n SESUNGGUHNYA, PEMIMPIN YANG:
1. MENGINGINKAN
KEMASYHURAN ….. AKAN MENDAPATKANNYA DENGAN MEMBANTU MEMPROMOSIKAN DAN
MENGEMBANGKAN ORANG LAIN
2. INGIN MENCARI
UANG ….. AKAN MENMUKANNYA KETIKA DENGAN TULUS MELAYANI ORANG LAIN
3. MENGINGINKAN
SAHABAT….. AKAN MENDAPATKANNYA KETIKA MEREKA MEMILIKI INTEGRITAS YANG
DIPERLUKAN SAAT MENJADI SEORANG SAHABAT BAGI ORANG LAIN
4. MENGINGINKAN
KASIH….. AKAN MENDAPATKAN DENGAN MENGASIHI ORANG LAIN
5. MENGINGINKAN
RASA KEPUASAN KARENA MENCAPAI SESUATU…. ADALAH HAMBA POTENSI MANUSIA YANG
DIDESIKASIKAN UNTUK MENOLONG ORANG LAIN MERAIH KESUKSESAN
“ KARAKTER MERUPAKAN KUNCI KEPEMIMPINAN. RISET DI
UNIVERSITAS HARVARD MENUNJUKKAN BAHWA 85% KINERJA PEMIMPIN TERGANTUNG PADA
KARAKTER PRIBADINYA “.
* WARREN BENNIS *
“ BILA ANDA TIDAK SENANTIASA MEMIKIRKAN BAGAIMANA MEMBUAT
SETIAP ORANG LEBIH BERNILAI, ANDA TIDAK AKAN PUNYA KESEMPATAN LAGI “
*** JACK WELCH ***
“ KESUKSESAN ADALAH PERWUJUDAN SECARA PROGRESIF
SASARAN-SASARAN PRIBADI MAUPUN ORGANISASI YANG BERGUNA DAN YANG TELAH
DITENTUKAN TERLEBIH DAHULU “
UNSUR-UNSUR YANG HARUS DIPENUHI DALAM KEPEMIMPINAN
ada beberapa unsur yang harus dipenuhi dalam suatu kepemimpinan
yaitu :
a. Pengikut / followership : adanya kepemimpinan ini
disebabkan karena adanya pengikut. seseorang menjadi pemimpin karena adanya
orang-orang yang berkehendak mengikutinya sesuai dengan keinginan pemimpin.
Pada dasarnya followership (pengikut) dapat dibagi menjadi 5 golongan yakni :
1. Followership berdasarkan naluri : terjadi beberapa
pengikut karena adanya dorongan dari mereka untuk menaruh kepercayaan mereka
pada seseorang sehingga mereka bersedia untuk bertindak sesuatu yang dikehendaki
oleh orang yang telah mereka beri kepercayaan
2. Followership berdasarkan agama : kepengikutan ini karena
adanya pandangan bahwa orang lain mempunyai kelebihan dalam bidang keagamaan.
3. Followership berdasarkan tradisi : Ini timbul pada
sejumlah orang karena kebiasaan secara turun temurun.
4. Followership berdasarkan rasio : timbul dikalangan
orang-orang terpelajar yang terlihat dari adanya pelaksanaan demokrasi di dalam
mengambil keputusan.
5. Followership berdasarkan peraturan : ini terlihat pada
organisasi atau kelompok tertentu yang ada hubungan antara orang-orang yang
satu dengan yang lain di tata menurut aturan-aturan tertentu.
b. Tujuan : Kepemimpinan timbul karena adanya kepengikutan
yang melakukan kerjasama dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan
bersama. dengan adanya tujuan - tujuan tertentu timbul kerjasama dan timbul
pula pimpinan yang harus mengatur untuk mencapai tujuan tersebut.
c. Kegiatan mempengaruhi : ini berarti bahwa seorang
pimpinan dalam aktifitasnya membimbing, mengontrol dan mengarahkan tindakan
orang lain untk menuju suatu sasaran tertentu.
Sumber:
http://id.shvoong.com/law-and-politics/2038320-unsur-unsur-yang-harus-dipenuhi/#ixzz1Lx9ZFLjg
3. URAIKAN SECARA KOMPREHENSIP FILOSOFI PENDIDIKAN DALAM ISLAM
ILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak
sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda,
tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau
kejelekan dan sebagainya.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi
tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran
terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah
arti yang formal.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran
keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta
penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang
langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya
oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang
ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara
rasio.
Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang
karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin
tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah
kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah
kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau
bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau
karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran
didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan
jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem
pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya
dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita
perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang
berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian,
filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian
seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri,
melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan
perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia
menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha
menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman
manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa
filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani,
Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti
pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher
yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian
filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras
(481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan
perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa
pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap
pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan
atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran
utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan
yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti
yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai
berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada
lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat
bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada
pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4)
Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada
alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih
sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah
diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan
untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak
hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan
penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan
kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan.
Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia
dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al
Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh
perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam,
di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi
Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life
education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang
ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah
menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh
al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan
manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang
menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan
menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an
dan al Hadist Firman Allah :
“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an)
dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu,
tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara
hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada
jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah
ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada
hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama
hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya
Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk
memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan
petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin
ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan
sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi
adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau
memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan
bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi
utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat
universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini.
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi
tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta
keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi
hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak
penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah
corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu.
Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan
waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini.
Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli
pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan
cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan
pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia
harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang
menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai
batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang
mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus,
tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah
dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan
bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada
hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para
ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang
tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya
gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat
dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang
hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah
ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi,
mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang
sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas
mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju
tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir
sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan
(struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut
kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali
dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan
fungsi manusia :
1) Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya
ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2) Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan
masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3) Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan
mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk
lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta
memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui
bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis
mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada
al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli,
khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian,
filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat
pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai
oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa
batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi
bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal
ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang
menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai
sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan
dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin
Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki
arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal)
tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama
Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang
relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan
Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti
masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang
pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam
yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam
menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan
Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya
dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya
sekaligus.
3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk
mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan
juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai
jenisnya.
4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan
perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan
perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di
samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi
kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak,
atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan
pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai
kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam
biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan
filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an
dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya
; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek
kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang
bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan
yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian,
khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa
Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim
karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist
karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin
mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan
pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif,
dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan
tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk
membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan
berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk
menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih
merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara
pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
F. Penutup.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang
diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas
dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan.
Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam
memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para
filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna
membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna
tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam
bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari
luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal
prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara
intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang
dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang
berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah
kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam
ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
4. SEBUTKAN UNSUR UNSUR PENDIDIKAN SERTA JELASKAN SESUAI KONTEKS PERKEMBANGANNNYA.
inilah UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN yang perlu diperhatikan:
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu:
1. Subjek yang dibimbing (peserta didik).
2. Orang yang membimbing (pendidik)
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi
edukatif)
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi
pendidikan)
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan
pendidikan)
Mau yang jelasnya g’?
1. Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan
modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek
atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik
ialah:
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang
khas, sehingga merupakan insan yang unik.
b. Individu yang sedang berkembang.
c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan
perlakuan manusiawi.
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2. Orang yang membimbing (pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik
mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran,
latihan, dan masyarakat.
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi
edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal
balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses
berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat
pendidikan.
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
a. Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang
dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan
efektifitasnya. Alat pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang
kuratif.
b. Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan
pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan
yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu:
1. Subjek yang dibimbing (peserta didik).
2. Orang yang membimbing (pendidik)
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi
edukatif)
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi
pendidikan)
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan
pendidikan)
Mau yang jelasnya g’?
1. Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan
modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek
atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik
ialah:
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang
khas, sehingga merupakan insan yang unik.
b. Individu yang sedang berkembang.
c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan
perlakuan manusiawi.
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2. Orang yang membimbing (pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik
mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran,
latihan, dan masyarakat.
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi
edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal
balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses
berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat
pendidikan.
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
a. Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan
ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus
alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya.
Alat pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif.
b. Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan
pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan
yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
5.SEBUTKAN DAN JELASKAN
KOMPETENSI YANG HARUS
DIMILIKI OLEH SEORANG GURU
Jenis Kompetensi Guru
Menurut PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki
empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional,
dan sosial. Dalam konteks itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai
kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk
perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru
untuk memangku jabatan guru sebagai profesi. Keempat jenis kompetensi guru yang
dipersyaratkan beserta subkom- petensi dan indikator esensialnya diuraikan
sebagai berikut.
1. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap
elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi sub kompetensi dan
indikator esensial sebagai berikut:
a. Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma
hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai pendidik; dan
memeliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
b. Memiliki kepribadian yang dewasa. Subkompetensi ini
memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai
pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik.
c. Memiliki kepribadian yang arif. Subkompetensi ini
memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada
kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan
dalam berpikir dan bertindak.
d. Memiliki kepribadian yang berwibawa. Subkompetensi ini
memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif
terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
e. Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma
religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang
diteladani peserta didik.
2. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan
dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan
dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
Secara rinci masing-masing elemen kompetensi pedagogik
tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai
berikut:
a. Memahami peserta didik. Subkompetensi ini memiliki
indikator esensial: memamahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidenti- fikasi bekal-ajar
awal peserta didik.
b. Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan
pendidik-an untuk kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki
indikator esensial: menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan
strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang
ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.
c. Melaksanakan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran
yang kondusif.
d. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.
Subkompe-tensi ini memiliki indikator esensial: melaksanakan evaluasi
(assess-ment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai
metode; menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan
tingkat ketuntasan belajar (mastery level); dan memanfaatkan hasil penilaian
pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya. Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi
akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengem-bangkan berbagai potensi
nonakademik.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan
dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam
yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta
menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
Secara rinci masing-masing elemen kompe-tensi tersebut
memiliki subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut:
a. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang
studi. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang
ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang
menaungi atau kohe-ren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata
pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis
untuk me-nambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik
sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator
esensial sebagai berikut :
a. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: berkomunikasi
secara efektif dengan peserta didik.
b. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
sesama pendidik dan tenaga kependidikan. c. Mampu berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
6. JELASKAN SECARA SINGKT PROFESIONALISME YANG HARUS
DIMILIKI SEORNG GURU.
Sesuai dengan judul artikel di atas bahwa guru profesional
harus memiliki sifat pendidik. Yang dimaksud pendidik pada artikel ini adalah
singkatan dari : Persuasif, Edukatif, Normatif, Dedikatif, Ilmiah, Demokratis,
Inovatif dan Kreatif. Untuk lebih jelasnya penulis mencoba memaparkan
masing-masing sifat tersebut yang merupakan sebagian sifat atau karakter guru
profesional.
1. Persuasif
Persuasif adalah sikap pendekatan psikologis secara halus,
lunak dan lembut disesuaikan dengan situasi dan kondisi untuk mempengaruhi
seseorang, sehingga orang tersebut dapat mengikuti dengan penuh pemahaman dan
kesadaran. Guru bertugas sebagai pendidik dalam rangka menyampaikan materi
pelajaran kepada siswa sangat tepat bila melakukan pendekatan secara persuasif.
Sebelum siswa diberi isi atau materi
suatu mata pelajaran, terlebih dahulu guru harus memaparkan manfaat dari
mata pelajaran tersebut. Bila siswa mengetahui dan memahami manfaat materi
pelajaran yang disampaikan, diharapkan siswa menyenangi pelajaran tersebut.
Bila telah tertanam pada hati siswa rasa senang terhadap mata pelajaran yang
dipelajarinya, maka akan timbul semangat dan gairah ketika belajar.
Sering kita dengar bahwa banyak siswa malas belajar, baik di
sekolah maupun di rumah. Mungkin saja salah satu penyebabnya karena para siswa
tersebut belum mengerti manfaat dari mata pelajaran tersebut.
Secara psikologis guru juga harus melakukan pendekatan
persuasif kepada siswa ketika menyampaikan materi pelajaran. Guru seyogyanya
mampu mengetahui dan memahami karakter, bakat dan minat masing-masing siswa.
Hal ini memang tidak mudah, karena di dalam satu kelas yang terdiri dari 40
siswa misalnya, setiap siswa mempunyai karakter, watak, bakat, minat dan latar
belakang keluarga yang berbeda. Namun, agar tercipta suasana belajar yang
menyenangkan sebaiknya guru harus berusaha semaksimal mungkin agar dapat tampil
dihadapan siswa dengan sikap yang menyenangkan. Sebab sering kita mendengar
penyebab siswa malas belajar karena tidak menyenangi sikap dan penampilan
gurunya ketika mengajar. Dikalangan para siswa sering terdengar istilah guru
killer bagi sosok guru yang penampilannya tidak menyenangkan. Bila siswa kurang
senang terhadap gurunya, maka berdampak negatif
terhadap motivasi belajarnya.
2. Edukatif
Edukatif artinya segala ucapan, sikap dan perbuatan guru,
baik di dalam kelas maupun di luar kelas, baik dilingkungan sekolah maupun
dilingkungan masyarakat luas, hendaknya mengandung nilai pendidikan atau bersifat
mendidik.
Pendidikan bukan hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran
secara teoritis dan verbalistis ( transfer of knowledge), tetapi lebih dari itu
pendidikan harus diaplikasikan dalam perilaku aktual, nyata dalam sikap dan
perbuatan ( transfer of skill) dan (transfer of value).
Tidak efektif bila guru hanya sering menyuruh siswa agar
rajin belajar, sementara gurunya sendiri berhenti belajar. Kurang tepat bila
seorang guru mengajarkan siswanya agar gemar mambaca, tetapi dia sendiri malas
membaca. Tidak akan berpengaruh bila guru sering menasehati agar siswa bersikap
disiplin, baik disiplin waktu maupun disiplin terhadap aturan yang berlaku,
tetapi gurunya sendiri sering tidak tepat waktu masuk kelas, dan sering
ketahuan melanggar aturan, baik di sekolah maupun di masyarakat. Tidak akurat
bila guru sering menyuruh siswa agar giat bekerja, tapi dia sendiri tidak
gairah mengajar, malas bekerja, waktu senggang sering digunakan main kartu
misalnya, atau mempunyai kegemaran memancing ikan umpamanya. Kalau memancing
hanya sekedar refresing, seminggu sekali atau sebulan sekali barangkali tidak
masalah. Tapi yang tidak temasuk perbuatan edukatif adalah apabila ada guru
setiap hari pergi memancing bahkan sampai meninggalkan tugas mengajar. Sikap
seperti ini bukan sikap seorang pengajar, tapi sikap seorang yang kurang ajar.
Mengapa demikian ? Karena melaksanakan tugas mengajar, sasarannya pasti yaitu
siswa, penghasilannya jelas yaitu gaji bulanan. Sementara kegiatan memancing,
sasarannya tidak pasti, hasilnya belum tentu. Orang yang meninggalkan sesuatu
yang pasti dan mengejar yang belum tentu, bukankah termasuk orang yang keliru ?
Guru profesional harus senantiasa berusaha bersikap
edukatif, yaitu ada kesesuaian antara ucapan dan tindakan, ada korelasi antara konsep
dan konteks, tidak terlalu senjang antara kata dan fakta. Segala ucapan dan
tindakannya berusaha menjadi uswah hasanah, teladan yang baik untuk para siswa
dan masyarakat umumnya.
3. Normatif
Guru profesioanal hendaknya bersikap normatif, artinya segala
ucapan, sikap dan perbuatannya tidak melanggar nilai-nilai moral, etika, norma agama, dan aturan negara. Seyogyanya,
senantiasa patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, taat terhadap ajaran
agama, menghindari segala tindakan amoral dan asusila.
Tidak pantas seorang guru yang beragama Islam misalnya, tapi
awam terhadap ajaran agama, malas melaksanakan ibadah, bahkan sering
mengucapkan kata-kata kotor dan melakukan tindakan kurang terpuji. Seorang guru
profesional tidak wajar mengkonsumsi NARKOBA tidak pantas minum MIRAS, tidak
terpuji bila melakukan korupsi, tidak lucu bila suka menipu.
Bila ada guru yang ketahuan secara umum sering melakukan
tindakan tidak terpuji, melanggar norma-norma agama dan susila, tidak
menampilkan akhlakul karimah, tidak pantas menjadi uswatun hasanah. Maka
bagaimanapun banyak gelar akademik yang dia miliki, bagaimanapun tinggi
pangkat, jabatan dan golongannya, maka guru tersebut tidak temasuk kualifikasi
guru profesional.
4. Dedikatif
Indikasi guru profesional yang lainya adalah dalam
melaksanakan tugasnya selalu semangat penuh gairah, tidak nampak lelah dan
tidak suka keluh kesah. Walaupun perlu diakui bahwa gaji guru di Indonesia
dewasa ini masih relatif rendah, tetapi bagi guru profesional rendahnya upah
tidak mengurangi gairah, kecilnya gaji tidak membuat dia letih dan sedih. Hal
ini karena didorong oleh rasa tanggungjawabnya terhadap kemajuan dan
keberhasilan belajar siswa.
Profesi guru saat ini barangkali sesuai dengan sebuah judul
lagu “ Benci tapi rindu”. Disebut benci karena banyak orang yang telah diangkat
guru berstatus PNS, yang keluh kesah memikirkan gajinya yang relatif kecil,
mereka malas mengajar, kurang gairah bekerja sementara di lain pihak tidak
sedikit pula orang yang memiliki ijazah pendidikan keguruan yang merindukan
untuk segera diangkat menjadi guru definitif yang berstatus PNS. Penulis punya
pendapat, bagi guru yang merasa tidak cukup dengan gaji yang diterima selama
ini jangan bersikap munafik. Daripada gajinya tetap diterima sementara
melaksanakan tugasnya sering bolos, lebih baik berhenti jadi guru dan mencari
lagi profesi lain yang penghasilannya jauh lebih menjanjikan. Berikanlah
kesempatan kepada orang lain yang memiliki dedikasi, minat dan semangat yang
tinggi untuk mengabdi menjadi guru.
Dampak negatif dari guru yang sering bolos melaksanakan
tugas mengajar adalah merugikan banyak pihak. Berdasarkan pengamatan penulis,
ada 4 pihak yang dirugikan oleh guru yang sering bolos mengajar, yaitu :
1) Negara / Pemerintah mengalami kerugian karena gaji yang
diberikan tiap bulan tidak diimbangi dengan pekerjaan alias gaji buta.
2) Teman sejawat, guru yang hadir melaksanakan tugas
dirugikan karena harus magang kelas, mengajar rangkap di kelas yang gurunya
tidak hadir.
3) Siswa dirugikan, karena bila tidak ada guru lain yang
mengajar maka para siswa terlantar tidak belajar.
4) Orangtua siswa, karena mereka mengeluarkan biaya dan uang
jajan untuk anaknya, tetapi anaknya tidak mendapat pelayanan yang baik di
sekolah.
5. Ilmiah
Ilmiah adalah sifat dan karakter guru profesional. Segala
ucapan dan tindakan guru profesional dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
secara ilmiah. Prinsif yang dipegang teguh oleh guru profesional adalah “
Berilmu amaliyah dan beramal ilmiyah”. Artinya ilmu yang dia miliki disamping
diajarkan kepada siswa terlebih dahulu amalkan dalam perilakunya sehari-hari,
dan segala amal perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara
ilmiah. Guru profesional bila berkata
tidak “ASBUN” alias asal bunyi dan bila berkarya tidak “ASDI” asal jadi tidak
memperhatikan mutu atau kualitas pekerjaan.
6. Demokratis
Guru profesional dalam menyampaikan materi pelajaran tidak
bersikap otoriter dan doktrinitas, siswa hanya dituntut untuk mengikuti
kata-katanya. Mengerti tidak mengerti siswa disuruh mengikuti segala konsep,
teori dan idenya. Sebaliknya guru profesional bersikap terbuka bahkan selalu memotivasi siswanya agar berani
mengemukakan ide, gagasan dan pemikirannya. Jangankan terhadap ilmu yang
kebenarannya bersifat nisbi/ relatif, bahkan terhadap ilmu yang bersifat eksak
dan pasti kebenarannya, guru profesional tetap memberi kesempatan kepada siswa
untuk menyampaikan pemikiran dan gagasannya.
Guru profesionalpun selalu terbuka untuk menerima kritik,
sanggahan bahkan koreksi dari siswanya, dia tidak mau dikultus individualkan
seakan-akan dialah yang paling tahu dan paling berilmu. Guru profesional tidak
alergi untuk dikoreksi, tidak marah bila disanggah. Dia selalu menerima saran
dan pendapat dari siapapun ter masuk dari siswanya, selama saran dan pendapat
tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan bersifat positif.
7. Inovatif
Seorang guru profesional tidak bersikap jumud atau kaku,
hanya mempertahankan konsep atau teori yang telah dimiliki. Terutama dalam
metode menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, disamping menerapkan
teori-teori yang telah dikuasai, guru profesional berusaha mencari
penemuan-penemuan baru atau melakukan modifikasi terhadap teori yang sudah ada,
sehingga ketika menyampaikan materi pelajaran tidak membosankan siswa. Siswa
senantiasa semangat bahkan berantusias untuk belajar, karena selalu ada hal-hal
yang baru yang dapat membangkitkan semangat belajar.
8. Kreatif
Ciri lain dari guru profesional adalah bersikap kreatif
artinya selalu banyak ide alias banyak
akal untuk mengatasi sesuatu yang dianggap kurang atau tidak ada. Contohnya.
Alasan klasik banyak guru tidak mau dan tidak mampu mengajak siswa untuk
mempraktekan suatu teori ilmiah karena tidak mempunyai laboratorium biologi
atau fisika atau alat peraga lainnya. Seorang guru profesional akan berusaha
mencari atau membuat suatu alat sederhana dari bahan bekas misalnya bekas gelas
atau botol air mineral untuk dijadikan alat praktek fisika. Misalnya,
membuktikan sifat-sifat air, dan sebagainya. Tidak sedikit pula guru kreatif,
mengajak siswa untuk memanfaatkan barang-barang bekas digunakan membuat suatu kerajinan
tangan atau keterampilan.
Demikian ide penulis yang disampaikan dalam artikel ini,
semoga ide ini tidak terlalu salah walaupun berasal dari kata plesetan.
Profesionalisme berasal dari kata bahasa Inggris
profesionalism yang berarti sifat profesi. Orang-orang yang profesional sangat
berbeda dengan orang-orang yang tidak profesional meskipun dalam pekerjaan yang
sama atau bekerja dalam satu ruang yang sama. Tidak jarang ada orang yang
memiliki latar belakang pendidikan yang sama dan bekerja pada instansi yang
sama, namun kinerjanya berbeda, termasuk pengakuan dari masyarakat yang berbeda
pula.
Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan
tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan,
melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Profesionalisme guru dalam
pendidikan diartikan bahwa guru haruslah orang yang memiliki insting pendidik,
paling tidak mengerti dan memahami siswa. Guru harus menguasai secara mendalam
minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional.
Dengan integritas itulah, guru menjadi teladan atau role model bagi siswanya.
b. Kompetensi Profesional Guru
Mengingat guru sebagai tenaga profesional, maka dituntut
untuk memiliki sejumlah kompetensi profesional. Kompetensi itu dapat dicapai
dengan baik, jika guru yang bersangkutan memenuhi syarat ditinjau dari
kualifikasi pendidikan. Standar kompetensi profesional guru merupakan ukuran
yang ditetapkan bagi seorang guru dalam menguasai seperangkat kemampuan agar kelayakan
menduduki salah satu jabatan fungsional guru sesuai dengan bidang tugas dan
jenjang pendidikannya. Kemampuan yang dimaksud adalah berkaitan dengan
penguasaan proses pembelajaran, penguasaan pengetahuan, dan jabatan jabatan
fungsional.
Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1,
Ayat (10) disebutkan, ”Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan
dan perilaku yang harus dimilki, dihayati dan dikuasai oleh guru dan dosen
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Kompetensi guru dapat dimaknai
sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan
cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran. Syaiful Sagala (2009: 23-24) mengemukakan bahwa rumusan
kompetensi yang tercantum dalam undang-undang diatas mengandung tiga aspek.
Aspek-aspek tersebut adalah:
(1) Kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat
pemahaman, apresiasi dan harapan yang menjadi cirii dan akrakteristik seseorang
dalam menjalankan tugas. Aspek ini menunjuk pada kompetensi sebagai gambaran
substansi/materi ideal yang seharunya dikuasai atau dipersyaratkan untuk
dikuasai guru dalam menjalankan pekerjaannya. Dengan demikian seseorang dapat
dipersiapkan atau belajar untuk menguasai kompetensi tertentu sebagai bekal ia
bekerja secara profesional; (2) Ciri dan karakteristik kompetensi yang
digambarkan dalam aspek pertama itu tampil nyata (manifest) dalam tindakan,
tingkah laku dan unjuk kerjanya. Aspek ini merujuk pada kompetensi sebagai
gambaran unjuk kerja nyata yang tampak dalam pola pikir, sikap dan tindakan
seseorang dalam menjalankan pekerjaannya secara piawai. Seseorang bisa saja
menguasai secara teoritik seluruh aspek material kompetensi yang diajarkannya
dan dipersyaratkan. Namun begitu jika dalam praktek sebagai tindakan nyata saat
menjalankan tugas atau pekerjaan tidak sesuai dengan standar kualitas yang
dipersyaratkannya maka ia tidak dapat dikatakan sebaai seorang yang berkompeten
atau tidak piawai; dan (3) Hasil unjuk kerjanya itu memenuhi suatu kriteria
standar kualitas tertentu. Aspek ini menunjuk pada kompetensi sebagai hasil
(output dan atau outcome) dari unjuk kerja. Kompetensi seseorang mencirikan
tindakan/perilaku serta mahir dalam menjalankan tugas untuk menghasilkan
tindakan kerja yang efektif dan efisien. Hasilnya merupakan produk dari
kompetensi seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Sehingga pihak
lain dapat menilai seseorang apakah dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya
berkompeten dan profesional atau tidak.
Menurut PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28, Ayat (3) dan UU No.
14 Tahun 2005 Pasal 10, Ayat (1), ”Kompetensi pendidik sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini meliputi: (a) Kompetensi paedagogik, (b) Kompetensi kepribadian, (c)
Kompetensi profesional, dan (d) Kompetensi sosial”. Keempat kompetensi tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Masing-masingnya bukanlah
hal yang berdiri sendiri-sendiri. Karena itulah kompetensi paedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial seorang pendidik akan
saling menunjang dan bisa tampak secara utuh dalam proses pembelajaran di dalam
kelas dan pergaulan di luar kelas. Empat kompetensi dasar seorang pendidik
penulis jabarkan sebagai berikut:
1) Kompetensi Paedagogik
Menurut Syaiful Sagala (2009: 32) kompetensi paedagogik
merupakan kemampuan dalam pengelolaan siswa, meliputi:
(1) pemahaman wawasan guru akan landasan dan filsafat
pendidikan; (2) guru memahaman potensi dan keberagaman peserta didik, sehingga
dapat didesain strategi pelayanan belajar sesuai keunikan masing-masing peserta
didik; (3) guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus baik dalam bentuk dokumen
maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar; (4) guru mampu menyusun
rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar; (5) mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana
dialogis dan interaktif. Sehingga pembelajaran menjadi aktif, inovatif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan; (6) mampu melakukan evaluasi belajar dengan
memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan; dan (7) mampu mengembangkan
bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan intrakurikuler dan
ekstrakurikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Jamal Ma’mur Asmani (2009: 73-102) memaparkan 10 indikator
kompetensi paedeagogik, yaitu:
(1) menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,
moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual; (2) menguasai
teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; (3) mengembangkan
kurikulum yang terkait dalam mata pelajaran; (4) menyelenggarakan pembelajaran
yang mendidik dan dialogis; (5) memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi; (6) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik; (7)
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun; (8) mengadakan penelitian
dan evaluasi proses hasil belajar; (9) memanfaatkan hasil penelitian dan
evaluasi; (10) melakukan tindakan reflektif untuk penigkatan kualitas
pembelajaran.
Dapat diartikan bahwa kompetensi pedagogik yaitu kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Ada empat
sub-kompetensi yang harus diperhatikan guru yakni memahami siswa, merancang
pembelajaran, melaksanakana evaluasi dan mengembangkan siswa. Guru sepatutnya
memahami pedagogik hingga dapat mengemban amanah dalam membelajarkan siswa
dengan langkah dan cara yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
siswa.
2) Kompetensi Kepribadian
Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi
keberhasilan belajar siswa. Menurut Theodore M. Newcomb dalam Jamal Ma’mur
Asmani (2009: 103), ”Kepribadian diartikan sebagai organisasi sikap-sikap
(predispotitions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap
perilaku. Dalam profesi guru, kepribadian akan turut menentukan apakah para
guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi
perusak anak didiknya”.
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian
ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan
(yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki
kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal
competencies), di antaranya: (1) Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman
ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya; (2) Kemampuan untuk
menghormati dan menghargai antarumat beragama; (3) Kemampuan untuk berperilaku
sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat; (4) Mengembangkan
sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma
dan; (5) Bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian guru yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Sub-kompetensi mantap dan
stabil memiliki indikator esensial yakni bertindak sesuai dengan hukum,
bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga menjadi guru dan memiliki
konsistensi dalam bertindak dan bertutur. Guru yang dewasa akan menampilkan
kemandirian dalam bertindak dam memiliki etos kerja yang tinggi. Sementara itu,
guru yang arif akan mampu melihat manfaat pembelajaran bagi siswa, sekolah dan
masyarakat, menunjukkan sikap terbuka dalam berfkir dan bertindak. Berwibawa
mengandung makna bahwa guru memiliki prilaku yang berpengaruh positif terhadap
siswa dan perilaku yang disegani. Yang paling utama dalam kepribadian guru
adalah berakhlak mulia. Ia dapat menjadi teladan dan bertindak sesuai norma
agama. Kompetensi kepribadian ini berkaitan dengan perilaku guru itu sendiri
yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam prilaku
sehari-hari. Indikatornya antara lain: bertanggung jawab, tidak emosional,
lemah lembut, tegas dan tidak menakut-nakuti, dan dekat dengan anak didik
3) Kompetensi Profesional
Jamal Ma’mur Asmani (2009: 157) mengungkapkan, ”Kompetensi
profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam
mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi
keilmuannya secara filosofis”. Usman dalam Syaiful Sagala (2009: 41)
menjabarkan kompetensi profesional meliputi:
(1) penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam
kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi
sekolah di masyrakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2)
menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi
pelajaran yang diajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada
kurikulum maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran,
mencakup kemampuan menetapkan kompetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran
dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4) kemampuan menyusun perangkat
penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.
Indikator seorang guru yang mempunyai kompetensi ilmu
menurut Jamal Ma’mur Asmani (2009: 164-184) adalah: ”(1) Penguasaan materi
secara mendalam dan dinamis, (2) Penekanan research and development, (3)
Menjadi produsen ilmu pengetahuan, (4) Menguasai tertib administrasi, dan (5)
Mengembangkan kreatifitas”.
Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru membimbing siswa
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting. Karena langsung
berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Tingkat keprofesionalan seorang
guru dapat dilihat dari: (1) Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan,
misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional,
institusional, kurikuler dan tujuan pembelajaran; (2) Pemahaman dalam bidang
psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham
tentang teori-teori belajar; (3) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran
sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya; (4) Kemampuan dalam
mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran; (5) Kemampuan
merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6) Kemampuan
dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7) Kemampuan dalam menyusun program
pembelajaran; (8) Kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya
administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan; (9) Kemampuan dalam
melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
4) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial menurut Slamet PH dalam Syaiful Sagala
(2009: 38) terdiri dari:
Sub-kompetensi (1) Memahami dan menghargai perbedaan
(respek) serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan; (2)
Melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan
wakil kepala sekolah dan pihak-pihak terkait lainnya; (3) Membangun kerja tim
(teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis dan lincah; (4) Melaksanakan komunikasi
(oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan menyenangkan dengan seluruh
warga sekolah, orang tua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa masing-masing
memiliki peran dan tanggungjawab terhadap kemajuan pembelajaran; (5) Memilkiki
kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang
berpengaruh terhadap tugasnya; (6) Memeiliki kemampuan mendudukkan dirinya pada
sistem nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya; dan (7) melaksanakan
prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya: partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, penegakan hukum, dan profesionalisme).
Kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk
memahami dirinya sebagai bagian yang tidak dipisahkan dari masyarakat dan mampu
mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Lebih dalam
lagi kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada
tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu menjalankan tugasnya sebagai
guru. Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota
masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: (1) Kemampuan untuk
berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan
profesional; (2) Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap
lembaga kemasyarakatan dan; (3) Kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara
individual maupun secara kelompok. Kompetensi sosial terkait dengan kemampuan
guru sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru
harus memiliki kompetensi (1) Aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi
guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan
saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma
yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2) Pertimbangan sebelum
memilih jabatan guru, dan (3) Mempunyai program yang menjurus untuk
meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar