PANDANGAN KH AHMAD DAHLAN
TENTANG PENDIDIKAN DAN KEHIDUPAN
A. PENDAHULUAN
Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh yang sudah dikenal secara luas di kalangan umat Islam Yogyakarta khususnya dan kalangan umat Islam Pada umumnya dan di dunia pendidikan Islam, tetapi mungkin belum dikenal pandangannya tentang kehidupan dan pendidikannya. Justru berpangkal dari pandangan hidup inilah pemikiran – pemikiran kongkrit K.H Ahmad Dahlan lebih dapat diamati dan dirasakan manfaatnya. Ia merupakan seorang anak bangsa yang muncul di saat yang dibutuhkan dan tentunya kebutuhan ini tidak dapat lepas dari konteks social kultural saat ini.
Saat umat dalam kehidupannya yang kurang menjadikan islam sebagai pedoman hidup yang mampu menyinari dan memberdayakan , sehingga menjadikan pikiran mereka beku, jumud, dingin yang mengakibatkan seakan – akan Islam tidak berdaya lagi dalam menghadapi tantangan zaman. Secara internal sikap hidup yang tidak berdaya inilah yang dirasakan oleh tokoh K.H Ahmad Dahlan disaat itu. Sementara secara ekternal umat Islam menghadapi berbagai tantangan baik dari tantangan warisan kultur animisme maupun dari kemajuan peradaban dunia modern.
Dalam tulisan ini berusaha untuk menguraikan dan menelaah bagaimana K.H Ahmad Dahlan dalam memandang dan menyikapi hidup ini , factor apa saja yang mendorong dirinya bersikap yang demikian serta usaha – usaha dan gebrakan apa saja yang dilakukan sebagai wujud nyata dari sikap hidupnya.
B. PANDANGAN K.H AHMAD DAHLAN DALAM KEHIDUPAN
1. Sekilas Biografi K.H Ahmad Dahlan
(K.H. Ahmad Dahlan, Kauman, Yogyakarta, 1868).[1] Beliau adalah pendiri Muhammadiyah. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogjakarta pada masa itu. Ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia di Yogyakarta, tanggal 23 Februari 1923. Beliau juga dikenal sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia.[2]
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Walisongo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-
1. Ensiklopedi Islam/Penyusun Dewan Direksi Ensiklopedi Islam , Cet .4, Jakarta Ichtiar Baru Van Hoeve, 1977, hlm.83.
pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al- Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Makkah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. [3]
Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9). Beliau dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
K.H. Ahmad Dahlan tidak pernah mengalami pendidikan formal. Ia menguasai beragam ilmu dari belajar secara otodidak baik belajar kepada ulama atau seorang ahli atau membaca buku-buku atau kitab-kitab. Beliau belajar ilmu fikih dari Kyai Mohammad Soleh yang juga kakak iparnya sendiri, belajar ilmu nahwu dari K.H. Muhcsin, belajar ilmu falaq dari K.H. Raden Dahlan dari Pondok Pesantren Termas, belajar ilmu hadits dari Kyai Mahfudz, belajar qiroatul qur’an dari Syekh Amin dan lain-lain. K.H. Ahmad Dahlan juga pernah berinteraksi dengan para ulama terutama saat beliau berada di Mekah, misalnya dengan Syekh Muhammad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya dan lain-lain. [4]
3. Herry Muhammad dkk, Tokoh – tokoh Islam yang berpengaruh abad 20; cet.1 Jakarta, Gema Insani Press,2006,,hlm.8.
4. Abdul Munir Mulkam, Pemikiran Kyai Ahmad Dahlan dan Muhammdiyah; dalam perspektif perubahan sosial, Cet .1, Jakarta, Bumi Aksara, 1990,hlm.6
Sekalipun cukup banyak kitab – kitab yang dibaca dan dipelajari, K.H Ahmd Dahlan termasuk pemikir dan pembaharu yang tidak meninggalkan tulisan dalam bentuk Kitab atau catatan tertulis. Tidak adanya catatan – catatan peninggalan K.H ahmad Dahlan karena tulisan yang dibuat hanya berupa pesan – pesan lisan dalam berbagai forum agar kembali pada petunjuk Al’Quran dan As’Sunah dan juga dikarenakanan adanya kehawatiran peengikutnya hanya akan berpegang pada tulisan atau ajarannya saja yang justru akan memandekkan dalam berfikir dan berpendapat. K.H Ahmad Dahlan menempatkan Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai rujukan utama yang ,menghargai kebebasan berfikir dan berpendapat agar ada dinamika dan kemajuan dalam ber Islam . Dengan demikian Islam dirasakan akan selalu segar dalam zaman yang selalu berubah ini.[5]
Ada seorang murid yang berguru dan bergaul sepanjang hidup K.H Ahmad Dahlan sampai dengan akhir hayatnya, murid tersebut menuangkan inti sari pelajaran yang dipelajarinya secara tertulis dalam bentuk buku kecil yang di beri judul falsafah Pelajaran K.H Ahmad Dahlan . Menurut Hadjid dalam pelajaran yang diberikan berkali – kali K.H Ahmad Dahlan menampakan rasa takutnya kepada berita besar “ ( Nabaal Adziem ) yang di Al’Quran disebut surat An – Naba.
Dalam kesempatan yang lain K.H Ahmad Dahlan juga sering mengungkapkan/mengingatkan kepada manusia bahwa hidup di dunia itu hanya sekali sebagagai mana dikatakan: “ Kita Manusia ini hanya di dunia sekali, sesudah itu akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah “. Atau dikesempatan yang lain mengutif perkataan ulama yang lain
“ Manusia itu semuanya mati perasaannya keculai orang – orang yang beramal , dan orang – orang berilmupun dalam keadaan kebingungan kecuali mereka yang beramal, dan orang yang beramalpun dalam kekhawatiran kecuali mereka yang Ikhlas “.
K.H Ahmad Dahlan juaga memberikan gambaran tentang kehidupan ma nusia, dikatakan bahwa hidup manusia itu ibarat orang yang sedang berdiri di atas
5. Alfian, Op.cit, tahun 1989, halaman 136
pagar sumur, tanah dibawahnya telah roboh, dan didalam sumur tersebut juga terdapat seekor ular yang sangat besar. Dia berpegangan pada tali timba yang hampir putus yang pada akhirnya akan putus juga. Orang yang berdiri di atas sumur tadi tidak menyadari bahwa dia dalam keadaan mukanya menengadah ke atas lidahnya menjulur sambil mengecap manisnya madu yang menetes dari atas. Ia lengah dan lupa akan tali yang hampir putus , pagar sumur yang akan roboh dan lubang sumur yang menganga.[6]
Rasa takut yang timbul terhadap masa depan sebagaimana dirasakan oleh K.H Ahmad Dahlan dan bahaya yang akan menerpa justru memeunculkan keberaniaan yang luar biasa untuk menghadapi tantangan hidup, apalagi K.H Ahmad Dahlan selalu mengatakan bahwa hidup ini hanya sekali yang penuh spekulasi. Dalam menghadapi tantangan hidup tersebut perlu membekali diri dengan penuh keyakinan diri agar tidak berspekulasi dalam menghadapi hidup ini.
Ada tiga hal yang ditekankan oleh K.H Ahmad Dahlan dalam mensikapi persoalan kehidupan ini yaitu hidup yang dikaitkan dengan ilmu, amal dan sikap ikhlas.
Hal pertama yang menadapat penekanan K.H Ahmad Dahlan adalah melihat adanya faktor internal umat Islam yang dirasakan tidak memberdayakan ilmunya secara optimal. Oleh Karena itu yang dilaksanakan K.H Ahmad Dahlan adalah mengahdapi berbagai persoalan hidup, dengan ilmu yang bentuk kongkritnya dengan menyelenggarakan pendidikan dan dakwah, bahkan sebelum mendidirikan perserikatan Muhammadiyah, K.H Ahmad Dahlan sudah mendirikan sekolah islam modern yang sangat maju untuk ukuran umat Islam saat itu, seperti mendirikan Kweekschool Islam dan HIS metode Qur’an. [7]
Titik bidik pada dunia pendidikan pada gilirannya mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang sebenarnya. Seiring dengan bergulirnya politik etis atau politik asosiasi ( sejak 1901 ) ekspansi sekolah Belanda di
6. R.H. Hajid, Op, Cit,tt, halaman 6
7. DR. H. Ridjaluddin F.N.,M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam ,cet. 1 , Pusat Kajian Islam FAI Uhamka, tahun 2009,halamana 6
proyeksikan sebagai pola baru penjajahan yang dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser lembaga pendidikan islam semacam pondok pesantren. Pendidikan di Indonesia Pada saat itu terpecah menjadi dua bagaian “ (1.) Pendidikan sekolah Belanda yang sifatnya sekuler yang tak mengenal ajaran – ajaran yang berhubungan dengan agama, (2.) pendidikan dipesantren yang hanya mengajarkan agama saja”. Dihadapkan pada dualisme sistem ( Filsafat ) pendidikan ini K.H Ahmad Dahlan bekerja keras sekuat tenaga bagaimana menyatukan atau paling tidak mendekatkan kedua sistem pendidikan tersebut.
Cita – cita pendidikan K.H Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia – manusia baru yang mampu tampil sebagai “ Ulama - intelek “ atau “ Intelek – Ulama “ yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem tersebut, K.H Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus ; memberikan pelajaran agama disekolah sekolah belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah – sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama –sama diajarkan. Kedua tindakan tersebut sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan-yayasan pendidikan islam.
Namun ide K.H Ahmad Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim Ulama – Intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang mesti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah tekhnik pendidik bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi perkembangan.
Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang didirikan maka atas saran murid – muridnya K.H Ahmad Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode pembelajaran yang yang dikembangkan K.H Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika K.H Ahmad Dahlan sedang menerangkan surat Al-Maun kepada santri – santrinya secara berulang – ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir miskin dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri – santri tersebut mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Semangat yang mestinya dikembangkan oleh pendidik muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan Al – Ma’un sebagaimana di praktikkan K.H Ahmad Dahlan.
Bagi K.H Ahmad Dahlan Kemajuan suatu bangsa salah satu seginya dapat diukur dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dicapainya. Yang diwasiatkan K.H Ahmad Dahlan kepada para muridnya dengan kaitannya dengan ilmu adalah :
1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama islam di tanah indonesia
2. Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan agama islam dalam kalangan sekutu – sekutunya. Dikatakan selanjutnya bahwa islam takkan hapus dari muka bumi ini, tapi bisa hapus dari bumi Indonesia, jika umat islam tidak memeliharanya.[8]
Atas dasar hal tersebut maka yang dilaksanakan K.H Ahmad Dahlan adalah mengembalikan pegangan umat Islam kepada sumber aslinya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah , mendirikan lembaga pendidikan , lembaga penyantunan sosial dalam wujud panti asuhan anak yatim dan orang – orang miskin , balai pengobatan dan sebagainya untuk mengentaskan kemiskinan dan memperdayakan umat. Hal ini selanjutnya dijabarkan oleh K.H Mas Mansyur dalam perumusan tujuan yang akan dicapai yaitu memperkuat aqidah nislamiyah, memperluas pengetahuan agama, kemampuan untuk evaluasi diri, menanamkan budi pekerti / ahlakul karimah, menegakkan keadilan dan menumbuhkan sikap bijaksana.
Hal kedua yang mendapat penekanan dalam sikap hidup K.H Ahmad Dahlan adalah bidang amal usaha dan ini merupakan identitas kehidupannya. Menurut pandangannya beragama adalah beramal, artinya berbuat sesuatu melakukan tindakan sesuai dengan isi pedoman al – Qur’an dan as-Sunnah.[9] Dikatakan pula bahwa didirikannya persyarikatan Muhammadiyah justru untuk beramal.
8. H.Djarnawi Hadikusumo, Op,Cit,tt, halaman 6
9. 4. Abdul Munir Mulkam , Op. Cit, tahun 1990, halaman 8
Mendirikan persyarikatan kalau tidak ada amal usaha yang nyata. Suatu saat dalam pengajian K.H Ahmad Dahlan menyampaikan :
“ Kamu tidak mau menjalankan tugas amal itu karena kamu tidak biasa, bukan ? Beruntunglah ! Marilah saya ajarkan soalnya itu. Jadi kalau sudah dapat dan mengerti kamu harus menjalankan. Dan soalnya kalau kamu tidak mau , asal tidak mau saja. Siapakah yang dapat mengatasi orang yang sengaja sudah tidak mau” [10]
Hal ketiga yang ditekankan dalam sikap hidup K.H Ahmad Dahlan adalah keikhlasannya dalam beramal . Keikhlasan ini telah dicontohkan sendiri dalam segala tindakannya seperti halnya ketika membangun musholla dan menggunakan rumahnya untuk dijadikan sekolah. K.H Ahmad Dahlan menekankan bahwa dalam hati seseorang harus ditanamkan gairah dan gerak hati untuk maju dengan landasan moral dan keikhlasan dalam beramal.[11]
Keihlasan beramal inilah yang dapat dirasakan dalam wasiat menjadi pedoman dalam beramal sebagaimana dikemukakan:
“ Janganlah kamu mencari penghidupan dalam persyarikatan tapi hidupkanlah Muhammadiyah”. [12]
Dari ketiga hal tersebut diatas yaitu ilmu, amal dan iikhlas sebagaimnana dipesankan oleh K.H Ahmad Dahlan dan menjadi sikap hidupnya, pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan yang di bina oleh K.H Ahmad Dahlan dapat maju dengan pesat. Dengan demikian tidak adanya peninggalan K.H Ahmad Dahlan dalam bentuk tulisan dan kitab – kitab, itu menandakan justru seluruh amal usaha yang dirintisnya itu merupakan tulisan K.H Ahmad Dahlan yang sebenarnya.
10. Solihin salam , Op, Cit, Tahun 1962, halaman 24
11. A.M Mulkam , Op, Cit,tt,halaman 51
Dari ketiga hal tersebut diatas yaitu ilmu, amal dan ikhlas sebagaimnana dipesankan oleh K.H Ahmad Dahlan dan menjadi sikap hidupnya, pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan yang di bina oleh K.H Ahmad Dahlan dapat maju dengan pesat. Dengan demikian tidak adanya peninggalan K.H Ahmad Dahlan dalam bentuk tulisan dan kitab – kitab, itu menandakan justru seluruh amal usaha yang dirintisnya itu merupakan tulisan K.H Ahmad Dahlan yang sebenarnya.
2. Amal usaha muhamadiyah dan hasilnya
Dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang luas dan besar itu, maka luas dan besar pula amal usaha Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada awalnya usaha dan amal Muhammadiyah tidak sebesar sekarang ini lebih – lebih pada sa’at itu banyak pula rintangan dan halangan yang dihadapinya baik dari ulama – ulama yang belum dapat menerima cara pemahaman agama islam dari K.H Ahmad Dahlan maupun kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi nenek -moyangnya.
Segala halangan dan rintangan tersebut , sama sekali tidak mengurangi usaha muhammadiyah , dalam hal ini K.H Ahmad Dahlan beliau dengan segala kesabaran, dalam hal ini K.H Ahmad Dahlan beliau dengan segala kesabaran dan keuletan terus berusaha dan sekali – kali melayani halangan, halangan dan rintangan diibaratkan sebagai pupuk yang akan menyuburkan perkembangan muhammadiyah.
K.H Ahmad Dahlan sendiri memiliki tekad yang tak kunjung padam. Untuk menjaga agar tak gentar menghadapi segala tantangan, diantaranya beliau menulis sebuah hadist Nabi di tembok rumahnya yang bunyinya adalah :” Niscaya orang yang memegang sunahku ketika umatku telah rusak, maka ibarat seseorang menggenggam bara, dan diberi catatan dibawahnya “ Karena tidak ada orang yang mendukung untuk menyetujuinya” [12]
12. Drs. Chusnan Yusuf dkk, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam,Penerbit Persatuan Yogyakarta, tahun 1976, halaman 34
Begitulah kekerasan semangat dan keyakinannya dalam berjuang menegakan dan menyiarkan agama Islam sehingga berhasil dalam menanamkan jiwa dan amalan agama yang bersih dan lurus.
Dengan pengajian – pengajian dan tablig – tablignya , beliau selalu menekankan agar menegakan Islam yang benar, jangan sampai dirusak oleh berbagai bid’ah dan khurafat meskipun hanya sedikit. Selain itu setiap habis pengajian selalu diikuti dengan pengamalan apa yang telah diketahui. K.H Ahmad Dahlan, dalam setiap pengajiannya selalu menganjurkan dan sekaligus melaksanakan bersama – sama isi pengajiannya , sehingga Islam tidak hanya ucapan akan tetapi nyata – nyata menjadi bukti amalan.
Usaha – Usaha yang mula – mula disamping dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah muhammadiyah , lebih banyak ditekankan pada pemurnian tauhid dan ibadah dan ibadah dalam islam seperti :[13]
1. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani ( Jawa : Tingkep ) yaitu selamatan bagi orang yang sedang hamil tujuh bulan. Kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat Hinduisme – Budhisme; biasanya diadakan dengan membuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan berbagai bahan - bahan lain seperti delima, buah jeruk dan lain – lain.
2. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri, seperti : Selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Qhadir Jaelani , Syekh Saman dan lain – lain yang dikenal dengan manakiban, perayaan yang banyak diisi dengan pujian – pujian serta permohonan-permohonan yang berlebih – lebihan sehingga melebihi permohonan yang semestinya hanya ditujukan kepada Allah S.W.T. Selain itu terdapat pula kebiasaan membaca Berzanji, yaitu suatu karya puisi serta syair – syair yang mengandung banyak
13.Drs. Chusnan Yusuf dkk, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam,Penerbit Persatuan Yogyakarta, tahun 1976, halaman 35
pujian kepada Nabi Muhammad S.A.W. Sebenarnya Muhammdiyah tidak anti sekali terhadap unsur kesenian yang terkandung didalamnya, akan tetapi karena adanya kecenderungan yang kuat untuk mengkultuskan pada diri Nabi Muhammad S.A.W yang dapat merusak kemurnian Tauhid, maka Muhammadiyah berusaha membersihkannya. Begitu pula perayaan “khaul” yaitu Ziarah dan penghormatan besar – besaran terhadap kuburan yang dianggap orang – orang “ Alim dan yang dianggap Waliyullah” dengan upacara yang berlebih-lebihan dipandang dapat mengeruhkan jiwa Tauhid.
3. Bacaan Surat Yassin dan bermacam – macam zikir yang hanya khusus di baca pada malam Jum’at , adalah suatu bid’ah, karena Nabi melarang menghususkan ibadah hanya pada hari atau malam Jum’at saja. Begitu juga Ziarah kubur hanya pada waktu – waktu tertentu serta pada kuburan tertentu ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap mahluk Allah.
4. Mendo’akan kepada orang yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal tidak dilarang oleh agama ; akan tetapi mengirimkan Ayat Al – Qur’an agar bisa diterima si jenazah yang ada dalam kubur jelas tidak berdasar pada agama yang benar, oleh karena itu harus ditinggalkan. Demikian juga tahlilan dan selawatan kematian pada hari ke 3, ke 7, ke 40, ke 100, setahun dan seribu harinya merupakan bid’ah yang mesti ditinggalkan dari peribadatan Islam.
Selain yang tersebut diatas sebagai usaha untuk menegakan aqidah Islam yang murni serta mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih banyak lagi usaha – usaha di bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan dan politik yang telah dan sedang dilaksanakan Muhammadiyah.
Sudah menjadi ciri dalam Muhammadiyah adanya semboyan “Sedikit bicara banyak bekerja“ tidak saja semboyan dibibir tetapi sungguh-sungguh dibuktikan dengan amaliyah. Oleh karena itu tidak mengherankan bila Muhammadiyah yang hanya memiliki anggota tidak cukup banyak, tetapi cukup banyak atau luas bidang amal usaha serta hasil – hasilnya. Hal ini dapat dibuktikan , sebagai berikut :
Bidang Keagamaan.
Pada bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan Muhammadiyah , jiwa dan dasar setiap amal usaha muhammadiyah . Dan apa yang diaksanakan dalam bidang bidang lainnya tak lain dari dorongan keagamaan semata - mata , karena baik kegiatan yang bersifat kemasyarakatan, perekonomian, pendidikan , sampai yang bersifat politik semuanya tak dapat dipisahkan dari jiwa, dasar dan semangat keagamaan. Berikut ini sebagian bidang amal usaha dalam bidang keagamaan :
a. Terbentuknya majlis Tarjih ( 1927 ) suatu lembaga yang menghimpun ulama – ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa – fatwa dalam bidang keagamaan serta memberi tuntunan mengenai hukum, yang sangat bermanfa’at bagi umat dan khalayak umum, seperti :
*. Memberi Tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang diberikan oleh Rasulullah.
*. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan Hari Raya dengan jalan perhitungan “ Hisab “ atau “Astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
*. Mendirikan Mushalla khusus bagi kaum wanita, yang merupakan usaha pertama kali diselenggarakan oleh umat Islam Indonesia. Selain itu meluruskan arah kiblat yang ada pada masjid – masjid dan mushalla – mushalla sehingga sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.
*. Menela’ah dan mensponsori pengeluaran zakat
b. Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia, tidak bisa dipisahkan dari kepeloporan Pimpinan Muhammadiyah , oleh karena itu pada tempatnya bila menteri agama yang pertama dipercayakan dipundak tokoh Muhammadiyah , dalam hal ini Prof. Dr. Moch. Rasyidi
c. Tersusunnya rumusan tentang “ Matan Keyakinan dan Cita – Cita hidup Muhammadiyah “ adalah suatu hasil yang sangat besar , penting dan belum ada duanya di Indonesia.
d. Penanaman kesadaran dan kenikmatan beragama, beramal dan berorganisasi, dengan kesadaran itu maka tumbuh dan berkembang hasil – hasil yang nyata di berbagai wilayah berupa tanah wakaf , infaq, bangunan-bangunan dan kesediaan mengorbankan harta untuk kepentingan agama.
Dari paparan tentang” Pandangan K.H Ahmad Dahlan tentang Kehidupan “ dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;
*. Sikap hidup K.H Ahmad Dahlan terbentuk oleh beberapa pengaruh yang melatar belakangi kehidupannya, baik kehidupan pribadinya , pendidikannya, sosio kultural dan religiositasnya baik yang dialami dalam kehidupan disekitarnya maupun gerakan pembaharuan yang terjadi di negara negara Islam.
*. Keterbelakangan kehidupan umat islam yang terjadi saat itu menurut K.H Ahmad Dahlan hanya dapat diatasi dengan sikap hidup yang lebih rasional dengan memperbaharui dan memurnikan pemahaman Islam dari sumber aslinya.
*. Sikap hidup dengan semangat pembaharuan tersebut harus diwujudkan dalam tindakan yang nyata yang berkaitan dengan pengembangan ilmu dan pengamalan dengan di dasari keikhlasan , yang semua ini bertujuan untuk meningkatkan sumber daya umat melalui suatu sistem pendidikan modern yang memadukan antara kebutuhan aspek – aspek rohani dan jasmani, meningkatkan kesejahtraan umum dengan mendirikan berbagai lembaga amal usaha sosial seperti PKU / RS / BP / RB. Panti – Panti asuhan .
*. Gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar lebih ditunjukan kepada menggembirakan kehidupan beragama sehingga agama dapat dinikmat sebagai rahmatan lilalamin , yang memberikan kesejukan dan solusi dalam mengatasi berbagai persoalan hidup yang dihadapi
C. PANDANGAN K.H AHMAD DAHLAN DALAM PENDIDIKAN
K.H Ahmad Dahlan berasal dari keluarga yang didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama Islam. Secara tradisional , seseorang akan dipengaruhi faktor geografis , yang menunjukan bahwa latar belakang sosial berpengaruh terhadap proses pendewasaannya. Kampung Kauman sebagai tempat kelahiran Darwis ( K.H Ahmad Dahlan ) terkenal sebagai daerah lingkungan santri.
Sebagaimana kebanyakan anak keluarga Muslim di Kauman pada waktu itu, Darwis sewaktu kecil,diasuh dan dididik sebagai putra kyai, ia mendapatkan pendidikan tradisional di Kauman Yogyakarta, oleh Ayahnya sendiri. Kyai H Abu Bakar menjadi guru utamanya yang mengajarkan pelajaran –pelajaran dasar mengenai agama Islam. Pendidikan dasar di mulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Quran dan kitab – kitab agama, dalam pendidikan itu Darwis diajarkan untuk menghapal sifat – sifat Allah, dan membaca kitab suci sebagaimana dicontohkan ayahnya, tanpa memahami arti sifat – sifat Allah maupun makna yang terkandung dalam Al – Qur’an yang dibacanya.[14]
Darwis kecil tak pernah sempat merasakan pendidikan Barat ( Pendidikan Yang diadakan Oleh Belanda ) yang dikenal sebagai sekolah Gubernemen untuk anak - anak kaum ningrat yang lulusannya di kenal dengan nama Kapir Landa.
Seperti juga anak – anak kecil lainnya ketika itu, Darwis dikirigama Islam kepada m ke pondok pesantren – pondok pesantren di jawa dan mendalami ilmu – ilmu agama Islam kepada beberapa ulama besar antara lain K.H Muhammad Shaleh mempelajari Fiqih, kepada kyai H Muhsin mempelajari ilmu nahwu, Kyai Haji R Dahlan mempelajari ilmu Falak, Kepada Syekh Amin dan Sayyid Bakri Mempelajari Qira’at Al-Qur’an,[15] serta beberapa guru lainnya.
14. A. Mukti Ali, The Muhammadiyah Movement : A Bibilio graphical Introduction, McGill Uneversity, Montreal, 1975, halaman 29
15. Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993) halaman 63
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di madrasah dan pondok pesantren dengan beberapa guru, pada tahun 1890 ia berangkat ke mekah untuk yang pertama kalinya dalam rangka menunaikan ibadah haji dan melanjutkan studinya dan bermukim disana selama tiga tahun.[16] Salah seorang gurunya adalah Syaikh Ahmad Khatib , seorang pembaharu dari Minagkabau Sumatra Barat, ia seorang Ulama Syafi’iyah.
Setelah kembali dari menunaikan haji dan bermukim di Makkah selama tiga tahun , kembali Ke Kauman , Yogyakarta. Darwis membantu Ayahnya mengajar pengajian anak – anak. Namun pada kesempatan lain sering pula Darwis mewakili ayahnya memberikan pelajaran keagaamaan kepada orang – orang yang usianya lebih tua dari dirinya sendiri. Keadaan tersebut telah menyebabkan pengaruh Darwis semakin luas, karena masyarakat semakin yakin bahwa Darwis adalah seorang yang mampu, baik dalam ilmu maupun dalam penalaran akal budi. Oleh karenanya darwis diberi gelar “ Kyai “ lengkapnya , Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Pada usia yang masih muda , Dahlan membuat gempar masyarakat Yogyakarta ketika ia membuat tanda Shaf ( garis arah menuju kiblat ) dalam masjid Agung dengan memakai kapur. Tanda Shaf itu bertujuan untuk memberikan arah kiblat yang benar dalam masjid Agung kesultanan. Menurutnya letak masjid yang tepat menghadap barat keliru, sebab letak kota Makkah berada di sebelah barat agak ke utara dari Indonesia.
Kyai Haji Ahman Dahlan kemudian mendirikan langgar pribadi yang dibangun tepat menghadap kiblat. Dan ternyata pada tahun 1899 sebagai tahun perusakan Langgar Dahlan oleh “ Tindakan Komando “ Tindakan tersebut telah enyebabkan populernya gagasan pembaharuan Islam tersebut di kalangan warga Kauman. Ia kemudian mendirikan langgar kembali yang persis mengahdap kearah kiblat.
16. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, ( Jakarta: Hidkarya Agung, 1990, halaman 267.
Ide pembaharuan Islam yang sangat menggelitik hatinya, terutama bila melihat kondisi dinamika umat Islam Indonesia yang cukup stagnan, tak berkembang. Sejak tahun 1908 K.H Ahmad Dahlan menjadi anggota Boedi Oetomo cabang Yogyakarta dan menjadi salah seorang pimpinannya.
Ketika ia berusia empat puluh tahun , pada tahun 1909, Ahmad Dahlan atas saran dan nasehat beberapa murid dan anggota “ Boedi Oetomo” maka Dahlan perlu untuk merealisasikan ide – ide pembaharuannya melalui sebuah organisasi keagamaan yang permanen. Boedi Oetomo adalah sebuah organisasi yang mana Dahlan membuat terobosan – terobosan dan strategi dakwah , ia memasuki perkumpulan itu, dan dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama di sekolah – sekolah pemerintah. Rupanya cara yang dilakukan oleh K.H Ahmad Dahlan diterima oleh anggota – anggota Boedi Oetomo. Ini terbukti mereka menyarankan agar K.H Ahmad Dahlan membuka sekolah sendiri secara terpisah.
Ide cemerlang untuk mendirikan sekolah itu, kemudian Ahmad Dahlan mendirikan sebuah organisasi yang disebut dengan “ Muhammadiyah” yang didirikan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1303 Hijriah, atau bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 Masehi di Yogyakarta. Dengan tujuan organisasi, yaitu ;
“Menyebarkan pengajaran Rasulullah kepada penduduk bumi putera dan memajukan hal agama Islam kepada anggota – anggotanya”.
Untuk mencapai tujuan organisasi , Muhammadiyah mendirikan lembaga –lembaga pendidikan , mengadakan rapat – rapat dan tabligh dimana dibicarakan masalah – masalah yang berkaitan dengan Islam, mendirikan badan wakaf dan masjid – masjid serta menerbitkan buku – buku , brosur – brosur , surat – surat kabar dan berbagai majalah – majalah .
Sosok Ahmad Dahlan dalam hal keyakinan ia menolak taklid “ Mengikuti tanpa mempertanyakan alasan dalilnya “ dan juga menolak perbuatan syirik “ Menyekutukan Allah “ Bid’ah “ Menambah nambah dalam ibadah” dan khurafat dan mulai sekitar tahun 1910 sikap penolakan kepada taklid itu semakin jelas. Akan tetapi dia tidak menyalurkan ide – idenya secara tertulis, hanya dengan anjuran melalui media dakwah. Ide – Idenya disalurkan lewat karya hidupnya yang terbesar yaitu di Persyarikatan Muhammadiyah.
Kira – Kira sebelas tahun setelah mendirikan Organisasi Muhammadiyah dan cukup berkembang dengan baik, K.H.Ahmad Dahlan berpulang ke hadirat Ilahi Robbi pada tanggal 25 Februari 1923 dengan tenang dan khusnul khotimah.[17]
17.Ensiklopedi Islam Indonesia , Jilid I, Op. Cit, halaman 218
DAFTAR PUSTAKA
1. Ensiklopedi Islam/Penyusun Dewan Direksi Ensiklopedi Islam , Cet .4, Jakarta Ichtiar Baru Van Hoeve, 1977
3. Herry Muhammad dkk, Tokoh – tokoh Islam yang berpengaruh abad 20; cet.1 Jakarta, Gema Insani Press,2006
4. Abdul Munir Mulkam, Pemikiran Kyai Ahmad Dahlan dan Muhammdiyah; dalam perspektif perubahan sosial, Cet .1, Jakarta, Bumi Aksara, 1990
5. R.H. Hajid, Falsafah Pelajaran KH Ahmad Dahlan, Pena Siaran Yogyakarta,tt
6. DR. H. Ridjaluddin F.N.,M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam ,cet. 1 , Pusat Kajian Islam FAI Uhamka, tahun 2009
7. H.Djarnawi Hadikusumo, dari Jamaluddin al-Afgahani sampai KH Ahmad Dahlan , Persatuan , Yogyakarta, tt
8. Drs. Chusnan Yusuf dkk, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam,Penerbit Persatuan Yogyakarta
9. A. Mukti Ali, The Muhammadiyah Movement : A Bibilio graphical Introduction, McGill Uneversity, Montreal, 1975
10. Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993)
11. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, ( Jakarta: Hidkarya Agung, 1990.
blognya bagus pak.
BalasHapus