Jumat, 15 April 2011

filsafat kemuhamadiyahan





PANDANGAN KH  AHMAD DAHLAN
TENTANG PENDIDIKAN  DAN KEHIDUPAN

A.     PENDAHULUAN

Kyai Haji Ahmad Dahlan  adalah seorang tokoh yang sudah dikenal  secara luas di kalangan  umat Islam  Yogyakarta khususnya  dan kalangan umat Islam Pada umumnya dan  di dunia pendidikan  Islam, tetapi mungkin  belum dikenal  pandangannya tentang kehidupan  dan pendidikannya. Justru berpangkal dari  pandangan hidup inilah  pemikiran – pemikiran kongkrit  K.H Ahmad Dahlan  lebih dapat diamati  dan dirasakan  manfaatnya. Ia merupakan seorang anak bangsa  yang muncul di saat yang dibutuhkan   dan tentunya  kebutuhan  ini tidak  dapat lepas  dari konteks  social kultural saat ini.
Saat umat dalam kehidupannya  yang kurang menjadikan islam  sebagai pedoman  hidup yang mampu menyinari  dan memberdayakan , sehingga menjadikan pikiran  mereka beku, jumud, dingin yang mengakibatkan  seakan – akan  Islam  tidak berdaya lagi dalam menghadapi tantangan zaman. Secara internal  sikap hidup  yang tidak  berdaya  inilah yang dirasakan  oleh tokoh  K.H Ahmad Dahlan  disaat itu.  Sementara  secara ekternal  umat Islam menghadapi  berbagai  tantangan  baik dari tantangan  warisan kultur  animisme maupun  dari kemajuan  peradaban dunia modern.
Dalam tulisan ini  berusaha untuk menguraikan  dan menelaah  bagaimana K.H Ahmad Dahlan  dalam memandang  dan menyikapi hidup ini , factor  apa saja yang mendorong  dirinya  bersikap yang demikian  serta usaha – usaha  dan gebrakan  apa saja yang dilakukan  sebagai wujud nyata dari sikap hidupnya.

B.      PANDANGAN K.H AHMAD DAHLAN  DALAM KEHIDUPAN

1.         Sekilas Biografi K.H Ahmad Dahlan
(K.H. Ahmad Dahlan, Kauman, Yogyakarta, 1868).[1] Beliau adalah pendiri Muhammadiyah. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogjakarta pada masa itu. Ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia di Yogyakarta, tanggal 23 Februari 1923. Beliau juga dikenal sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia.[2]

Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Walisongo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).

Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-


 

1.      Ensiklopedi Islam/Penyusun Dewan Direksi Ensiklopedi Islam , Cet .4, Jakarta Ichtiar  Baru Van Hoeve, 1977,  hlm.83.
2.      Wikipedia, Ensiklopedi Bebas, Kata Kunci : http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad Dahlan
pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al- Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Makkah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. [3]
Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9). Beliau dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
K.H. Ahmad Dahlan tidak pernah mengalami pendidikan formal. Ia menguasai beragam ilmu dari belajar secara otodidak baik belajar kepada ulama atau seorang ahli atau membaca buku-buku atau kitab-kitab. Beliau belajar ilmu fikih dari Kyai Mohammad Soleh yang juga kakak iparnya sendiri, belajar ilmu nahwu dari K.H. Muhcsin, belajar ilmu falaq dari K.H. Raden Dahlan dari Pondok Pesantren Termas, belajar ilmu hadits dari Kyai Mahfudz, belajar qiroatul qur’an dari Syekh Amin dan lain-lain. K.H. Ahmad Dahlan juga pernah berinteraksi dengan para ulama terutama saat beliau berada di Mekah, misalnya dengan Syekh Muhammad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya dan lain-lain. [4]
 

3.      Herry Muhammad dkk, Tokoh – tokoh Islam yang berpengaruh  abad 20; cet.1 Jakarta, Gema Insani Press,2006,,hlm.8.
4.      Abdul Munir Mulkam, Pemikiran Kyai Ahmad Dahlan  dan Muhammdiyah; dalam  perspektif perubahan sosial, Cet .1, Jakarta, Bumi Aksara, 1990,hlm.6
Sekalipun cukup banyak  kitab – kitab yang dibaca dan dipelajari, K.H Ahmd Dahlan  termasuk pemikir  dan pembaharu  yang tidak meninggalkan  tulisan dalam bentuk Kitab atau catatan tertulis. Tidak adanya catatan – catatan  peninggalan K.H ahmad Dahlan   karena tulisan yang dibuat hanya berupa  pesan – pesan lisan dalam berbagai forum  agar kembali pada  petunjuk  Al’Quran  dan As’Sunah dan juga  dikarenakanan  adanya kehawatiran   peengikutnya  hanya akan berpegang  pada tulisan  atau ajarannya saja yang justru  akan  memandekkan  dalam berfikir  dan berpendapat. K.H Ahmad Dahlan  menempatkan  Al-Qur’an  dan as-Sunnah sebagai  rujukan  utama  yang ,menghargai  kebebasan  berfikir  dan berpendapat  agar ada dinamika dan kemajuan dalam  ber Islam . Dengan demikian  Islam dirasakan  akan selalu segar  dalam zaman  yang selalu  berubah ini.[5]

Ada seorang murid yang berguru dan bergaul sepanjang hidup K.H Ahmad Dahlan  sampai dengan akhir hayatnya, murid tersebut menuangkan inti sari pelajaran   yang dipelajarinya  secara tertulis   dalam bentuk buku kecil  yang di beri judul  falsafah  Pelajaran  K.H Ahmad  Dahlan . Menurut  Hadjid dalam pelajaran  yang diberikan berkali – kali  K.H Ahmad Dahlan menampakan rasa takutnya  kepada berita besar “ ( Nabaal  Adziem )  yang di Al’Quran disebut  surat  An – Naba.
 Dalam kesempatan yang lain K.H Ahmad Dahlan juga sering mengungkapkan/mengingatkan kepada manusia  bahwa hidup di dunia itu hanya sekali sebagagai mana  dikatakan:  “ Kita Manusia  ini  hanya di dunia sekali, sesudah itu  akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah “.  Atau dikesempatan yang lain mengutif perkataan ulama yang lain
 “ Manusia itu semuanya mati perasaannya keculai  orang – orang  yang beramal , dan  orang – orang  berilmupun dalam keadaan  kebingungan  kecuali mereka  yang beramal, dan orang  yang beramalpun dalam kekhawatiran  kecuali mereka  yang  Ikhlas “.
K.H Ahmad Dahlan juaga  memberikan  gambaran   tentang kehidupan  ma nusia, dikatakan bahwa hidup manusia  itu ibarat  orang yang sedang berdiri di atas
 

5.      Alfian, Op.cit, tahun 1989, halaman 136
pagar sumur, tanah dibawahnya  telah roboh, dan didalam sumur tersebut juga terdapat seekor ular  yang sangat besar. Dia berpegangan pada tali timba yang hampir putus yang pada akhirnya akan putus juga. Orang yang berdiri di atas sumur tadi  tidak menyadari bahwa dia dalam keadaan mukanya  menengadah ke atas lidahnya menjulur  sambil mengecap manisnya madu   yang menetes dari atas. Ia lengah dan lupa akan tali  yang hampir putus , pagar sumur yang akan roboh  dan lubang sumur yang menganga.[6]
Rasa takut yang timbul terhadap masa depan  sebagaimana dirasakan oleh K.H Ahmad Dahlan dan bahaya yang akan menerpa  justru memeunculkan  keberaniaan  yang luar biasa untuk menghadapi tantangan  hidup, apalagi  K.H Ahmad Dahlan  selalu mengatakan bahwa  hidup ini hanya sekali  yang penuh spekulasi. Dalam menghadapi tantangan hidup tersebut perlu membekali  diri dengan penuh keyakinan  diri agar tidak berspekulasi dalam menghadapi hidup ini.
Ada tiga hal yang ditekankan oleh K.H Ahmad Dahlan  dalam mensikapi  persoalan kehidupan ini  yaitu  hidup yang dikaitkan dengan ilmu, amal dan sikap ikhlas.
Hal  pertama  yang menadapat penekanan   K.H Ahmad Dahlan  adalah melihat adanya faktor  internal umat Islam  yang dirasakan  tidak memberdayakan  ilmunya  secara optimal. Oleh Karena itu  yang dilaksanakan  K.H Ahmad Dahlan  adalah mengahdapi  berbagai persoalan  hidup, dengan ilmu yang bentuk kongkritnya dengan menyelenggarakan  pendidikan  dan dakwah, bahkan sebelum mendidirikan perserikatan  Muhammadiyah, K.H Ahmad Dahlan sudah mendirikan  sekolah islam  modern  yang sangat maju untuk  ukuran umat Islam  saat itu,  seperti mendirikan  Kweekschool Islam dan HIS  metode Qur’an. [7]
Titik bidik  pada dunia pendidikan  pada gilirannya mengantarkannya memasuki  jantung persoalan  umat yang sebenarnya. Seiring dengan bergulirnya  politik etis  atau politik asosiasi  ( sejak 1901 ) ekspansi  sekolah Belanda  di

6.    R.H. Hajid, Op, Cit,tt, halaman 6
7.    DR. H.  Ridjaluddin F.N.,M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam ,cet. 1 , Pusat Kajian Islam FAI  Uhamka, tahun 2009,halamana 6


proyeksikan  sebagai pola  baru penjajahan  yang dalam jangka panjang  diharapkan  dapat menggeser lembaga pendidikan islam  semacam  pondok pesantren. Pendidikan di Indonesia Pada saat itu terpecah menjadi dua bagaian “ (1.) Pendidikan sekolah Belanda yang sifatnya  sekuler yang tak mengenal  ajaran – ajaran yang berhubungan dengan agama, (2.)  pendidikan dipesantren  yang hanya mengajarkan agama saja”. Dihadapkan pada dualisme  sistem ( Filsafat ) pendidikan ini K.H Ahmad Dahlan bekerja keras sekuat tenaga bagaimana menyatukan atau paling tidak mendekatkan  kedua sistem  pendidikan tersebut.
Cita – cita pendidikan K.H Ahmad Dahlan  adalah lahirnya  manusia – manusia baru  yang mampu tampil  sebagai “ Ulama - intelek “ atau “ Intelek – Ulama “ yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan  kedua sistem tersebut, K.H Ahmad Dahlan  melakukan dua tindakan sekaligus ;  memberikan pelajaran agama disekolah sekolah belanda  yang sekuler, dan mendirikan  sekolah – sekolah sendiri  di mana agama  dan pengetahuan  umum bersama –sama  diajarkan. Kedua tindakan tersebut sekarang sudah menjadi fenomena umum;  yang pertama sudah diakomodir  negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan-yayasan  pendidikan islam.
Namun ide K.H Ahmad Dahlan  tentang model pendidikan  integralistik yang mampu melahirkan muslim Ulama – Intelek masih terus dalam proses  pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah  sebenarnya warisan   yang mesti kita eksplorasi terus sesuai dengan  konteks  ruang dan waktu, masalah tekhnik pendidik  bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu  pendidikan dan  psikologi perkembangan.
Dalam rangka menjamin kelangsungan  sekolahan  yang didirikan  maka atas saran  murid – muridnya  K.H Ahmad Dahlan akhirnya mendirikan  persyarikatan   Muhammadiyah tahun 1912. Metode pembelajaran yang   yang dikembangkan  K.H Ahmad Dahlan  bercorak kontekstual  melalui proses  penyadaran. Contoh klasik adalah ketika K.H Ahmad Dahlan sedang menerangkan surat Al-Maun  kepada santri – santrinya secara  berulang – ulang  sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan  supaya kita memperhatikan dan menolong fakir miskin dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri – santri tersebut mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Semangat yang mestinya dikembangkan oleh pendidik muhammadiyah, yaitu bagaimana  merumuskan  sistem pendidikan Al – Ma’un  sebagaimana di praktikkan K.H Ahmad Dahlan.
Bagi K.H Ahmad Dahlan  Kemajuan suatu bangsa  salah satu seginya  dapat diukur dengan kemajuan  ilmu pengetahuan  yang telah dicapainya. Yang diwasiatkan K.H Ahmad Dahlan  kepada para muridnya  dengan kaitannya dengan ilmu adalah :
1.      Memajukan dan menggembirakan  pengajaran dan pelajaran  agama islam di tanah indonesia
2.      Memajukan dan menggembirakan hidup  sepanjang kemauan  agama islam dalam kalangan  sekutu – sekutunya. Dikatakan selanjutnya  bahwa islam takkan hapus dari muka bumi ini,  tapi bisa hapus dari bumi Indonesia, jika umat islam  tidak memeliharanya.[8]

Atas dasar  hal tersebut  maka yang dilaksanakan  K.H Ahmad Dahlan  adalah mengembalikan  pegangan umat Islam kepada sumber aslinya yaitu al-Qur’an  dan as-Sunnah , mendirikan  lembaga  pendidikan , lembaga penyantunan  sosial dalam wujud  panti asuhan  anak yatim  dan orang – orang miskin , balai pengobatan  dan sebagainya   untuk mengentaskan  kemiskinan  dan memperdayakan  umat. Hal ini  selanjutnya  dijabarkan  oleh K.H Mas Mansyur  dalam perumusan  tujuan yang akan  dicapai  yaitu memperkuat aqidah  nislamiyah, memperluas  pengetahuan  agama, kemampuan   untuk evaluasi diri, menanamkan budi pekerti / ahlakul karimah, menegakkan keadilan   dan menumbuhkan sikap  bijaksana.
Hal  kedua yang mendapat  penekanan  dalam sikap  hidup  K.H Ahmad Dahlan adalah  bidang amal usaha  dan ini merupakan identitas kehidupannya. Menurut pandangannya beragama adalah beramal, artinya berbuat  sesuatu  melakukan  tindakan  sesuai dengan isi  pedoman al – Qur’an dan as-Sunnah.[9]  Dikatakan pula bahwa  didirikannya  persyarikatan  Muhammadiyah  justru untuk beramal.
8.      H.Djarnawi Hadikusumo, Op,Cit,tt, halaman 6
9.      4.  Abdul Munir Mulkam , Op. Cit, tahun 1990, halaman 8
Mendirikan persyarikatan  kalau tidak ada amal usaha  yang nyata. Suatu  saat dalam  pengajian K.H Ahmad Dahlan menyampaikan :
Kamu tidak mau menjalankan  tugas amal itu karena  kamu tidak biasa, bukan ? Beruntunglah !  Marilah  saya ajarkan  soalnya itu. Jadi kalau sudah dapat dan mengerti  kamu harus menjalankan. Dan soalnya  kalau kamu tidak mau , asal tidak mau saja. Siapakah yang  dapat mengatasi orang  yang sengaja sudah tidak mau” [10]
                             Hal ketiga  yang ditekankan  dalam sikap  hidup K.H Ahmad Dahlan adalah keikhlasannya dalam beramal . Keikhlasan ini telah dicontohkan  sendiri dalam segala  tindakannya  seperti halnya ketika membangun musholla  dan menggunakan  rumahnya untuk dijadikan sekolah. K.H Ahmad Dahlan   menekankan  bahwa  dalam  hati seseorang  harus ditanamkan  gairah dan   gerak   hati untuk maju dengan landasan moral  dan keikhlasan dalam beramal.[11]
Keihlasan beramal inilah yang  dapat  dirasakan  dalam  wasiat menjadi  pedoman  dalam  beramal  sebagaimana  dikemukakan:
Janganlah  kamu mencari  penghidupan  dalam persyarikatan  tapi hidupkanlah  Muhammadiyah”. [12]
Dari ketiga hal  tersebut diatas   yaitu ilmu, amal  dan iikhlas  sebagaimnana dipesankan oleh  K.H Ahmad Dahlan dan menjadi sikap hidupnya, pertumbuhan dan perkembangan  persyarikatan  yang di bina oleh K.H Ahmad Dahlan  dapat maju dengan pesat. Dengan demikian   tidak adanya  peninggalan  K.H Ahmad Dahlan  dalam bentuk tulisan  dan kitab – kitab, itu menandakan   justru   seluruh  amal usaha yang dirintisnya  itu merupakan  tulisan K.H Ahmad Dahlan yang sebenarnya.
 

10.  Solihin salam , Op, Cit, Tahun  1962, halaman 24
11.  A.M Mulkam , Op, Cit,tt,halaman 51     

    
Dari ketiga hal  tersebut diatas   yaitu ilmu, amal  dan ikhlas  sebagaimnana dipesankan oleh  K.H Ahmad Dahlan dan menjadi sikap hidupnya, pertumbuhan dan perkembangan  persyarikatan  yang di bina oleh K.H Ahmad Dahlan  dapat maju dengan pesat. Dengan demikian   tidak adanya  peninggalan  K.H Ahmad Dahlan  dalam bentuk tulisan  dan kitab – kitab, itu menandakan   justru   seluruh  amal usaha yang dirintisnya  itu merupakan  tulisan K.H Ahmad Dahlan yang sebenarnya.
2.      Amal usaha muhamadiyah  dan hasilnya
Dengan maksud dan  tujuan  Muhammadiyah  yang luas  dan besar itu, maka  luas dan besar pula  amal usaha Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada awalnya usaha dan amal Muhammadiyah tidak sebesar sekarang ini lebih – lebih pada sa’at itu  banyak pula rintangan dan halangan yang dihadapinya  baik dari ulama – ulama  yang belum dapat menerima cara pemahaman agama  islam dari K.H Ahmad Dahlan  maupun kaum pemegang adat  yang gigih  mempertahankan  tradisi  nenek -moyangnya.
Segala  halangan dan rintangan  tersebut , sama sekali tidak mengurangi usaha muhammadiyah , dalam hal ini K.H Ahmad Dahlan  beliau dengan segala kesabaran, dalam hal ini K.H Ahmad Dahlan  beliau dengan segala kesabaran dan keuletan terus berusaha  dan sekali – kali melayani halangan, halangan dan rintangan diibaratkan sebagai pupuk yang akan menyuburkan perkembangan muhammadiyah.
K.H Ahmad Dahlan sendiri memiliki tekad yang tak kunjung padam. Untuk menjaga agar tak gentar  menghadapi segala tantangan, diantaranya beliau menulis sebuah hadist Nabi di tembok rumahnya yang bunyinya adalah :” Niscaya orang yang memegang sunahku  ketika umatku telah rusak,  maka ibarat seseorang menggenggam bara, dan diberi catatan dibawahnya “  Karena tidak ada orang yang mendukung untuk menyetujuinya” [12]
12.  Drs. Chusnan Yusuf  dkk, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam,Penerbit Persatuan Yogyakarta, tahun 1976, halaman 34
Begitulah kekerasan semangat dan keyakinannya  dalam berjuang  menegakan dan menyiarkan  agama Islam  sehingga berhasil dalam menanamkan  jiwa dan amalan  agama yang bersih   dan lurus.
Dengan pengajian – pengajian dan tablig – tablignya , beliau selalu menekankan  agar menegakan Islam yang benar, jangan sampai dirusak oleh berbagai bid’ah  dan khurafat  meskipun hanya sedikit. Selain  itu setiap habis pengajian selalu diikuti dengan pengamalan  apa yang telah diketahui. K.H Ahmad Dahlan, dalam setiap pengajiannya selalu menganjurkan dan sekaligus  melaksanakan  bersama – sama isi pengajiannya , sehingga Islam  tidak hanya ucapan  akan  tetapi nyata – nyata menjadi  bukti amalan.
Usaha – Usaha  yang mula – mula  disamping  dalam bidang  pendidikan  dengan mendirikan sekolah  muhammadiyah , lebih banyak ditekankan pada pemurnian  tauhid  dan ibadah  dan ibadah  dalam islam seperti :[13]
1.      Meniadakan  kebiasaan  menujuhbulani  ( Jawa :  Tingkep ) yaitu selamatan bagi orang yang sedang hamil tujuh bulan. Kebiasaan ini  merupakan  peninggalan  dari adat Hinduisme – Budhisme; biasanya diadakan  dengan membuat rujak  dari kelapa  muda  yang belum  berdaging  yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan berbagai bahan  - bahan lain seperti delima, buah jeruk dan lain – lain.
2.      Menghilangkan tradisi keagamaan  yang  tumbuh  dari kepercayaan  Islam  sendiri, seperti :   Selamatan untuk menghormati  Syekh Abdul Qhadir Jaelani , Syekh Saman dan lain – lain yang dikenal  dengan manakiban, perayaan yang banyak diisi dengan  pujian – pujian  serta  permohonan-permohonan yang berlebih – lebihan  sehingga melebihi  permohonan yang  semestinya  hanya ditujukan  kepada Allah S.W.T. Selain itu terdapat  pula kebiasaan  membaca Berzanji,  yaitu suatu karya  puisi  serta syair – syair  yang mengandung banyak
 

13.Drs. Chusnan Yusuf  dkk, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam,Penerbit Persatuan Yogyakarta, tahun 1976, halaman 35

pujian  kepada Nabi Muhammad S.A.W. Sebenarnya  Muhammdiyah tidak anti sekali terhadap unsur kesenian  yang terkandung didalamnya, akan tetapi  karena adanya kecenderungan  yang kuat untuk mengkultuskan  pada diri Nabi Muhammad S.A.W yang dapat  merusak kemurnian Tauhid, maka Muhammadiyah  berusaha membersihkannya. Begitu pula perayaan “khaul” yaitu Ziarah dan penghormatan besar – besaran  terhadap kuburan yang dianggap orang – orang “ Alim  dan yang dianggap Waliyullah”  dengan upacara yang berlebih-lebihan  dipandang dapat  mengeruhkan jiwa Tauhid.
3.      Bacaan Surat Yassin  dan bermacam – macam zikir  yang hanya khusus di baca pada malam Jum’at , adalah suatu bid’ah, karena Nabi  melarang menghususkan ibadah hanya pada hari atau malam Jum’at saja. Begitu juga Ziarah kubur  hanya pada waktu – waktu tertentu serta pada kuburan tertentu ziarah kubur  dengan tujuan  untuk mengingat   adanya  kematian  pada setiap mahluk Allah.

4.      Mendo’akan kepada orang yang masih hidup  ataupun yang sudah meninggal  tidak dilarang oleh agama ; akan tetapi mengirimkan Ayat Al – Qur’an   agar bisa diterima si jenazah  yang ada dalam kubur  jelas tidak berdasar  pada agama yang benar, oleh karena itu harus ditinggalkan. Demikian juga tahlilan   dan selawatan  kematian pada hari ke 3, ke 7, ke 40, ke 100, setahun dan seribu harinya merupakan bid’ah  yang mesti ditinggalkan  dari peribadatan Islam.

Selain yang tersebut diatas sebagai usaha untuk menegakan  aqidah Islam yang murni  serta mengamalkan  ibadah yang sesuai  dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih banyak lagi  usaha – usaha  di bidang  keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan  dan politik  yang telah dan  sedang dilaksanakan  Muhammadiyah.
Sudah menjadi ciri  dalam Muhammadiyah  adanya semboyan  “Sedikit bicara banyak bekerja“  tidak saja semboyan dibibir  tetapi sungguh-sungguh dibuktikan  dengan amaliyah. Oleh karena itu  tidak mengherankan  bila Muhammadiyah  yang hanya memiliki anggota  tidak cukup banyak, tetapi cukup banyak atau luas bidang amal usaha serta hasil – hasilnya.  Hal ini dapat dibuktikan , sebagai berikut :

Bidang  Keagamaan.
Pada bidang inilah sesungguhnya  pusat seluruh  kegiatan Muhammadiyah , jiwa dan dasar setiap amal usaha  muhammadiyah . Dan apa yang diaksanakan dalam bidang bidang lainnya  tak lain dari dorongan keagamaan  semata -  mata , karena baik kegiatan  yang bersifat  kemasyarakatan, perekonomian, pendidikan , sampai yang bersifat politik  semuanya tak dapat dipisahkan  dari jiwa, dasar dan semangat keagamaan.  Berikut ini sebagian bidang amal usaha dalam bidang keagamaan :

a.      Terbentuknya majlis Tarjih ( 1927 ) suatu lembaga yang menghimpun ulama – ulama  dalam Muhammadiyah yang secara tetap  mengadakan permusyawaratan  dan memberi fatwa – fatwa  dalam bidang keagamaan  serta memberi tuntunan  mengenai hukum, yang sangat bermanfa’at  bagi umat dan  khalayak umum, seperti :
*. Memberi Tuntunan dan pedoman  dalam bidang ubudiyah  sesuai dengan contoh yang diberikan oleh Rasulullah.
*. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah  puasa dan Hari Raya   dengan jalan perhitungan  “ Hisab “ atau “Astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
*. Mendirikan Mushalla khusus bagi kaum wanita, yang merupakan  usaha pertama kali diselenggarakan  oleh umat Islam Indonesia. Selain itu meluruskan  arah kiblat  yang ada pada masjid – masjid  dan mushalla – mushalla sehingga sesuai dengan arah yang benar  menurut  perhitungan garis lintang.
*. Menela’ah  dan mensponsori  pengeluaran zakat

b.    Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia, tidak bisa dipisahkan dari kepeloporan  Pimpinan Muhammadiyah , oleh karena itu pada tempatnya  bila menteri agama  yang pertama  dipercayakan dipundak  tokoh Muhammadiyah , dalam hal ini Prof. Dr. Moch. Rasyidi
c.         Tersusunnya rumusan tentang “ Matan Keyakinan  dan Cita – Cita  hidup Muhammadiyah “ adalah suatu hasil yang sangat besar , penting dan belum ada duanya di Indonesia.

d.         Penanaman kesadaran dan kenikmatan  beragama, beramal  dan berorganisasi, dengan kesadaran itu maka tumbuh dan berkembang  hasil – hasil yang nyata  di berbagai wilayah berupa tanah wakaf , infaq, bangunan-bangunan dan kesediaan mengorbankan  harta untuk kepentingan agama.

Dari paparan tentang” Pandangan K.H Ahmad Dahlan tentang Kehidupan “ dapat ditarik kesimpulan  sebagai berikut ;
*. Sikap hidup K.H Ahmad Dahlan terbentuk oleh beberapa pengaruh yang melatar belakangi  kehidupannya, baik kehidupan  pribadinya , pendidikannya, sosio kultural  dan religiositasnya baik yang dialami  dalam kehidupan  disekitarnya  maupun  gerakan pembaharuan  yang terjadi di negara negara Islam.
*. Keterbelakangan  kehidupan umat islam  yang terjadi  saat  itu menurut K.H Ahmad  Dahlan  hanya dapat diatasi dengan sikap hidup  yang lebih rasional dengan memperbaharui   dan memurnikan  pemahaman Islam  dari sumber aslinya.
*. Sikap hidup dengan semangat pembaharuan tersebut harus diwujudkan  dalam tindakan yang nyata  yang berkaitan  dengan  pengembangan  ilmu dan pengamalan  dengan di dasari  keikhlasan , yang semua ini bertujuan   untuk meningkatkan sumber daya umat melalui suatu sistem pendidikan  modern  yang memadukan  antara kebutuhan  aspek – aspek rohani dan jasmani, meningkatkan kesejahtraan umum  dengan mendirikan  berbagai lembaga amal usaha  sosial seperti  PKU / RS / BP / RB.  Panti – Panti  asuhan .
*. Gerakan dakwah  amar ma’ruf  nahi munkar  lebih ditunjukan kepada menggembirakan  kehidupan beragama sehingga  agama  dapat dinikmat   sebagai rahmatan lilalamin , yang memberikan  kesejukan  dan solusi  dalam mengatasi berbagai persoalan  hidup yang dihadapi
C.     PANDANGAN K.H AHMAD DAHLAN  DALAM  PENDIDIKAN

K.H Ahmad Dahlan  berasal dari keluarga  yang didaktis dan terkenal  alim dalam ilmu agama Islam. Secara tradisional , seseorang  akan dipengaruhi  faktor geografis , yang menunjukan bahwa  latar belakang  sosial berpengaruh  terhadap  proses pendewasaannya. Kampung Kauman  sebagai tempat kelahiran Darwis ( K.H Ahmad Dahlan ) terkenal sebagai daerah lingkungan  santri.

Sebagaimana  kebanyakan  anak keluarga Muslim di Kauman  pada waktu itu, Darwis sewaktu  kecil,diasuh dan dididik  sebagai putra kyai, ia mendapatkan pendidikan  tradisional di Kauman Yogyakarta, oleh Ayahnya  sendiri. Kyai H Abu Bakar  menjadi guru  utamanya  yang mengajarkan  pelajaran –pelajaran  dasar mengenai agama Islam.  Pendidikan dasar di mulai dengan  belajar membaca, menulis, mengaji al-Quran  dan kitab – kitab agama, dalam pendidikan itu Darwis diajarkan untuk menghapal sifat – sifat Allah, dan membaca kitab suci  sebagaimana dicontohkan  ayahnya, tanpa memahami  arti sifat – sifat  Allah maupun  makna yang terkandung  dalam Al – Qur’an  yang dibacanya.[14]

Darwis kecil tak pernah sempat merasakan  pendidikan Barat ( Pendidikan Yang diadakan Oleh Belanda  ) yang dikenal  sebagai sekolah  Gubernemen untuk anak  - anak kaum ningrat  yang lulusannya di kenal dengan nama Kapir Landa.

Seperti juga anak – anak  kecil lainnya ketika itu, Darwis dikirigama Islam  kepada m ke  pondok pesantren – pondok pesantren di jawa dan mendalami ilmu – ilmu  agama Islam  kepada beberapa ulama besar antara lain   K.H Muhammad Shaleh mempelajari Fiqih, kepada kyai H Muhsin  mempelajari ilmu nahwu, Kyai Haji R Dahlan  mempelajari ilmu Falak, Kepada  Syekh  Amin dan Sayyid Bakri Mempelajari  Qira’at Al-Qur’an,[15]  serta beberapa guru lainnya.
14. A. Mukti Ali, The Muhammadiyah  Movement : A Bibilio graphical  Introduction, McGill Uneversity, Montreal, 1975, halaman 29
15. Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993) halaman 63




Setelah menyelesaikan pendidikan  dasarnya di madrasah  dan pondok pesantren  dengan beberapa guru, pada  tahun 1890 ia berangkat ke mekah  untuk yang pertama kalinya  dalam rangka menunaikan  ibadah haji  dan melanjutkan studinya  dan bermukim disana selama  tiga tahun.[16] Salah seorang gurunya adalah Syaikh Ahmad Khatib , seorang pembaharu  dari Minagkabau Sumatra Barat, ia seorang Ulama  Syafi’iyah.


Setelah kembali  dari menunaikan  haji dan bermukim di  Makkah selama tiga tahun , kembali Ke Kauman , Yogyakarta. Darwis membantu Ayahnya mengajar  pengajian  anak – anak.  Namun pada kesempatan lain  sering pula Darwis   mewakili ayahnya  memberikan pelajaran  keagaamaan kepada  orang – orang  yang usianya lebih tua dari dirinya sendiri. Keadaan tersebut telah menyebabkan  pengaruh  Darwis  semakin luas, karena masyarakat  semakin  yakin bahwa Darwis  adalah seorang yang mampu, baik dalam ilmu  maupun  dalam penalaran akal  budi. Oleh karenanya darwis diberi gelar “ Kyai “ lengkapnya , Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Pada usia yang masih muda , Dahlan membuat gempar masyarakat  Yogyakarta  ketika ia membuat tanda  Shaf ( garis arah menuju kiblat ) dalam masjid Agung  dengan memakai kapur. Tanda Shaf itu bertujuan  untuk memberikan  arah kiblat yang benar  dalam masjid Agung  kesultanan. Menurutnya letak masjid yang tepat  menghadap barat keliru, sebab letak kota Makkah  berada  di sebelah  barat agak ke utara dari Indonesia.
Kyai Haji Ahman Dahlan kemudian mendirikan langgar pribadi yang dibangun  tepat menghadap kiblat. Dan ternyata  pada tahun 1899 sebagai tahun perusakan Langgar Dahlan  oleh “ Tindakan Komando “ Tindakan tersebut  telah  enyebabkan  populernya gagasan  pembaharuan  Islam  tersebut  di kalangan warga Kauman. Ia kemudian mendirikan langgar kembali  yang persis  mengahdap kearah kiblat.
 

16. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan  Islam di Indonesia, (  Jakarta: Hidkarya Agung, 1990, halaman 267.
Ide pembaharuan Islam   yang  sangat menggelitik hatinya, terutama  bila melihat  kondisi dinamika umat Islam  Indonesia  yang cukup stagnan, tak berkembang. Sejak tahun 1908   K.H Ahmad Dahlan menjadi anggota Boedi Oetomo cabang Yogyakarta dan menjadi salah seorang pimpinannya.

Ketika ia berusia empat puluh tahun , pada tahun 1909, Ahmad Dahlan  atas  saran dan nasehat  beberapa murid dan anggota “ Boedi Oetomo”  maka Dahlan  perlu untuk merealisasikan  ide – ide pembaharuannya melalui sebuah organisasi keagamaan yang permanen. Boedi Oetomo  adalah  sebuah organisasi yang mana Dahlan  membuat  terobosan – terobosan  dan strategi dakwah , ia memasuki  perkumpulan  itu, dan dahlan  berharap dapat memberikan  pelajaran agama di  sekolah – sekolah pemerintah. Rupanya cara yang dilakukan oleh K.H Ahmad Dahlan diterima oleh  anggota – anggota Boedi Oetomo.  Ini terbukti  mereka menyarankan agar K.H Ahmad Dahlan membuka sekolah sendiri  secara terpisah.

Ide cemerlang untuk mendirikan sekolah itu, kemudian  Ahmad Dahlan  mendirikan  sebuah organisasi  yang disebut dengan “ Muhammadiyah” yang didirikan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1303 Hijriah, atau bertepatan dengan tanggal  18 November  1912 Masehi di Yogyakarta. Dengan  tujuan organisasi, yaitu ;

Menyebarkan pengajaran Rasulullah kepada penduduk bumi  putera dan memajukan hal agama Islam  kepada anggota – anggotanya”.

Untuk mencapai tujuan organisasi , Muhammadiyah  mendirikan  lembaga –lembaga pendidikan , mengadakan rapat – rapat dan tabligh dimana dibicarakan masalah – masalah  yang berkaitan  dengan Islam, mendirikan badan wakaf dan masjid – masjid serta menerbitkan buku – buku , brosur – brosur , surat – surat kabar dan berbagai  majalah – majalah .

Sosok Ahmad Dahlan  dalam hal keyakinan  ia menolak  taklid “ Mengikuti tanpa mempertanyakan alasan dalilnya “  dan juga  menolak  perbuatan  syirik “ Menyekutukan Allah “ Bid’ah “ Menambah nambah dalam ibadah” dan khurafat dan mulai sekitar tahun 1910 sikap penolakan kepada taklid  itu semakin jelas. Akan tetapi  dia tidak  menyalurkan ide – idenya  secara tertulis, hanya dengan anjuran melalui media dakwah. Ide – Idenya disalurkan  lewat  karya  hidupnya  yang terbesar yaitu di Persyarikatan Muhammadiyah.
Kira – Kira sebelas tahun setelah mendirikan Organisasi Muhammadiyah  dan cukup berkembang  dengan baik, K.H.Ahmad Dahlan  berpulang ke hadirat  Ilahi Robbi pada tanggal 25 Februari 1923 dengan tenang dan khusnul khotimah.[17]




















 

            17.Ensiklopedi Islam  Indonesia , Jilid I, Op. Cit, halaman 218

DAFTAR  PUSTAKA
1.      Ensiklopedi Islam/Penyusun Dewan Direksi Ensiklopedi Islam , Cet .4, Jakarta Ichtiar  Baru Van Hoeve, 1977

2.      Wikipedia, Ensiklopedi Bebas, Kata Kunci : http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad Dahlan

3.      Herry Muhammad dkk, Tokoh – tokoh Islam yang berpengaruh  abad 20; cet.1 Jakarta, Gema Insani Press,2006

4.      Abdul Munir Mulkam, Pemikiran Kyai Ahmad Dahlan  dan Muhammdiyah; dalam  perspektif perubahan sosial, Cet .1, Jakarta, Bumi Aksara, 1990

5.    R.H. Hajid, Falsafah  Pelajaran  KH Ahmad Dahlan, Pena Siaran Yogyakarta,tt

6.     DR. H.  Ridjaluddin F.N.,M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam ,cet. 1 , Pusat Kajian Islam FAI  Uhamka, tahun 2009

7.      H.Djarnawi Hadikusumo, dari Jamaluddin al-Afgahani sampai KH Ahmad Dahlan , Persatuan , Yogyakarta, tt

8.      Drs. Chusnan Yusuf  dkk, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam,Penerbit Persatuan Yogyakarta

9.      A. Mukti Ali, The Muhammadiyah  Movement : A Bibilio graphical  Introduction, McGill Uneversity, Montreal, 1975

10.  Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993)

11.   Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan  Islam di Indonesia, (  Jakarta: Hidkarya Agung, 1990.



1 komentar: